FILSAFAT UMUM
(LENGKAP)
DI SUSUN
O
L
E
H
SELAMAT ARIGA
HUKUM
PIDANA ISLAM
DOSEN PENGASUH:
Dra.CUT
NYA DHIN M.Pd
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2017 M/ 1438 H
BAB IV
BEBERAPA MASALAH FILSAFAT
A. Masalah tetap dan berubah
·
Masalah tetap
Jika yang ada itu tetap melahirkan paham permenides, dimana lebih
banyak terjadi didalam pikiran. Filsafat yang terjadi di dalam fikiran
melahirkan filsafat idealism, dengan tokohnya adalah plato. Contoh yang ada itu
tetap adalah manusia tetap manusia, sekali merah maka tetap merah, tidak bisa
berubah. Paham ini menganggap bahwa saya=saya, yaitu menurut hukum identitas,
namun hanya terjadi dalam pikiran dan yang bisa hanya tuhan.
Yang tetap itu bersifat analitik, dalam matematika disebut dengan
tautology, hanya mencari kalimat yang equivalen atau identik . analitik
bersifat apriori. Di dalam pikiran itu artinya menggunakan rasio maka muncul
lah rasionalisme tokohnya adalah Rene Descartes, yang mengatakan tiada ilmu
tanpa rasio. Aspek dari analitik adalah ragu-ragu, sehingga muncul Scepticims.
Analitik itu bersifat konsisten, sehingga muncul sifat filsafat Koherentims. A
priori artinya dapat memikirkan walaupun belum mengetahui karena terlalu
meninggi-ninggikan pikiran.
·
Masalah
berubah
Aliran filsafat yang menganggap bahwa yang ada itu berubah disebut
Hireartikism. Obyek tersebut berada diluar pikiran manusia, yang melahirkan
filsafat realism. Tokoh yang memiliki pemikiran itu adalah Aristoteles. Menurut
paham ini semua yang ada di dunia ini berubah, sesuai dengan hukumnya karena
saya tidak bisa menyebutkan diri saya yaitu hukum kontradiksi.
Yang berubah itu bersifat sintetik Karena terikat oleh
ruang dan waktu. Sintestik bersifat aprostiorism. Yang berubah adalah
pengalaman, maka munculah empirisme, dengan tokohnya adalah David Hume, yang
mengatakan bahwa tidak ada ilmu jika tanpa ada pengalaman. Baginya, pengalaman
(empiris) lebih dari pada resio sebgai sumber pengetahuan, baik pengalaman intern
maupun ekstern. A prostiorism artinya bisa memikirkan setelah melihat.
Contohnya ekor kucing itu bergerak setelah melihat tikus.
·
Masalah Badan
dan Jiwa
Badan
dan jiwa merupakan satu kesatuan yang membentuk pribadi manusia, dan keutuhan
pribadi manusia. Ada 2 aliran berbeda dalam filsafat manusia tentang jiwa dan
badan yaitu Monisme dan Dualisme.
·
Monisme
Merupakan aliran yang menolak pandangan
dualisme. Badan dan jiwa merupakan satu substansi. Monisme memiliki tiga bentuk
:
·
Materialisme
Materi sebagai dasar bagi segala hal yang
ada,disebut juga fisikalisme. Termasuk jiwa, bersumber dari materi.
·
Teori
Identitas
Perbedaan jiwa dan badan hanya pada arti,
bukan referensi mengakui aktivitas mental manusia. Badan dan jiwa merupakan
elemen yang sama.
·
Idealisme
Mengatakan bahwa ada hal yang tidak dapat
diterangkan berdasarkan materi. Seperti pengalaman, nilai dan makna. Rene
Descartes dengan “cogito ergo sumnya “ merupakan peletak dasar bentuk
idealisme.
0.
Dualisme
Mengatakan bahwa badan dan jiwa adalah 2
elemen berbeda dan terpisah, dalam pengertian dan objek. Dualisme memiliki 4
bentuk :
·
Interaksionalisme
Fokus pada timbal balik antara badan
dan jiwa
·
Okkasionalisme
Memasukkan dimensi ilahi.
Hubungan peristiwa mental dan fisik bisa terjadi dengan campur tangan ilahi.
·
Paralelisme
Ada 2 peristiwa yang berjalan
beriringan, yaitu peristiwa mental dan fisik, namun satu tidak menjadi sumber
bagi yang lainnya.
·
Epifenomenalisme
Melihat hubungan jiwa dan
badan melalui syaraf. Satu-satunya unsur untuk menyelidiki proses kejiwaan
adalah syaraf.
Penjelasan singkat :
·
Pandangan
monisme bertentangan dengan hakikat manusia. Plato berkata bahwa badan dan jiwa
memiliki sifat yang berbeda. Badan bersifat sementara, dan jiwa bersifat abadi.
Kelemahan monisme yaitu tidak bisa melihat bahwa pengalaman bersifat personal.
·
Pandangan
dualisme, khususnya paralelisme sulit diterima. Perbuatan baik muncul dari niat
yang baik. Manusia adalah makhluk rohani dan jasmani sekaligus.
·
Badan Manusia
Adalah elemen mendasar dalam membentuk pribadi
manusia. Hakikat badan bukan pertama-tama terletak pada dimensi materialnya,
tapi dalam seluruh aktivitas entitas yang terjadi dalam badan.
·
Jiwa Manusia
Jiwa harus dipahami sebagai
kompleksitas kegiatan mental manusia. Jiwa manusia bukanlah makhluk halus. Jiwa
menyadarkan manusia siapa dirinya.
James P.Pratt mengatakan ada 4 kemampuan
dasar jiwa manusia :
·
Menghasilkan
kualitas penginderaan
·
Menghasilkan
makna dari penginderaan khusus
·
Memberi
tanggapan terhadap hasil penginderaan
·
Memberi
tanggapan pada proses dalam pikiran demi kebaikan
St. Augustinus mengatakan, manusia hanya bisa melakukan penilaian
terhadap tindakannya karena dorongan dari jiwa. Kemampuan jiwa menunjukkan
bahwa kegiatan manusia bukan kegiatan mekanistik.
·
Masalah
Kebebasan Manusia
·
Pengertian
·
Umum
Kebebasan adalah kebebasan negatif, tidak ada hambatan
(paksaan,halangan,aturan)
·
Khusus
·
Kebebasan
adalah penyempurnaan diri (filsafat proses whitehead)
·
Kesanggupan
memilih dan memutuskan
·
Kebebasan
eksistensial, manusia bebas memilih demi dirinya sendiri, dalam arti kemampuan
untuk mengungkapkan berbagai dimensi kemanusiaan.
0.
Kebebasan
sebagai eksistensi manusia , apa argumennya ?
·
Manusia hidup
dalam “kemungkinan dapat” dan selalu berhadapan dengan pilihan berbeda yang
memiliki bobot masing-masing
·
Adanya
tanggung jawab. Bagaimana bila semua orang melakukan semaunya sendiri ? hanya
mereka yang bebaslah yang dapat bertanggung jawab
·
Makna perbuatan
moral ada pada kebebasan
1.
Jenis-jenis
kebebasan :
·
Horizontal :
kesenangan, kesukaan, spontan, pertimbangan intelektual
·
Vertikal :
pilihan moral, pertimbangan tujuan, tingkatan nilai
·
Eksistensial
: posistif, lambang martabat manusia
·
Sosial :
terkait dengan orang lain
Nilai humanistik dalam kebebasan eksistensial :
·
Melibatkan
pertimbangan
·
Mengedepankan
nilai kebaikan
·
Menghidupkan
otonomi, terutama bagi diri sendiri
·
Menyertakan
tanggung jawab
0.
Jiwa dan
kebebasan
Eksistensi jiwa dalam tubuh memampukan manusia
untuk menghadirkan diri secara penuh di dunia dan memampukan manusia menentukan
perbuatannya. Dalam fungsi menentukan perbuatan, jiwa berhubungan dengan
kehendak bebas. Karena jiwalah manusia menjadi makhluk bebas. Kebebasan
merupakan kebutuhan mendasar manusia.
Menurut pandangan determinisme
Determinisme adalah aliran yang menolak kebebasan sebagai
kenyataan hidup bagi manusia. Seluruh kegiatan manusia di dunia berjalan
menurut keharusan yang bersifat deterministik.
0.
Sejarah
perkembangan masalah kebebasan
·
Filsafat
Yunani tidak memberikan jawaban yang memuaskan karena :
.
Ada pandangan
bahwa semua hal ditentukan oleh nasib
a.
Masih kental
dengan mitos tentang para dewa
b.
Menurut
pemikiran Yunani, manusia adalah bagian dari alam, maka manusia harus mengikuti
hukum umum yang mengaturnya
c.
Manusia
terpengaruh oleh sejarah yang bergerak secara siklis
·
Zaman abad
pertengahan
Kebebasan dilihat dalam prospektif Teosentrik
(ke-Tuhanan)
·
Zaman modern
Teosentrik digantikan oleh Antroposentrik (kemanusiaan)
·
Zaman
komtemporer (zaman kini atau postmodernisme)
Kebebasan dipermasalahkan dari sudut pandang sosial
·
Kebebasan
dalam pemikiran timur
Membebaskan diri dari kendala keinginan egoistik dan dari
kecemasan untuk mencapai kesatuan dan pengendalian diri.
BAB V
HUBUNGAN
FILSAFAT, ILMU DAN AGAMA
A. Pengertian Ilmu
Ilmu adalah pengetahuan yang
pasti, sistematis, metodik, ilmiah dan mencangkup kebenaran umum mengenai objek
studi. Menurut Endang Saifudin Anshari (1987:49-50) ilmu pengetahuan atau
ilmu adalah usaha pemahaman manusia mengenai kegiatan, stuktur, pembagian,
hukum tentang ihwal yang diselidiki melalui pengindraan dan dibuktian
kebenarannya melalui riset. Ilmu memiliki dua objek yaitu objek materi dan
objek formal.
Tidak semua pengetahun dapat
dikatakan ilmu, sebab kalau semua pengetahuan dikatakan ilmu tentu banyak yang
bisa dikatakan ilmu, karena pengetahuan itu sifatnya baru sebatas tahu, akan
tetapi sebaliknya semua ilmu adalah pengetahuan
Dikalangan masyarakat umum
Indonesia, dipahami bahwa ilmu itu adalah pengetahuan tentang segala sesuatu
yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan itu, dan yang lebih
awam lagi mengartikan ilmu itu dengan pengetahuan dan kepandaian tentang
sesuatu persoalan, baik itu persoalan sosial kemasyarakatan maupun persoalan
ekonomi, persoalan agama dan lain-lain sebagainya, seperti soal pergaulan, soal
pertukangan, soal duniawi, soal akhirat, soal lahir, soal batin, soal dagang,
soal adat istiadat, soal pertanian, soal gali sumur dan lain-lain
sebagainya.
Pengertian Filsafat
Pengertian Filsafat
Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang mengkaji tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan segala
sesuatu secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat yang sebenarnya. Kata
filsafat yang terambil dari Bahasa Yunani, yaitu philosophia yang berarti
kebijaksanaan atau mencintai kebijaksanaan. Objek filsafat terdiri
dari dua objek yaitu objek materi dan objek formal. Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa yang menjadi objek filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan
yang mungkin ada.
Menurut Poedjawijatna, filsafat itu juga dapat dikatakan adalah
suatu ilmu yang berusaha
mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran
belaka. Selanjutnya beliau mengkategorikan filasafat itu kedalam golongan ilmu,
maka oleh karena itu filsafat harus bersifat ilmiah, yaitu menuntut kebenaran,
memilki metode, bersistem dan harus berlaku umum.
Pengertian Agama
Kata agama berasal dari Bahasa
Sansekerta berasal dari kata a dan gama. A berarti “tidak” dan gama berarti
“kacau”. Jadi kata agama diartikan tidak kacau, tidak semrawut hidup menjadi
lurus dan benar.
Pengertian agama menunjukkan
kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk mencari keridhoan Allah.
Agama menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga
disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban
yang bertalian dengan kepercayaan tersebut
Agama pada umumnya dipahami sebagai :
Agama pada umumnya dipahami sebagai :
·
Satu sistem
credo ( tata keimanan atau tata keyakinan ) atas adanya sesuatu yang mutlak di
luar manusia.
·
Satu sistem
siyus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu.
·
Satu sistem
norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan
alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan
termaksud diatas.
Hubungan antara Ilmu, Filsafat, dan Agama
Anshari (dalam Kompasiana
2012) menyatakan, baik ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan
(sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu
pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan
manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik
tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya
pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia
tentang alam, manusia dan Tuhan. Masih menurutnya, baik ilmu maupun filsafat,
keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia.
Sebenarnya hakikat manusia itu
adalah mahkluk pencari kebenaran, karena ia dibekalikan oleh Allah Swt dengan
akal pikiran, akan tetapi akal pikiran yang suci yang tidak terkontaminasi
dengan yang lain, yang dibimbing oleh nilai-nilai agama, karena dengan akal
pikiran yang dibimbing oleh nilai-nilai agama itulah yang bisa mencapai
kebenaran.
Paling tidak ada tiga sarana
atau jalan untuk mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu, yaitu:
melalui filsafat, melalui ilmu pengetahuan dan melalui agama, yaitu melalui
wahyu dari Sang Pencipta Kebenaran yang Mutlak dan Abadi. Ketiga sarana atau
jalan itu masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri di dalam mencari,
menghampiri dan menemukan kebenaran itu. Ketiga sarana tersebut juga mempunyai
titik persamaan, titik perbedaan dan titik singgung (hubungan) antara yang satu
dengan yang lainnya
Jalinan Fisafat dengan Agama
·
Agama adalah
unsur mutlak dan sumber kebudayaan, sedangkan filsafat adalah salah satu unsur
kebudayaan.
·
Agama adalah
ciptaannya Tuhan, sedangkan filsafat hasil spekulasi manusia.
·
Agama adalah
sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan (science), dengan
filsafat menguji asumsi-asumsi science.
·
Agama mendahulukan
kepercayaan dari pada pemikiran,sedangkan filsafat mempercayakan sepenuhnya
kekuatan daya pikiran.
·
Agama
mempercayai akan adanya kebenaran dan yang kenyataan dogma-dogma agama,
sedangkan filsafat tidak mengakui dogma-dogma sebagai kenyataan tentang
kebenaran.
Dengan demikian,
terlihat jelas bahwa peran agama terhadap filsafat ialah meluruskan
filsafat yang spekulatif kepada kebenaran mutlak yang ada pada agama. Sedangkan
peran filsafat terhadap agama ialah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaran
mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis. Hal ini di dukung pernyataan
yang menyatakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan agama, malahan
filsafat yang sejati itu adalah terkandugdalamagama(HamzahAbbas,1981:29).
Jalinan Filsafat dengan
Ilmu
Filsafat berbicara tentang
ilmu, begitulah Kattsoff (1996:1905) mengutarakan jalinan filsafat dengan ilmu.
Bahasa yang dipakai dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu dan
bukannya di dalamnya ilmu. Antara filsafat dan ilmu memiliki persamaan, dalam
hal bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu
berpikir filosofis, spekulatif, dan empiris ilmiah. Perbedaaan antara keduanya,
terutama untuk filsafat menentukan tujuan hidup dan ilmu menentukan sarana untuk
hidup. Karenanya, filsafat inilah kemudian disebut sebagai induknya ilmu
pengetahuan.
Persamaan Ilmu, Filsafat, dan Agama
Yang paling pokok persamaan
dari ketiga bagian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mencari
kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri, mencari kebenaran
tentang alam dan termasuk di dalamnya manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri
pula, menghampiri kebenaran, baik tentang alam, maupun tentang manusia, yang
belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar atau diatas
jangkauannya, ataupun tentang Tuhan. Agama dengan karakteristiknya sendiri pula
memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik
tentang alam, manusia, atau tentang Tuhan.
Perbedaan Ilmu, Filsafat, dan Agama
Terdapat perbedaan yang
mencolok antara ketiga aspek tersebut, dimana ilmu dan filsafat bersumber dari
akal budi atau rasio manusia. Sedangkan agama bersumber wahyu dari Tuhan. Ilmu
pengetahuan mencari kebenaran dengan cara penyelidikan (riset), pengalaman
(empiri), dan percobaan (eksperimen). Filsafat menemukan kebenaran atau
kebijakan dengan cara penggunaan akal budi atau rasio yang dilakukan dengan
cara mendalam, menyeluruh, dan universal. Kebenaran yang diperoleh atau
ditemukan oleh filsafat adalah murni hasil pemikiran (logika) manusia, dengan
cara perenungan (berpikir) yang mendalam (radikal) tentang hakikat segala
seuatu (metafisika). Sedangkan agama mengajarkankebenaran atau memberi
jawaban tentang berbagai masalah asasi melalui wahyu atau kitab suci yang berupa
firman Tuhan.
Kebenaran yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan adalah kebenaran
positif yaitu kebenaran yang masih berlaku sampai dengan ditemukan kebenaran
atau teori yang lebih kuat dalilnya atau alasannya. Kebenaran filsafat adalah
kebenaran spekulatif, berupa dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris,
riset, dan eksperimen. Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat keduanya
nisbi (relatif). Sedangkan kebenaran agamabersifat mutlak (absolut), karena
ajaran agama adalah wahyu yang diturunkan oleh yang Maha Benar, yang Maha
Mutlak
BAB VI
SEJARAH
FILSAFAT BARAT
.
FILSAFAT ZAMAN KLASIK
Filsafat, terutama filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira
abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan
keadaan alam, dunia dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan
diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaannya. Fenomena ini
menimbulkan suatu perubahan dalam proses berfikir dari mempercayai mitos-mitos
yang berkembang ditengah masyarakat menjadi pemikiran yang lebih masuk akal.
Orang Yunani pertama yang diberi gelar filsuf ialah Thales dari
Mileta. Para filsuf Miletus mempermasalahkan alam, bukan manusia yang
dipermasalahkan. Menurut Thales azas pemula ini ialah air, yang dalam
sifatnya yang bergerak-gerak merupakan azas kehidupan segala
sesuatu. Inilah pemikiran filsuf pada masa itu dan dilanjutkan dengan
filsuf-filsuf yang lain seperti Phytagoras, Anaximander, Demokritus,
Parmenides dan Heraklitus. Mereka itu biasanya disebut filsuf pra Socrates.
Kemudian zaman Socrates
(469-399 SM) ditandai dengan kemunculan kaum sofis yang berarti cendikiawan,
atau diartikan dengan orang bayaran. Karena mereka mengajar dengan mengambil
upah dan ini merupakan pekerjaan yang hina pada zaman itu.
Tokoh-tokoh filsuf yang
terkenal pada masa klasik antara lain :
.
Socrates
Menurut Socrates,
pengetahuan dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan terhadap hal-hal yang
konkrit dan beragam corak, namun masih termasuk dalam jenis yang sama. Unsur-unsur
yang berbeda kemudian dihilangkan, sehingga tinggal unsur yang sama dan
bersifat umum sebagai pengetahuan yang sejati. Dengan demikian, Socrates
mengemukakan : “Barangsiapa yang memiliki pengertian sejati, akan memiliki
kebajikan (arête) atau keutamaan moral, sehingga dapat menjadi manusia yang
sempurna”
·
Plato (427 – 347 SM)
Plato merupakan murid setia Socrates. Titik tolak
pemikiran filsafatnya adalah menentukan mana yang paling benar, pengetahuan
yang didapatkan dari pengalaman atau pengetahuan indra yang berubah-ubah (Heracleitos)
atau pengetahuan yang didapatkan dari akal yang tetap (Parmenides). Di
bidang politik, Plato memperkenalkan konsep penting, yang menyebutkan di
dalam negara ideal terdapat tiga golongan sebagai berikut:
·
Pemerintah sebagai golongan tertinggi (para penjaga,
para filsuf).
·
Prajurit sebagai golongan pembantu, yang menjaga
keamanan negara dan ketaatan warganya.
·
Polis atau golongan rakyat biasa yang bertugas
memikul ekonomi negara (petani, pedagang, tukang).
·
Aristoteles (348 – 322 SM)
Aristoteles merupakam filsuf yang
mengembangkan konsep logika yang disebutnya sebagai analitika dan etika.
Di bidang ilmu pengetahuan, Aristoteles membagi ilmu pengetahuan
menjadi:
·
Ilmu pengetahuan praktis (etika dan politik).
·
Ilmu pengetahuan produktif (teknik dan kesenian).
·
Ilmu pengetahuan teoretis(fisika, matematika, dan
metafisika).
Dari pemikiran-pemikiran
filsuf diatas bisa diambil ciri-ciri filsafat barat zaman klasik antara lain :
·
Ilmu pengetahuan masih bersifat umum.
·
Kebanyakan masih memikirkan asal usul kehidupan.
·
Masih ada perbedaan pemikiran antara filsuf satu
dengan yang lain.
·
Pembagian ilmu pengetahuan masih terbatas.
·
FILSAFAT
BARAT ABAD PERTENGAHAN
Filsafat yunani mengalami kemegahan dan kejayaannya dengan hasil
yang sangat gemilang,yaitu melahirkan peradaban yunani. menurut pandangan
sejarah filsafat ,dikemukakan bahwa peradaban yunani merupakan titik tolak
peradaban manusia didunia.maka sejarah pandanagan sejarah filsafat dikemukakan
didunia.giliran selanjutnya adalah warisan peradaban yunani jatuh ke tangan
kekuasaan Romawi.kekuasaan romawi memperlihatkan kebesaran dan kekuasaannya
hingga daratan Eropa (Britania), tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat
yunani juga ikut terbawa.hal ini berkat peran caesar augustus yang mencipta
masa keemasan kesusastraan latin ,kesenian, dan arsitektur Romawi.
Setelah filsafat yunani sampai kedaratan Eropa, di sana
mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya. Karena bersamaan dengan agama
kristen, filsafat yunani berintergrasi dengan agama kristen, sehingga membentuk
suatu formulasi baru. Maka, munculah filsafat Eropa yang sesungguhnya sebagai
penjelmaan filsafat yunani setelah berintegrasi dengan agama kristen.
Didalam masa pertumbuhannya dan perkembangannya filsafat eropa
(kira-kira selama 5 abad) belum munculkan ahli pikir (filosof), akan tetapi
setelah abad ke 6 M, barulah muncul para ahli pikir yang mengadakan
penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat eropa yang mengawali kelahiran filsafat
barat abad pertengahan.
Kekuatan pengaruh antara filsafat yunani dengan agama kristen
dikatakan seimbang. Apabila tidak seimbang pengaruhnya, maka tidak mungkin
berintegrasi membentuk suatu formula baru. Walaupun agama kristen relatif masih
baru keberadaannya, tetapi pada saat itu muncul anggapan yang sama terhadap
filsafat yunani ataupun agama kristen.
Filsafat barat abad pertengahan (476-1492) juga dapat dikatakan
sebagai abad gelap.pendapat ini didasarkan pada pendekatakan sejarah gereja.
Memang pada saat itu tindakan gereja sangat membeleggu kehidupan manusia
sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang
terdapat dalam dirinya. para ahli pikir pada saat itu pun tidak memiliki
kebebasan berpikir.apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan
dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakan akan mendapatkan hukuman berat.
Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio
terhadap agama.karena itu,kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan
ketentuan gereja akan mendapat larangan yang ketat.yang berhak mengadakan
penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian,ada
juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang yang murtad dan
kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). pengejaran terhadap orang-orang
murtad ini mencapai puncaknya pada saat Paus Innocentius III di akhir abad XII,
dan yang paling berhasil dalam pengejaran orang-orang murtad ini di Spanyol.
Ciri-ciri pemikiran barat abad Pertengahan adalah :
·
Cara
berfilsafatnya dipimpin oleh gereja
·
Berfilsafat
di dalam lingkungan ajaran Aristoteles
·
Berfilsafat
dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.
Masa abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa
yang penuh dengan upaya mengiring manusia ke dalam kehidupan/sistem kepercayaan
yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta.
Karena itu perkembangan terhambat.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk
membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Namun, di sisi lain,dominasi gereja
ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan,
pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Masa abad pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu : masa
patristik dan masa skolastik.
·
Masa
Patristik
Istilah patristik berasal dari kata latin pater atau
bapak,yang artinya para pemimpin gereja.para pemimpin gereja ini dipilih dari
golongan atas atau golongan ahli pikir. dari golongan ahli pikir inilah
menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya.mereka ada yang menolak filsafat
yunani dan ada yang menerimanya.
Bagi mereka yang menolak,alasannya karena beragapan bahwa sudah
mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, dan tidak dibenarkan apabila
mencari sumber kebenaran yang lain seperti dari filsafat Yunani. bagi mereka
yang menerima sebagai alasannya beranggapan bahwa walaupun telah ada sumber
kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunakan filsafat
yunani hanya diambil metodenya saja (tata cara berfikir). juga, walaupun
filsafat yunani sebagi kebenaran manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan
Tuhan. Jadi, memakai atau menerima filsafat yunani diperbolehkan selama dalam
hal-hal tertentu tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang-orang
yang menerima filsafat yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang kristen yang
menolak filsafat yunani) itu munafik kemudian, orang yang dituduh munafik
tersebut menyangkal, bahwa tuduhan tersebt dianggap fitnah.dan pembelaan dari
orang-orang yang menolak filsafat yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang
benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.
Akibatnya, muncul upaya untuk membela agama kristen, yaitu para
apologis (pembela agama kristen) dengan kesadarannya membela iman kristen dari
serangan filsafat yunani.para pembela iman kristen tersebut adalah justinus
martir, klemenspembela iman kristen tersebut adalah Justinus Martir, Irenaeus,
Klemens, Origenes, Gregorius, Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos,
Au-Relius Augustinus.
0. Masa Skolastik
Istilah
skolastik adalah kata sifatbyang berasal dari kata school, yang berarti
sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah.
Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad
pertengahan.
Filsafat
skolastik ini berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor berikut.
.
Faktor
Religius
Faktor
religious dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya.yang dimaksud dengan
faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berkehidupan religius.
Mereka beranggapan bahwa hidup didunia ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussallem,
dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata
saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia yangt menjadi tanah airnya adalah surga.
Manusia tidak dapat sampai ke tanah airnya (surga) dengan kemampuannya sendiri,
sehingga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat kodratnya
mempunyai cela atau kelemahhan yang dilakukan (diwariskan) oleh adam,
mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebas dan
pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka, hanya
deengan jalan pengampunan inilah manusia dapat tertolong agar dapat mencapai
tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar
pemikiran filsafatnya.
·
Faktor Ilmu
Pengetauhan
Pada saat itu telsh banyak didirikan lembaga
pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja, ataupun dari keluarga
istana. Kepustakaannya di ambil dari para penulis latin, arab (islam), dan
yunani.
Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode,
yaitu:
·
Skolastik
Awal, berlangsung dari tahun 800-1200
·
Skolastik
Puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300
·
Skolastik
Akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450
C. FILSAFAT ZAMAN MODERN
Para filosof zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis
filsafat, maka corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris.
Filsafat Barat modern dengan demikian memiliki corak yang berbeda dengan
filsafat Abad Pertengahan. Letak perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan
politik dan ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan
mutlak dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman Modern
otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri.
Manusia pada zaman modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh
kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang mengikat itu
adalah agama dengan gerejanya serta Raja dengan kekuasaan politiknya yang
bersifat absolut.
A. Macam – Macam
Filsafat Era Modern
1. Renaisanse
Dalam menentukan kapan peralihan dari zaman pertengahan ke zaman modern
itu sangatlah sulit sekali, karena banyak ahli yang berbeda pendapat
tentang masalah ini, ada yang mengatakan pada masa keruntuhan Konstatinofel
yang ditaklukan oleh Turki Usmani pada tahun 1453, ada juga yang mengatakan
ketika Colombus menemukan Benua Amerika itu menjadi awal dari zaman modern, ada
lagi pada gerakan reformasi keagamaan yang dilakukan oleh Martin Luther pada
tahun 1517. Tapi pendapat yang mayoritas dari para ahli adalah gerakan
renaisans pada abad 15 dan 16, kemudian pada abad ke 17 itu menjadi awal mula
dari filsafat modern.
Renaisanse berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang
berarti kelahiran kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh
para ahli sejarah untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual yang
terjadi di Eropa, khususnya di Italia sepanjang abad ke 15 dan ke 16. Istilah
ini mula-mula digunakan oleh seorang ahli sejarah terkenal yang bernama
Michelet, kemudian dikembangkan oleh J. Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah
yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan
kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai periode yang dilawankan
dengan periode Abad Pertengahan.
Pada zaman ini juga banyak ditemukan berbagai keilmuan yang terkenal
sampai sekarang, dengan tokoh sebagai berikut :
.
Nicolaus Copernicus (1473-1543) penemu di bidang
astronomi.
a.
Galileo Galilei (1564-1642) penemu teleskop.
b.
Francis Bacon (1561-1626) seorang filosof dan
politikus Inggris.
2.
Rasionalisme
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang
telah dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad
ke-17. Abad ke-17 adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam
artian yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang
besar terhadap kemampuan akal, bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal
segala macam persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan
dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan.
Keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal telah berimplikasi
kepada perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya, terhadap
kepercayaan yang bersifat dogmatis seperti yang terjadi pada abad
pertengahan, terhadap norma-norma yang bersifat tradisi dan terhadap apa saja
yang tidak masuk akal termasuk keyakinan-keyakinan dan serta semua anggapan
yang tidak rasional.
Dengan kekuasaan akal tersebut, orang berharap akan lahir suatu dunia
baru yang lebih sempurna, dipimpin dan dikendalikan oleh akal sehat manusia.
Kepercayaan terhadap akal ini sangat jelas terlihat dalam bidang filsafat,
yaitu dalam bentuk suatu keinginan untuk menyusun secara apriori suatu sistem
keputusan akal yang luas dan tingkat tinggi. Corak berpikir yang sangat
mendewakan kemampuan akal dalam filsafat dikenal dengan nama aliran
rasionalisme.
Pemikiran yang mengatas
namakan rasionalisme ini banyak didukung oleh para ahli pada bidang filsafat,
diantaranya adalah :
.
Rene Descartes (1595-1650).
a.
Baruch Spinoza (1632-1677)
b.
Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716)
Yang dianggap sebagai bapak filsafat modern itu adalah tokoh yang
pertama pada filsafat modern yaitu Rene Descartes yang lebih akrab
dipanggil Descartes. Dengan adanya filsafat yang menjorok pada modern ini, kita
mampu mengeluarkan pemikiran - pemikiran kita tentang apa yang sedang
dibutuhkan di ranah filsafat.
3. Empirisme
Para pemikir di Inggris bergerak ke arah yang berbeda dengan tema yang
telah dirintis oleh Descartes. Mereka lebih mengikuti Jejak Francis Bacon,
yaitu aliran empirisme. Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan
peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan
mengecilkan peran akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang
berarti pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan rasionalisme.
Akan tetapi tidak berarti bahwa rasionalisme ditolak sama sekali. Dapat
dikatakan bahwa rasionalisme dipergunakan dalam kerangka empirisme, atau
rasionalisme dilihat dalam bingkai empirisme.
Jadi selebihnya penjelasan dari empirisme adalah sebuah aliran filsafat
modern yang sangat berlawanan dengan rasionalisme, karena aliran ini banyak
menekankan pada pengalaman yang terjadi pada diri dari ahli yang mengalaminya
itu. Karena sebagian dari teori yang ada pada aliran ini adalah pengalaman yang
benar – benar dialami oleh para ahli yang kemudian membuat aliran filsafat
empirisme ini.
Orang pertama pada abad ke-17 yang mengikuti aliran empirisme di Inggris
adalah Thomas Hobbes (1588-1679). Jika Bacon lebih berarti dalam bidang metode
penelitian, maka Hobbes dalam bidang doktrin atau ajaran. Hobbes telah menyusun
suatu sistem yang lengkap berdasar kepada empirisme secara konsekuen. Meskipun
ia bertolak pada dasar-dasar empiris, namun ia menerima juga metode yang dipakai
dalam ilmu alam yang bersifat matematis.Ia telah mempersatukan empirisme dengan
rasionalisme matematis. Ia mempersatukan empirisme dengan rasionalisme dalam
bentuk suatu filsafat materialistis yang konsekuen pada zaman modern.
Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat
umum, sebab filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau
akibat-akibat, atau tentang penampakan-panampakan yang kita peroleh dengan
merasionalisasikan pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau
asalnya. Sasaran filsafat adalah fakta-fakta yang diamati untuk mencari
sebab-sebabnya. Adapun alatnya adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan
dengan kata-kata yang menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam pengamatan
disajikan fakta-fakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada
dalam kesadaran kita. Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan
pengertian-pengertian; ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada
benda-benda yang bergerak. Menurut Hobbes, tidak semua yang diamati pada
benda-benda itu adalah nyata, tetapi yang benar-benar nyata adalah gerak dari
bagian-bagian kecil benda-benda itu. Segala gejala pada benda yang menunjukkan
sifat benda itu ternyata hanya perasaan yang ada pada si pengamat saja. Segala
yang ada ditentukan oleh sebab yang hukumnya sesuai dengan hukum ilmu pasti dan
ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan sebab akibat termasuk situasi kesadaran
kita.
Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh
melalui pengalaman. Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal
pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman.
Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya
pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian.
BAB VII
Filsafat Ilmu Pengetahuan ( Epistemologi )
A. Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari Bahasa Yunani Episteme dan Logos.
Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan Logos diartikan
pikiran, kata, atau teori. Secara etimologi Epistemologi dapat diartikan, teori
pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam
bahasa Inggrisnya menjadi Theory of Knowledge.
Epistemologi (ma’rifah) dalam bahasa Arab mempunyai banyak penggunaan, tetapi lazimnya berarti pengetahuan (knowledge), kesadaran (awareness), dan informasi. Adakalanya digunakan dalam arti pencerahan khusus (idrak juz’i/ particular perception), kadang-kadang juga dipakai dalam arti ilmu yang sesuai dengan kenyataan dan melahirkan kepastian dan keyakinan. Pengetahuan yang menjadi pokok bahasan epistemologi boleh jadi mempunyai salah satu pengertian tersebut atau pengertian lainnya. Pembahasan mengenai epistemologis tidak terbatas pada satu jenis pengetahuan. Konsep pengetahuan merupakan salah satu konsep paling jelas dan nyata (badihi/ self-evident). Epistemologis dapat didefinisikan sebagai “bidang ilmu yang membahas pengetahuan manusia, dalam berbagai jenis dan ukuran kebenaran.”
Epistemologi (ma’rifah) dalam bahasa Arab mempunyai banyak penggunaan, tetapi lazimnya berarti pengetahuan (knowledge), kesadaran (awareness), dan informasi. Adakalanya digunakan dalam arti pencerahan khusus (idrak juz’i/ particular perception), kadang-kadang juga dipakai dalam arti ilmu yang sesuai dengan kenyataan dan melahirkan kepastian dan keyakinan. Pengetahuan yang menjadi pokok bahasan epistemologi boleh jadi mempunyai salah satu pengertian tersebut atau pengertian lainnya. Pembahasan mengenai epistemologis tidak terbatas pada satu jenis pengetahuan. Konsep pengetahuan merupakan salah satu konsep paling jelas dan nyata (badihi/ self-evident). Epistemologis dapat didefinisikan sebagai “bidang ilmu yang membahas pengetahuan manusia, dalam berbagai jenis dan ukuran kebenaran.”
Epistemologi sering juga
disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan
kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria
pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.
Beberapa ahli yang
mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah adalah D.W
Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian –
pengandaian serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan
bahwa orang memiliki pengetahuan.
Dan karena epistemologi
adalah bagian filsafat yang membicarakan Tentang “bagaimana kita mendapatkan
pengetahuan?” sehingga untuk memperoleh jawabannya, kita harus terlebih dahulu
mengetahui sumber pengetahuannya dan tentang terjadinya pengetahuan maupun asal
mulanya pengetahuan. Dan harus menggunakan metode ilmiah sehingga pengetahuan
itu dapat dipastikan kebenarannya.
B.Teori
Pengetahuan
1.Teori Plato
tentang pengingatan kembali
Teori Plato tentang
pengingatan kembali adalah teori yang berpendapat bahwa
pengetahuan adalah fungsi mengingat kemabli informasi-informasi yang
telah lebih dulu diperoleh. Ia mendasarkan nya pada filsafat tertentunya
tentang alam ide dan keazalian jiwa. Plato yakin bahwa jiwa manusia ada dalam
bentuk berdiri sendiri, terlepas dari badan, sebelum badan itu ada.
Teori ini berdasarkan
atas dua proposisi berikut : pertama, bahwa jiwa sudah ada sebelum adanya badan
di alam yang lebih tinggi dari pada alam materi. Kedua, bahwa pengetahuan
rasional tidak lain adalah pengetahuan tentang realitas-realitas yang tetap
dialam yang lebih tinggi, yang oleh plato disebut dengan archetypes.
2.Teori
Rasional
Teori rasional adalah
teori para filosof eropa seperti Descrates (1596-1650) dan Immanuel Kant
(1724-1804), dan lain-lain. Teori-teori tersebut terangkum dalam kepercayaan
adanya dua sumber bagi konsepsi. Pertama, penginderaan (sensasi). Kedua, adalah
fithrah, dalam arti bahwa akal manusia memiliki pengertian-pengertian dan
konsepsi-konsepsi yang tidak muncul dari indera. Tetapi ia sudah ada (tetap)
dalam lubuk fitrah.
Para kaum rasionalis
tidak dapat dapat menjelaskan alasanya munculnya sejumlah gagasan dan konsepsi
dari indera, karena memang ia bukan konsepsi-konsepsi indrawi. Maka ia harus
digali secara esensial dari lubuk jiwa. Untuk itu, kita dapat membantah teori
itu melalui dua cara.
Pertama, menganalisa
pengetahuan sedemikian sehingga dapat menisbahkan semuanya itu kepada indera
dan merumuskan pemahaman mengenai cara munculnya konsepsi-konsepsi dari indera.
Analisis seperti ini akan membuat teori tentang ide fitri tak beralasan
sama sekali, karena ia berdasarkan pemisahan total beberapa ide dari wilayah
alam indera.
Cara kedua, adalah metode
filosofis untuk menolak (pandangan mengenai) konsepsi-konsepsi fitri. Ia
berdasarkan atas kaidah yang menyatakan bahwa suatu kebergandaan efek tidak
mungkin efek tidak mungkin keluar dari sesuatu yang sederhana.
3.Teori
Empirikal
Teori emperikal
mengatakan bahwa penginderaan adalah satu-satunya yang membekali akal manusia
dengan konsepsi-konsepsi dan gagasan, dan (bahwa potensi mental akal budi)
adalah potensi yang mencerminkan dalam berbagai persepsi inderawi. Akal
budi, berdasarkan teori adalah, hanyalah mengelola konsepsi-konsepsi
gagasan-gagasan inderawi.
4.Teori Disposesi
Teori ini, secara umum,
adalah teori para filosof muslim. Ia terangkum dalam pembagian
konsepsi-konsepsi mental menjadi dua bagian : Konsepsi-konsepsi
primer dan konsepsi sekunder.
Konsepsi-konsepsi primer
adalah dasar konseptual bagi akal manusia. Ini lahir dari
persepsi secara langsung terhadap kandungan-kandungannya. Kita
mengkonsepsi panas karena kita mempersepsinya dengan perabaan, mengkonsepsi
warna karena kita mempersepsikannya dengan penglihatan. Dari ide-ide itu,
terbentuklah kaidah pertama (primer) bagi konsepsi. Dan berdasarkan kaidah itu,
akal memunculkan konsepsi-konsepsi sekunder (turunan)
C.Pengetahuan
Dan Kebenaran
Jika seseorang
mempermasalahkan dan ingin membuktikan apakah pengetahuanitu bernilai benar,
menurut para ahli epostemologi dan ahli filsafat, pada umumnya untuk
membuktikan bahwa pengetahuan bernilai benar, seseorang menganalisis terlebih
dahulu cara, sikap dan sarana yang digunakan untuk membangun suatu
pengetahuan.Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran (Surajiyo,
2005) antara lain sebagaiberikut :
1. The
correspondence theory of truth (Teori Kebenaran Saling Berkesesuian).
Berdasarkan teori pengetahun Aristoteles yang menyatakan bahwa kebenaran itu
berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang
sungguh merupakan halnya atau faktanya..
2. The Semantic
Theory of Truth (Teori Kebenaran berdasarkan Arti). Berdasarkan Teori
Kebenaran Semantiknya Bertrand Russell, bahwa kebenaran (proposisi) itu
ditinjau dari segi arti atau maknanya.
3. The consistence
theory of truth (Teori Kebenaran berdasarkan Konsisten). Menurut teori
ini, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
4. The pragmatic
theory of truth (Teori Kebenaran berdasarkan Pragmatik). Yang dimaksud
dengan teori ini ialah bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori
semata-mata bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil, atau teori
tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya. Tugas filsafat ilmu 3
5. The Coherence
Theory of Truth(Teori Kebenaran berdasarkan Koheren). Berdasarkan teori
Koherennya Kattsoff (1986) dalam bukunya Element of Philosophy, bahwa suatu
proosisi itu benar, apabila berhubungan dengan ide-ide dari proposisi terdahulu
yang telah dan benar.
6. The Logical
Superfluity of Truth (Teori Kebenaran Logis yang berlebihan).
Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Ayer, bahwa problema kebenaran hanya
merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibatkan suatu pemborosan, karena pada
dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang
sama yang masing-masing saling melingkupi.
7. Teori
Skeptivisme, suatu kebenaran dicari ilmiah dab tidak ada kebenaran yang
lengkap.
8. Teori Kebenaran Nondeskripsi.
Teori yang dikembang oleh penganut filsafat fungsionalisme, yang menyatakan
bahwa suatu statemen atau pernyataan mempunyai nilai benar amat tergantung
peran dan fungsi dari pada pernyataan itu.
D.
Dasar-Dasar Pengetahuan
Penalaran merupakan suatu
proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap dan
bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapat melalui
kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang
dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Penalaran
mempunyai ciri, yaitu: merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir
logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau
menurut logika tertentu dan sifat analitik dari proses berpikirnya,
menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan
untuk analisis tersebut aalah logika penalaran yang bersangkutan, artinya
kegiatan berpikir analisis adalah berdasarkan langkah-langka tertentu. Tidak
semua kegiatan berpikir mendasarkan pada penalaran seperti perasaan dan
intuisi.
Ditinjau dari hakikat
usahanya, maka dalam rangka menemukan kebenaran, kita dapat bedakan jenis
pengetahuan. Pertama, pengetahuan yang didapatkan melalui usaha aktif dari
manusia untuk menemukan kebenaran, baik secara nalar maupun lewat kegiatan lain
seperti perasaan dan intusi. Kedua, pengetahuan yang didapat tidak dari
kegiatan aktif menusia melainkan ditawarkan atau diberikan seperti ajaran
agama. Untuk melakukan kagiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus
diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari sumber kebenaran yaitu dari
rasio (paham rasionalisme) dan fakta (paham empirisme). Penalaran ilmiah pada
hakikatnya merupakan gabungan penalaran deduktif (terkait dengan rasionalisme)
dan induktif (terkait dengan empirisme).
. Penalaran merupakan
proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan
dari penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus
dilakukan dengan suatu cara tertentu. Penarikan kesimpulan dianggap benar jika
penarikan kseimpulan dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan
kesimpulan ini disebut dengan logika.
BAB VIII
FILSAFAT MANUSIA
PENGERTIAN
FILSAFAT MANUSIA
Filsafat Manusia adalah cabang filsafat yang hendak secara khusus
merefleksikan hakekat atau esensi dari manusia. Filsafat Manusia sering juga
disebut sebagai Antropologi Filosofis. Filsafat Manusia memiliki kedudukan yang
setara dengan cabang-cabang filsafat lainnya, seperti etika, epistemologi,
kosmologi, dll. Akan tetapi Filsafat Manusia juga memiliki kedudukan yang
istimewa, karena semua persoalan filsafat itu berawal dan berakhir tentang
pertanyaan mengenai esensi dari manusia, yang merupakan tema utama refleksi
Filsafat Manusia.
Manusia secara bahasa disebut juga insan, yang dalam bahasa arabnya
berasal dari kata ‘nasiya’ yang berarti lupa. Dan jika dilihat dari kata dasar
‘al-uns’ yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena
manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri
dengan keadaan yang baru disekitarnya. Manusia memiliki cara keberadaan yang
sekaligus membedakannya secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam
kenyataan mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir, dan
berfikir tersebut yang menentukan manusia pada hakekat manusia.
PANDANGAN FILSAFAT MANUSIA
MENURUT BEBERAPA AHLI
Manusia juga memiliki karya
yang dihasilkan sehingga berbeda dengan mahluk yang lain. Manusia dalam
memiliki karya dapat dilihat dalam seting sejarah dan seting psikologis situasi
emosional an intelektual yang melatarbelakangi karyanya. Dari karya yang dibuat
manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah. Manusia
juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini
melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi sisi trasendensi
dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang
ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya.
Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah
berbagai macam perfektif. Ada yang mengatakan manusia adalah hewan rasional
(animal rasional) dan pendapat ini diyakini oleh para filosof. Sedangkan yang
lain menilai manusia sebagai animal simbolik, pernyataan tersebut dikarenakan
manusia mengkomunikasikan bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan
simbol-simbol tersebut.
·
ONTOLOGI
Secara terminologi Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos yang berarti “ada” dan logos yang berarti “ilmu”. Sedangkan secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (The theory of being qua being).
Sementara itu, Mulyadi
Kartanegara menyatakan bahwa Ontology diartikan sebagai ilmu tentang wujud
sebagai wujud, terkadang disebut sebagai ilmu metafisiska. Metafisika disebut
sebagai “induk semua ilmu” karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan
paling penting yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni berkenaan
dengan hakikat wujud.
Mulla Shadra berpendapat ‘Tuhan sebagai wujud murni’. Hal ini dibenarkan oleh Suhrawardi bahwa alam merupakan emanasi. Alam merupakan manifestasi (tajalli). Sedang Plato berpendapat bahwa cunia yang sebenarnya adalah dunia ide. Dunia ide adalah sebuah dunia atau pikiran univewrsal (the universal mind). Aristoteles tidak menyangsikan pendapat gurunya (Plato), hanya saja dia lebih percaya bahwa yang kita lihat adalah riil. Sedangkan Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh kehidupan berasal dari air dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah berakhir.
Yang termasuk dalam pembahasan ontologi adalah fisika, matematika dan Metafisika. Fisika sebagai tingkatan yang paling rendah, matematika sebagai tingkatan tengah-tengah sedangkan teologi sebagai tingkatan yang paling tinggi. Alasan pembagian tersebut adalah karena ilmu itu ada kalanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindera, yaitu sesuatu yang berbenda, yaitu fisika. Ada kalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud tersendiri, yaitu matematika. Dan ada yang tidak berhubungan dengan suatu benda yaitu metafisika.
Ontologi juga sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan. Pembahasannya meliputi hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, substansi dan aksiden, yang tetap dan yang berubah, eksistensi dan esensi, keniscayaan dan kerelatifan, kemungkinan dan ketidakmungkinan, realita, malaikat, pahala, surga, neraka dan dosa.
Dengan kata lain, pembahasan ontologi biasanya diarahkan pada pendeskripsian tentang sifat dasar dari wujud, sebagai kategori paling umum yang meliputi bukan hanya wujud Tuhan, tetapi juga pembagian wujud. Wujud dibagi ke dalam beberapa kategori, yakni wajib (wajib al-wujud), yaitu wujud yang niscaya ada dan selalu aktual, mustahil (mumtani’al wujud) yaitu wujud yang mustahil akan ada baik dalam potensi maupun aktualitas, dan mungkin (mumkin al-wujud), yaitu wujud yang mungkin ada, baik dalam potensi maupun aktualitas ketika diaktualkan ke dalam realitas nyata.
Mulla Shadra berpendapat ‘Tuhan sebagai wujud murni’. Hal ini dibenarkan oleh Suhrawardi bahwa alam merupakan emanasi. Alam merupakan manifestasi (tajalli). Sedang Plato berpendapat bahwa cunia yang sebenarnya adalah dunia ide. Dunia ide adalah sebuah dunia atau pikiran univewrsal (the universal mind). Aristoteles tidak menyangsikan pendapat gurunya (Plato), hanya saja dia lebih percaya bahwa yang kita lihat adalah riil. Sedangkan Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh kehidupan berasal dari air dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah berakhir.
Yang termasuk dalam pembahasan ontologi adalah fisika, matematika dan Metafisika. Fisika sebagai tingkatan yang paling rendah, matematika sebagai tingkatan tengah-tengah sedangkan teologi sebagai tingkatan yang paling tinggi. Alasan pembagian tersebut adalah karena ilmu itu ada kalanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindera, yaitu sesuatu yang berbenda, yaitu fisika. Ada kalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud tersendiri, yaitu matematika. Dan ada yang tidak berhubungan dengan suatu benda yaitu metafisika.
Ontologi juga sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan. Pembahasannya meliputi hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, substansi dan aksiden, yang tetap dan yang berubah, eksistensi dan esensi, keniscayaan dan kerelatifan, kemungkinan dan ketidakmungkinan, realita, malaikat, pahala, surga, neraka dan dosa.
Dengan kata lain, pembahasan ontologi biasanya diarahkan pada pendeskripsian tentang sifat dasar dari wujud, sebagai kategori paling umum yang meliputi bukan hanya wujud Tuhan, tetapi juga pembagian wujud. Wujud dibagi ke dalam beberapa kategori, yakni wajib (wajib al-wujud), yaitu wujud yang niscaya ada dan selalu aktual, mustahil (mumtani’al wujud) yaitu wujud yang mustahil akan ada baik dalam potensi maupun aktualitas, dan mungkin (mumkin al-wujud), yaitu wujud yang mungkin ada, baik dalam potensi maupun aktualitas ketika diaktualkan ke dalam realitas nyata.
0.
MATERIALISME
Materialisme merupakan
paham filsfat yang meyakini bahwa esensi kenyataan, termasuk esensi manusia
bersifat material atau besifat fisik. Ciri utaman dari kenyataan material atau
fisik yaitu manempati ruang dan waktu, memiliki keluasan dan bersifat objektif.
Alam spiritual atau jiwa, yang tidak mempunyai ruang, tidak bisa disebut dengan
esensi kenyataan, dan oleh karena itu ditolak keberadaannya.
Para materialis percaya
bahwa tidak ada kekuatan apapun yang besifat spiritual dibalik gejala atau
peristiwa yang bersifat material. Seandainya ada peristiwa atau gejala yang
masih belum diketahui, atau belum bisa dipecahkan oleh manusia, maka hal itu berarti
ada kekuatan yang bersifat spiritual dibelakang peristiwa tersebut, melainkan
karena pengetahuan dan akal manusia yang belum memahaminya apa yang dimaksudkan
tersebut. Jenis lain dari materealisme adalah naturalisme. Disebut naturalisme,
karena karena istilah materi diganti dengan istilah alam (nature) atau
organisme. Materialisme atau naturalisme percaya bahwa setiap gejala, setiap
gerak, bisa dijelaskan menurut hukum kausalitas, hukum sebab akibat, atau hukum
stimulus-respons.
Karena sangat percaya dengan
hukum kausalitas , maka para materealis pada umumnya sangat diterministik.
Mereka tidak mengakui adanya kebebasan atau independensi manusia. Soerang
materealis sangat yakin bahwa tidak ada gerak atau perilaku yang ditimbulkan
oleh dirinya sendiri. Gerak selalu bersifat mekanis, digerakan oleh
kekuatan-kekuatan di luar dirinya (eksternal).
0.
IDEALISME
Idealisme merupakan
kebalikan atau lawan dari materealisme. Menurut aliran ini, kenyataan sejati
adalah berfilsafat, spiritual (oleh sebab itu, aliran ini sering disebut juga
spiritualisme). Para idealisme percaya bahwa ada kekuatan atau kenyataan
spiritual di belakang setiap penampakan atau kejadian. Esensi dari kenyataan
spiritual ini adalah berfikir (res cigitans). Karena kekuatan atau kenyataan
spiritual tidak bisa diukur atau dijelaskan berdasarkan pada Fusngsi metafor
kesadaran manusia untuk menjelaskan kenyataan sejati oleh para idealis, sama
halnya dengan fusngsi metafor hewan (tikus atau anjing) dan komputer untuk
menjelaskan perilaku manusia oleh para behavioris dan oleh para psikolog
kognitif dalam ilmu psikologi.
Demikian juga para idealis
mengalami kesulitan dalam mejelaskan kenyataan sejati yang ada dibalik
penampakan lahiriah, sehingga perlu metafor kesederhanaan manusia untuk
menjelaskannya. Dengan diakuinya kenyataan sejati sebagai bersifat spiritual,
bukan berarti para idealis menolak kekuatan-kekuatan yang bersifat fisik
(material) dan menolak adanya hukum alam.
Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hegel (1770-1831) kekuatan fisik dan hukum alam memang ada,
tetapi keberadaannya merupakan manifestasi dari kekuatan atau kenyataan yang
sejati dan lebih tinggi, yaitu roh Absolut. Jika kenyataan pada dasarnya
bersifat spiritual dan nonfisik, maka hal-hal yang bersifat ideal dan normatif,
seperti agama, hukum, nilai, cita-cita tau ide, memegang peran penting dalam
kehidupan. Hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, serta agama, dan
nilai dalam kehidupan sosial dan pribadi, merupakan norma-norma yang
menggerakkan perilaku manusia dan masyarakat manusia. Di antara para idealis
banyak juga yang yang menekankan kebebsan manusia.
0.
EKSISTENSIALISME
Eksistensialisme adalah
merupakan filsafat dan akar metodologinya berasal dari metoda fenomologi yang
dikembangkan oleh Hussel (1859-1938). Munculnya eksistensialisme berawal dari
ahli filsafat Kieggard dan Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855)
filsafatnya untuk menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang
individu)”. Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial
(manusia melupakan individualitasnya). Kiergaard menemukan jawaban untuk
pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu yang autentik jika
memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan.
Nitzsche (1844-1900) filsuf
jerman tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya
menjadi manusia unggul”. Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai
keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani
Eksistensialisme merupakan
filsafat yang secara khusus mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia
dengan metedologi fenomenologi, atau cara manusia berada. Eksistensialisme
adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan idealisme. Pendapat materialisme
bahwa manusia adalah benda dunia, manusia itu adalah materi , manusia adalah
sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek. Pandangan manusia menurut idealisme
adalah manusia hanya sebagai subjek atau hanya sebagai suatu kesadaran.
Eksistensialisme berkayakinan bahwa paparan manusia harus berpangkalkan eksistensi,
sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-lukisan yang kongkrit.
Eksistensi oleh kaum eksistensialis disebut Eks bearti keluar, sintesi bearti
berdiri. Jadi ektensi berarti berdiri sebagai diri sendiri.
Gerakan eksistensialis dalam
pendidikan berangkat dari aliran filsafat yang menamakan dirinya
eksistensialisme, yang para tokohnya antara lain Kierkegaard (1813 – 1915),
Nietzsche (1811 – 1900) dan Jean Paul Sartre. Inti ajaran ini adalah respek
terhadap individu yang unik pada setiap orang. Eksistensi mendahului esensi.
Kita lahir dan eksis lalu menentukan dengan bebas esensi kita masing-masing.
Setiap individu menentukan untuk dirinya sendiri apa itu yang benar, salah,
indah dan jelek. Tidak ada bentuk universal, setiap orang memiliki keinginan
untuk bebas (free will) dan berkembang. Pendidikan seyogyanya menekankan
refleksi yang mendalam terhadap komitmen dan pilihan sendiri.
Manusia adalah pencipta
esensi dirinya. Dalam kelas guru berperan sebagai fasilitator untuk membiarkan
siswa berkembang menjadi dirinya dengan membiarkan berbagai bentuk pajanan
(exposure) dan jalan untuk dilalui. Karena perasaan tidak terlepas dari nalar,
maka kaum eksistensialis menganjurkan pendidikan sebagai cara membentuk manusia
secara utuh, bukan hanya sebagai pembangunan nalar. Sejalan dengan tujuan itu,
kurikulum menjadi fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan untuk dipilih
siswa. Kelas mesti kaya dengan materi ajar yang memungkinkan siswa melakukan
ekspresi diri, antara lain dalam bentuk karya sastra film, dan drama. Semua itu
merupakan alat untuk memungkinkan siswa ‘berfilsafat’ ihwal makna dari
pengalaman hidup, cinta dan kematian.
Eksistensialisme biasa
dialamatkan sebagai salah satu reaksi dari sebagian terbesar reaksi terhadap
peradaban manusia yang hampir punah akibat perang dunia kedua.Dengan demikian
Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan aliran filsafat yang
bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup
asasi yang dimiliki dan dihadapinya.
Sebagai aliran filsafat,
eksistensialisme berbeda dengan filsafat eksistensi. Paham Eksistensialisme
secara radikal menghadapkan manusia pada dirinya sendiri, sedangkan filsafat
eksistensi adalah benar-benar sebagai arti katanya, yaitu: “filsafat yang
menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.”
Secara singkat Kierkegaard
memberikan pengertian eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu
pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Eksistensialisme menolak
segala bentuk kemutkan rasional. Dengan demikian aliran ini hendak memadukan
hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan situasi sejarah yang ia alami, dan
tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak serta spekulatif. Baginya,
segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang tumbuh dari
dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan hidupnya.
Atas dasar pandangannya itu,
sikap di kalangan kaum Eksistensialisme atau penganut aliran ini seringkali
Nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum. Kebebasan untuk freedom to[4]
adalah lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap dan perbuatannya.
Pandangannya tentang
prendidikan, disimpulkan oleh Van Cleve Morris dalam Existentialism and
Education, bahwa “Eksistensialisme tidak menghendaki adanya aturan-aturan
pendidikan dalam segala bentuk.” Oleh sebab itu Eksistensialisme dalam hal ini
menolak bentuk-bentuk pendidikan sebagaimana yang ada sekarang. Namun bagaimana
konsep pendidikan eksistensialisme yang diajukan oleh Morris sebagai
“Eksistensialisme’s concept of freedom in education”, menurut Bruce F. Baker,
tidak memberikan kejelasan. Barangkali Ivan Illich dengan Deschooling Society,
yang banyak mengundang reaksi di kalangan ahli pendidikan, merupakan salah satu
model pendidikan yang dikehendikan aliran Eksistensialisme tidak banyak
dibicarakan dalam filsafat pendidikan.
Pandangan eksistensialisme
adalah:
Menurut metafisika: (hakekat kenyataan) pribadi manusia tak sempurna, dapat diperbaiki melalui penyadaran diri dengan menerapkan prinsip & standar pengembangan ke pribadian
Epistimologi: (hakekat pengetahuan), data-internal–pribadi, acuannya kebebasan individu memilih
Logika: (hakekat penalaran), mencari pemahaman tentang kebutuhan & dorongan internal melaui analis & introfeksi diri \
Aksiologi (hakekat nilai), Standar dan prinsip yang bervariasi pada tiap individu bebas untuk dipilih-diambil
Etika (hakekat kebaikan), tuntutan moral bagi kepentingan pribadi tanpa menyakiti yang lain
Estetika (hakekat keindahan), keindahan ditentukan secara individual pada tiap orang oleh dirinya
Tujuan hidup menyempurnakan diri melalui pilihan standar secara bebas oleh tiap individu, mencari kesempurnaan hidup
Menurut metafisika: (hakekat kenyataan) pribadi manusia tak sempurna, dapat diperbaiki melalui penyadaran diri dengan menerapkan prinsip & standar pengembangan ke pribadian
Epistimologi: (hakekat pengetahuan), data-internal–pribadi, acuannya kebebasan individu memilih
Logika: (hakekat penalaran), mencari pemahaman tentang kebutuhan & dorongan internal melaui analis & introfeksi diri \
Aksiologi (hakekat nilai), Standar dan prinsip yang bervariasi pada tiap individu bebas untuk dipilih-diambil
Etika (hakekat kebaikan), tuntutan moral bagi kepentingan pribadi tanpa menyakiti yang lain
Estetika (hakekat keindahan), keindahan ditentukan secara individual pada tiap orang oleh dirinya
Tujuan hidup menyempurnakan diri melalui pilihan standar secara bebas oleh tiap individu, mencari kesempurnaan hidup
0. VITALISME
Vitalisme adalah paham
didalam filsafat yang beranggapan bahwa kenyataan sejati pada dasarnya adalah
energi, daya, kekuatan atau nafsu yang bersifat irrasional (tidak rasional).
Vitalisme percaya bahwa seluruh aktivitas atau perilaku manusia pada dasarnya
merupakan perwujudan dari energy-energi atau kekuatan yang tidak rasional atau
instingtif. Acuan utama vitalisme adalah ilmu biologi dan sejarah. Biologi
mengajarkan bagaimana kehidupan ditentukan bukan oleh rasio, melainkan oleh
kekuatan untuk bertahan hidup (survive) yang sifatnya tidak
rasional dan instingtif.
Agar organisme tetap bisa
bertahan hidup, maka tidak ada dan tidak diperlukan pertimbangan rasional,
melainkan naluri untuk mempertahankan hidup. Tingkah laku hewan dan semua jenis
organism termasuk manusia, menunjukkan bagaimana energy yang bersifat
instingtif tersebut sangat menentukan tingkah lakunya. Hewan dan
manusia melalui kehendaknya yang tidak rasional dan liar , justru lebih bisa
mempertahankan hidupnya daripada menggunakan pikiran yang rasional.
KEDUDUKAN DAN
PERAN MANUSIA
Manusia sebagai mahluk yang berdimensional memiliki peran dan
kedudukan yang sangat mulia. Tetapi sebelum membahas tentang peran dan
kedudukan, pengulangan kembali tentang esensi dan eksistensi manusia. Manusia
yang memiliki eksistensi dalam hidupnya sebagai abdullah (kedudukan ketuhanan),
an-nas (kedudukan antar manusia), al insan (kedudukan antar alam), al basyar
(peran sebagai manusia biasa) dan khalifah (peran sebagai pemimpin).
Kedudukan dan peran manusia adalah memerankan ia dalam kelima
eksistensi tersebut. Misalkan sebagai khalifah di muka bumi sebagai pengganti
Tuhan manusia disini harus bersentuhan dengan sejarah dan membuat sejarah
dengan mengembangkan esensi ingin tahu menjadikan ia bersifat kreatif dan
dengan di semangati nilai-nilai trasendensi.
Manusia dengan Tuhan memiliki kedudukan sebagai hamba, yang
memiliki inspirasi nilai-nilai ke-Tuhan-an yang tertanam sebagai penganti Tuhan
dalam muka bumi. Manusia dengan manusia yang lain memiliki korelasi yang
seimbang dan saling berkerjasama dala rangka memakmurkan bumi. Manusia dengan
alam sekitar merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan rasa syukur
kita terhadap Tuhan dan bertugas menjadikan alam sebagai subjek dalam rangka
mendekatkan diri kepada Tuhan. Setiap apa yang dilakukan oleh manusia dalam
pelaksana pengganti Tuhan sesuai dengan maqasid asy-syari’ah. Maqasid
asy-syari’ah merupakan tujuan utama diciptanya sebuah hukum atau mungkin
nilai-esensi dari hukum, di mana harus menjaga agama, jiwa, keturunan, harta,
akal dan, ekologi. Manusia yang memegang amanah sebagai khalifah dalam
melakukan keputusan dan tindakannya sesuai dengan maqasid asy-syari’ah.
TIGA RANTAI
KEHIDUPAN
Kedudulan manusia selain ditinjau dari diri manusia sebagai
abdullah, an-nas, al insan, al basyar dan khalifah, juga ditinjau dari tiga
aspek simbiolis atau hubungan. Hubungan itu berdasar kepada hubungan kepada
Tuhan, kepada manusia dan juga alam. Ketiga hubungan ini harus mampu diperankan
dengan baik oleh seorang manusia agar mampu menjadi seorang manusia ‘sempurna’.
.
Hubungan
kepada Tuhan (Manusia sebagai Hamba)
Dalam kondisi sosial tertentu, tidak sedikit manusia yang
melupakan faktor ketuhanan sehingga mereka menjadi ateis. Utamanya bagi
penganut materialisme yang mempercayai bahwa segala sesuatu berasal dari benda.
Tidak ada unsur spiritual yang membuat benda itu tercipta. Hal ini bertolak
belakang dengan ajaran agama-agama di dunia yang mengatakan sumber segala
sumber ialah Tuhan.
Gagasan yang dilontarkan Al-Kindi itu sangat sama dengan apa yang
diungkapkan Einstein dalam teori relativitas
umum. "Sebelum teori relativitas dicetuskan, fisika
klasik selalu menganggap bahwa waktu adalah absolute,” papar Einstein dalam La
Relativite. Menurut Einstein, kenyataannya pendapat yang dilontarkan oleh
Galileo, Descartes dan Newton itu tak sesuai dengan definisi waktu
yang sebenarnya.
Menurut Al-Kindi, benda, waktu, gerakan dan ruang tak
hanya relatif terhadap satu sama lain, namun juga ke obyek lainnya
dan pengamat yang memantau mereka. Pendapat Al-Kindi itu sama dengan apa yang
diungkapkan Einstein.
Dalam Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi mencontohkan
seseorang yang melihat sebuah obyek yang ukurannya lebih kecil atau lebih besar
menurut pergerakan vertikal antara bumi dan langit. Jika orang itu naik ke atas
langit , dia melihat pohon-pohon lebih kecil, jika dia bergerak
ke bumi, dia melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar.
“Kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu itu kecil atau besar
secara absolut. Tetapi kita dapat mengatakan itu lebih kecil atau lebih besar
dalam hubungan kepada obyek yang lain,” tutur Al-Kindi.
Tuhan diwujudkan sebagai objek pengabdian makhluk di dalam agama.
Sebagai orang yang percaya adanya Tuhan, mansia dituntut untuk mampu
berinteraksi dengan-Nya melalui ajaran spiritual kepercayaan masing-masing yang
dianut. Antara satu agama dengan yang lain ternyata mempunyai kesamaan di tiga
tititk simbiolis tersebut di atas. Islam, Kristen, Katolik. Hindu, Budha dan
Konghucu sebagai agama yang dibenarkan di dalam Indonesia masing-masing
memiliki metode tersendiri. Dalam hal ketuhanan setiap agama memiliki penyembahan
yang berbeda-beda.
Agama, apapun itu pasti mengajarkan hubungan kepada Tuhan sebagai
hubungan yang dinomor-satukan. Ini tidak berarti mengutamakan hubungan
ketuhanan dan memandang remeh hubungan-hubungan yang lain. Namun ketiga
hubungan sebagai manusia perlu dijalankan secara bersamaan. Hanya saja hubungan
kepada Tuhan hendaknya dijadikan patokan untuk berhubungan dengan dua yang
lain. Dengan cara selalu ingat bahwa manusia dan alam merupakan ciptaan Tuhan.
Sebagai manusia perlu adanya interaksi kepada semua makhluk agar kearifan
kehidupan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
·
Hubungan
Antar Manusia. (Manusia sebagai makhluk sosial)
Hubungan lain yang harus dijalankan manusia dalam kedudukannya
sebagai makhluk sosial ialah hubungan antarmanusia itu sendiri. Setelah
membahas mengenai hubungan kepada Tuhan, pasti menimbulkan perbedaan pendapat
antar satu golongan dengan golongan yang lain. Tuhan yang dibahasakan secara
berbeda oleh masing-masing keyakinan bisa menjadi sumber perpecahan apabila tidak
dipahami secara kemanusiaan. Bahwa setiap manusia itu berbeda-beda, pilihan
keagamaan merupakan jalan pribadi yang tidak dapat diganggu gugat keabsahannya.
Munculnya gerakan sparatis menggunakan atribut agama menjadi
contoh bagaimana oknum manusia mengedepankan ego pribadi dibanding kepentingan
masyarakat luas. Hal ini menjadi ironi apabila pergerakan itu semakin
melebarkan sayapnya dan semakin disalahpahami oleh masyarakat luas.
Pengatasnamaan negara merupakan wujud dari mispersepsi kehidupan keberagaman
yang menjadi simbol perpecahan umat.
Perlu dibangun sebuah peradaban manusia yang benar-benar memahami
nilai-nilai keberagaman. Manusia kepada manusia tidak diartikan dengan monoisme
teologi yang tidak mungkin dicapai kesepakatan apabila benar-benar digencarkan.
Apakah oknum-oknum tersebut melupakan satu hal bahwa ada faktor lain yang bisa
merubah jalan hidup manusia? Faktor itulah yang dijadikan oleh Tuhan sebagai
ujian kepada makhluk-Nya dan benar-benar menjadi rahasia serta hak
preogratifnya.
Semua orang boleh mengklaim dirinya lebih baik dibanding yang
lain. Namun itu terbatas pada tataran keyakinan yang tidak harus diungkapkan
dengan gerakan-gerakan yang justru membuat hubungan antarmanusia menjadi
terhalang. Merasa lebih baik merupakan sifat manusiawi yang tidak dapat
dihilangkan, namun dapat dikendalikan dengan pemahaman-pemahaman asas
ketuhanan.
·
Hubungan
kepada Alam (manusia sebagai makhluk)
Hubungan terpenting lainnya ialah hubungan kepada alam. Alam tidak
terjustifikasi sebagai bentuk dari pepohonan, tumbuh-tumbuhan dan lain
sebagainya. Namun alam mencakup semua hal, baik alam yang terlihat maupun yang
tidak terlihat.
Spiritualisme menjadi aliran yang dominan apabila pembahasan
merambah ke alam yang tidak terlihat (ghaib). Di alam ini terdapat
makhluk-makhluk lain yang secara penciptaan sejajar dengan manusia dan partikel
alam lain, namun memiliki keistimewaan yang berbeda dengan material yang
tampak. Perlu pemahaman khusus mengenai alam ini untuk dapat mempercayai dan
meneliti keberadaannya. Kepercayaan terhadap hal ghaib ini berpengaruh terdapat
hubungan ketuhanan sebab beberapa aliran keagamaan tidak menggambarkan secara
detail bagaimana wujud Tuhan sesungguhnya. Dapat disimpulkan hal ini sangat
berkaitan dengan keyakinan.
Untuk objek material mungkin tidak perlu menggali lebih dalam.
Hanya saja nilai-nilai keberagaman perlu dipupuk agar manusia bisa memahami
sisi kehidupan lain selain kehidupan bangsanya. Ada hewan, tumbuh-tumbuhan dan
partikel lain yang butuh sentuhan tangan bijak manusia yang berperan sebagai
pemimpin. Fungsi manusia sebagai khalifah terlihat menonjol peranannya dalam
kehidupan kompleks di dunia antara manusia dan alam.
·
Peran manusia
sebagai manusia biasa
Tujuan hidup manusia dari penciptaan hingga kembali kepada dzat
yang menciptakan menapaki beberapa tahap. Keterhubungan dan
ketersaling-ketergantungan menjadi sistem kehidupan yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Konsekuensinya manusia disebut sebagai makhluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Satu orang membutuhkan
orang lain. Satu desa membutuhkan desa yang lain. Hingga satu negara
membutuhkan negara yang lain untuk merotasi sistem kehidupan sebagai manusia.
Jika ada segolong atau sekelompok manusia yang menyatakan dirinya
paling benar, berarti ia mengabaikan prinsip manusia yang saling bergantung.
Dalam tiga konsep besar yang melibatkan Tuhan, manusia dan alam di atas, peran
manusia tidaklah serta merta menjadi komunitas yang terbaik tanpa dorongan
fasilitas dari faktor-faktor lain.
Maka klasifikasi makhluk dititikberatkan pada data, bukan
semerta-merta menjadikan manusia sebagai komunitas terbaik yang boleh melakukan
seenaknya kepada bagian makhluk yang lain. Karena kesewenang-wenangan ini
menjadikan gagalnya manusia dalam menjalai perannya sebagai khalifah
(pemimpin).
BAB
IX
FILSAFAT ISLAM
2. 1 Pengertian
Filsafat Islam
Al-Farabi mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang
alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Adapun
filsafat Islam adalah pemikiran-pemikiran filsafat yang memberikan kontribusi
pada Islam dan sebaliknya Islam menggunakan filsafat untuk memperkuat
prinsip-prinsip agama. Salah satu prinsip dalam filsafat adalah berpikir
radikal, yang berujung pada pengakuan bahwa alam ini disebabkan oleh suatu zat
yang tidak tergantung siapapun. Dalam bahasa agama zat tersebut adalah Tuhan.
0.
Tokoh-Tokoh
Filsafat Islam
Tokoh filosof Islam yang terkenal di dunia sangatlah banyak, namun
beberapa tokoh yang sudah banyak dikenal antara lain :
·
AL-KINDI
Filsafat baginya adalah pengetahuan tentang yang benar. Tuhan
dalam filsafatnya tidak mempunyai hakikat dalam arti aniyah maupun hamiyah.
Tidak aniyah karena Tuhan tidak masuk dalam benda-benda yang ada dalam alam.
Tidak hamiyah karena Tuhan tidak merupakan genus atau species. Sesuai paham
dalam Islam, Tuhan bagi Al-Kindi adalah pencipta.
0.
AL-FARABI
Berkeyakinan bahwa filsafat tak boleh dibocorkan dan sampai ke
tangan orang awam. Oleh karena itu, para filosof harus menuliskan pendapat-pendapat
dalam gaya bahasa yang gelap agar jangan diketahui oleh sembarang orang. Ia
mengatakan bahwa agama dan falsafat tidak bertentangan, keduanya sama-sama
membawa kepada kebenaran.
0.
IBNU SINA
Berkeyakinan bahwa untuk
membuktikan adanya Tuhan tidak perlu mencari dalil dengan salah satu
makhluk-Nya, tetapi cukup dengan dalil adanya wujud Pertama, yakni wajib
al-wujud. Jagad raya ini mumkin al-wujud yang memerlukan suatu sebab
(‘illat) yang mengeluarkannya menjadi wujud karena wujudnya tidak dari
zatnya sendiri.
0.
AL-GHAZALI
Untuk pertama kalinya
Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli filsafat terutama karangan Ibnu
Sina. Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia itu berasal dari iradat (kehendak)
tuhan semat-mata, tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Iradat tuhan itulah
yang diartikan penciptaan.
0.
MUHAMMAD IQBAL
Dalam pemikiran filsafat,
Iqbal mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Dalam filsafat tentang
etika Iqbal menghimbau masyarakat timur (umat Islam), untuk kembali kepada
ajaran Islam yang agung serta menjauhi peradaban Barat (Eropa) yang merusak.
Iqbal memandang bahwasanya sebab kemunduran umat Islam adalah kecendrungan yang
membabibuta terhadap kebudayaan Barat yang telah membunuh karakter mereka
dengan terus mengadopsi budaya-budaya Barat tanpa proses filterisasi.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Filsafat Islam adalah pemikiran-pemikiran filsafat yang memberikan
kontribusi pada Islam dan sebaliknya Islam menggunakan filsafat untuk
memperkuat prinsip-prinsip agama. Salah satu prinsip dalam filsafat adalah
berpikir radikal, yang berujung pada pengakuan bahwa alam ini disebabkan oleh
suatu zat yang tidak tergantung siapapun. Dalam bahasa agama zat tersebut adalah
Tuhan.
Tokoh-tokonya diantaranya : Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina,
Al-Ghazali, dan Muhammad Iqbal.
3.2 Kritik dan
Saran
Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
penulisan makalah di kemudian hari.
BAB X
FILSAFAT PANCASILA
A. Pancasila Sebagai
Suatu Sistem Filsafat
Sebagaimana
telah kita ketahui bahwa filsafat adalah cara mencari kebenaran, maka pancasila
sebagai sistem filsafat memiliki nilai-nilai yang mengandung kepribadian bangsa
Indonesia dan diyakini paling benar, paling adil, paling bijaksana bagi
kehidupan warga negara Republik Indonesia. Falsafah pancasila sebagai pedoman
hidup harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, beribadah sesuai
keyakinan yang dianut, berteman tanpa membeda-bedakan, menghargai pendapat
orang lain, dll.
Berhubungan
dengan itu, suatu dasar negara tidaklah sama antara yang satu dengan yang
lainnya. Mungkin bagi negara Indonesia pancasila adalah dasar negara yang baik
dan adil, namun bagi orang atheis tentu pancasila tidaklah sesuai. Tiap negara
memiliki keistimewaan masing-masing sesuai dengan adat, corak masyarakat serta
pengalaman dalam perjuangan. Karenanya tiap negaRA memiliki dasar filsafat
masing-masing.
1.
Pancasila sebagai Jati diri bangsa Indonesia
Pancasila
pada hakikatnya merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa
Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsut-unsur kebudayaan luar yang
sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menadi kebudayaan bangsa
Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu
melalui suatu proses yang disebut kausa materialisme karena nilai-nilai
Pancasila sudah ada dan hidup sejak zaman dulu yang tercermin dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila diungkapkan dan dirumuskan
dari sumber nilai utamanya yaitu:
Nlai-nilai
yang bersifat fundamental, unicersal, mutlak dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa
yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab
suci.Nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari dari
nilai-nilai yang luhur budaya mastarakat
2.
Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem
Pancasila
yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat.
Pengertian dari sistem itu sebdiri yaitu suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling kerjasama untuk sati tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
3.
Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat Organis
Isi
sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu keratuan peradaban, dalam
arti setiap sila meruapakan unsur dari kesatuan Pancasila. Ileh karena itu,
Pancasila meruapak suatu ksatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap
sila tidak dapat berdiri senrdiri, terlepas dari saila-sila lainnya. Disamping
itu, diantara sila satu dengan yang lain tidak saling bertentangan.
4.
Susunan Kesatuan Yang Bersifat Hirarki Dan Berbentuk Piramida
Hirarki
dan Poramidal mempunyai pengertian yang sangat matematis yang digunakan untuk
menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal urut-urutan luas dan juga
dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian
tingkatan luas dan isi sidarnya dari sila-sila sebelumnya. Secara ontologis hakikat
Pancasila mendasarkan setiap silanya pada landasan, yaitu: Tuhan, Manusia,
satu, Rakyat, Adil. Oleh karena itu, hakikat itu harus selalu berkaitan dengan
sifat dan hakikat bangsa Indonesia. Dengan demikianlah sila pertama adalah
sifat dan keadaan negra harus sesuai dengan hakikat Tuhan: sila dedua bersifat
dan keadaan negera harus sesuai dengan hakikat manusia, sila keriga sifat dan
keadaan negara harus satu, sila keempat adalah sifat dan keadaan negara harus
sesuai dengan hakikat rakyat, dan sila kelima adalah sifat dan keadaan negara
harus sesuai dengan hakiat adil.
Rumusan
Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan Saling
Mengkualifikasi.
Kesatuan
sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkis Piramidal juga memiliki
sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal tersebut dimaksudkan bahwa
setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, dengan kata lain, dalam
setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasikan oleh keempai sila lainnya.
Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi dan saling
mengkualifikasi adalah sebagai berikut: “SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA ADALAH
BERKEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB, BERPERSATUAN INDONESIA, BERKERAKYATAN
YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN /PERWAKITAN DAN
BERKEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA.
B. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan
Negara
Istilah
ideologi berasal dari bahasa Yunani yang pertama kali digunakan oleh Antoine
Desult de Tracy seorang filsuf Perancis. Menurutnya ideologi berasal dari kata
ideos atau idein dan logos. Ideos atau idein berarti bentuk atau melihat,
sedangkan logos adalah ilmu atau ajaran. Antoine Desult de Tracy kemudian
mengartikan ideologi adalah ilmu tentang terjadinya cita-cita, gagasan atau
buah pikiran.
Pancasila
adalah ideologi negara Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam ketetapan MPR
Nomor XVIII/MPR/1998, bahwa pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Indonesia memiliki dua kedudukan sekaligus, yaitu sebagai dasar negara dan
sebagai ideologi nasional. Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung makna
sebagai ideologi yang memuat cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Puspowardoyo
(1992 menyebutkan bahwa ideologi dapat dirumuskan sebagai komplek pengetahuan
dan nilai secara keseluruhan menjadi landasan seseorang atau masyarakat untuk
memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk
mengolahnya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya seseorang dapat menangkap
apa yang dilihat benar dan tidak benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak
baik.
Bila
kita terapkan rumusan ini pada Pancasila dengan definisi-definisi filsafat
dapat kita simpulkan, maka Pancasila itu ialah usaha pemikiran manusia
Indonesia untuk mencari kebenaran, kemudian sampai mendekati atau menanggap
sebagai suatu kesanggupan yang digenggamnya seirama dengan ruang dan waktu.
Hasil
pemikiran manusia yang sungguh-sungguh secara sistematis radikal itu kemuduian
dituangkan dalam suatu rumusan rangkaian kalimat yang mengandung suatu
pemikiran yang bermakna bulat dan utuh untuk dijadikan dasar, asas, pedoman
atau norma hidup dan kehidupan bersama dalam rangka perumusan satu negara
Indonesia merdeka, yang diberi nama Pancasila.
Jadi,
jelaslah bagi kita bahwa mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar
Negara Republik Indonesia mempunyai sifat imperatif memaksa. Sedangkan
pengamalan atau pelaksanaan Pancasila sebagai pandangan hidup dalam hidup
sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai sifat mengikat.
Pancasila
sebagai filsafat bangsa dan Negara dihubungkan fungsinya sebagai dasar Negara,
yang merupakan landasan idiil bangsa Indonesia dan Negara Republik Indonesia
dapatlah disebut pula sebagai ideologi nasional atau ideologi Negara Artinya pancasila merupakan satu ideologi
yang dianut oleh Negara atau pemerintah dan rakyat Indonesia secara
keseluruhan, bukan milik atau monopoli seseorang ataupun sesuatu golongan
tertentu.
Sebagai
filsafat atau dasar kerohanian Negara, yang meruapakn cita-cita bangsa,
Pancasila harus dilaksanakan atau diamalkan, yang mewujudkan kenyataan dalam
penyelenggaraan hidup kenegaraan kebangsaan dan kemasyarakatan kita.
Ciri-ciri ideologi adalah sebagai
berikut :
a.
Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan.
b. Oleh
karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandanagn dunia, pandangan hidup,
pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara diamalkan dilestarikan kepada
generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan
berkorban.
1. Fungsi Ideologi :
·
Sebagai sarana untuk
memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual.
·
Sebagai jembatan
pergeseran kendali kekuasaan dari generasi tua (founding fathers) dengan
generasi muda.
·
Sebagai kekuatan yang
mampu member semangat dan motivasi individu, masyarakat, dan bangsa untuk
menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan.
2. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa
Pancasila
sebagai ideologi bangsa adalah Pancasila sebagai cita-cita negara atau
cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk
seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, serta menjadi tujuan hidup berbangsa dan
bernegara Indonesia.
3. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Makna
dari ideologi terbuka adalah sebagai suatu sistem pemikiran terbuka.
Ciri-ciri ideologi terbuka dan
ideologi tertutup adalah :
Ideologi Terbuka:
·
merupakan cita-cita yang
sudah hidup dalam masyarakat.
·
Berupa nilai-nilai dan
cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri.
·
Hasil musyawarah dan
konsensus masyarakat.
·
Bersifat dinamis dan
reformis.
Ideologi Tetutup:
·
Bukan merupakan cita-cita
yang sudah hidup dalam masyarakat.
·
Bukan berupa nilai dan
cita-cita.
·
Kepercayaan dan kesetiaan
ideologis yang kaku.
·
Terdiri atas tuntutan
konkret dan operasional yang diajukan secara mutlak.
C. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik
Indonesia
Pancasila
sebagai dasar negara memiliki maksud bahwa pancasila harus bisa dijadikan
sebagai dasar atau fondasi negara Indonesia agar terbentuklah Indonesia sebagai
negara yang kuat layaknya sebuah bangunan. Selanjutnya mengenai pancasila
sebagai dasar negara dapat dijelaskan sebagai berikut:
·
Pancasila sebagai dasar
negara berarti pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur
penyelenggaraan negara.
·
Pancasila sebagai sumber
dari segala sumber hukum memiliki sanksi bagi para pelanggarnya.
·
Pancasila sebagai dasar
negara tercantum dalam pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang
fundametal atau tidak dapat diubah.
Dasar
negara adalah fondasi atau landasan yang kuat dan kokoh serta tahan terhadap
segala gangguan, hambatan maupun rintangan dari dalam maupun dari luar,
sehingga bangunan gedung di atasnya dapat berdiri dengan kokoh dan kuat.
Bangunan itu ialah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ingin
mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.
Tujuan
dirumuskannya Pancasila oleh para pendiri negara adalah sebagai dasar negara
Republik Indonesia. Hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh Radjiman
Widyodiningrat bahwa hakikat Pancasila adalah sebagai dasar negara. Demikian
pula Muhammad Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno juga menyebutkan perlu adanya
dasar negara Indonesia yang merdeka yaitu Pancasila. Dengan demikian, para
pelaku sejarah memang berniat merumuskan Pancasila sebagai landasan negara,
sebagai falsafah negara dan ideologi negara dan tidak ada niatan lainnya.
Pancasila
sebagai dasar negara berarti Pancasila menjadi dasar atau pedoman dalam
penyelenggaraan negara. Seandainya negara adalah sebuah bangunan, maka
Pancasila sebagai fondasi yang nantinya akan dijadikan tempat berpijak
bangunan-bangunan berikutnya. Dengan demikian, Pancasila dijadikan dasar dan
tonggak dalam pembuatan segala peraturan perundang-undangan negara serta
berbagai peraturan lainnya yang mengatur di berbagai bidang kehidupan baik
politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, maupun pertahanan dan keamanan.
Di
samping Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila juga sebagai sumber hukum
yang paling utama bagi segala perundang-undangan yang akan dibuat dan digali.
Oleh sebab itu, Pancasila di samping memerankan diri sebagai dasar negara juga
memerankan diri sebagai sumber tertib hukum bagi Republik Indonesia. Adapun
yang dimaksud Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Sebagai pandangan hidup
bangsa, Pancasila selalu dijunjung tinggi oleh setiap warga masyarakat,karena
pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat
Indonesia.
BAB XI
SISTEMATIKA FILSAFAT PANCASILA
.
Filsafat
Idealisme
Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa
hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa
(mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil dari kata “idea”, yaitu sesuatu
yang hadir dalam jiwa.Kata idealisme dalam filsafat mempunyai arti yang sangat
berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari. Kata idealis itu
dapat mengandung beberapa pengertian, antara lain:Seorang yang menerima ukuran
moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;Orang yang dapat
melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada.
Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan lebih banyak oleh arti
dari kata ide daripada kata ideal. W.E. Hocking, seorang idealis mengatakan
bahwa kata idea-ism lebih tepat digunakan daripada idealism. Secara ringkas
idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal
(mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme
menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi.
Alam, bagi orang idealis, mempunyai arti dan maksud, yang diantara
aspek-aspeknya adalah perkembangan manusia. Oleh karena itulah seorang idealis
akan berpendapat bahwa, terdapat suatu harmoni yang dalam arti manusia dengan
alam. Apa yang “tertinggi dalam jiwa” juga merupakan “yang terdalam dalam
alam”. Manusia merasa ada rumahnya dengan alam; ia bukanlah orang atau makhluk
ciptaan nasib, oleh karena alam ini suatu sistem yang logis dan spiritual; dan
hal ini tercermin dalam usaha manusia untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Jiwa (self) bukannya satuan yang terasing atau tidak rill, jiwa adalah bagian
yang sebenarnya dari proses alam. Proses ini dalam tingkat yang tinggi
menunjukkan dirinya sebagai aktivis, akal, jiwa, atau perorangan. Manusia
sebagai satuan bagian dari alam menunjukkan struktur alam dalam kehidupan
sendiri.
Pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai
kedudukan yang utama dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak
mengingkari materi. Namun, materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan
bukan hakikat. Sebab, seseorangakanmemikirkan materi dalam hakikatnya yang
terdalam, dia harus memikirkan roh atau akal. Jika seseorang ingin mengetahui
apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah pikiran itu, apakah
nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu.
Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya.
Manusia ada karena ada unsur yang tidak terlihat yang mengandung sikap dan
tindakan manusia. Manusia lebih dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian.
Untuk menjadi manusia maka peralatan yang digunakannya bukan semata-mata
peralatan jasmaniah yang mencakup hanya peralatan panca indera, tetapi juga
peralatan rohaniah yang mencakup akal dan budi. Justru akal dan budilah yang
menentukan kualitas manusia.
·
Filsafat
Realisme
Real berarti yang aktual atau yang ada,kata tersebut menunjuk
kepada bendabenda atau kejadian-kejadian yang sungguhsungguh,artinya yang bukan
sekadar khayalan atau apa yang ada dalam pikiran. Real menunjukkan apa yang
ada. Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada,yakni
bertentangan dengan yang tampak. Dalam arti umum, realisme berarti kepatuhan
kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada yang diharapkan atau
yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realisme dipakai dalam arti
yang lebih teknis.
Dalam arti filsafat yang sempit, realisme berarti anggapan bahwa
obyek indera kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari
kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada
hubungannya dengan pikiran kita. Bagi kelompok realis, alam itu, dan
satusatunya hal yang dapat kita lakukan adalah: menjalin hubungan yang baik
dengannya. Kelompok realis berusaha untuk melakukan hal ini, bukan untuk
menafsirkannya menurut keinginan atau kepercayaan yang belum dicoba
kebenarannya. Seorang realis bangsa Inggris, John Macmurray mengatakan:
Kita tidak bisa melpaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan
antara benda dan ide. Bagi common sense biasa, ide adalah ide tentang sesuatu
benda, suatu fikiran dalam akal kita yang menunjuk suatu benda. Dalam hal ini
benda dalah realitas dan ide adalah 'bagaimana benda itu nampak pada kita'.
Oleh karena itu, maka fikiran kita harus menyesuaikan diri dengan benda-benda ,
jika mau menjadi benar, yakni jika kita ingin agar ide kita menjadi benar, jika
ide kita cocok dengan bendanya, maka ide itu salah dan tidak berfaedah. Benda
tidak menyesuaikan dengan ide kita tentang benda tersebut. Kita harus mengganti
ide-ide kita dan terus selalu menggantinya sampai kita mendapatkan ide yang
benar. Cara berpikir common sense semacam itu adalah cara yang realis;
cara tersebut adalah realis karena ia menjadikan 'benda' adalah bukan 'ide'
sebagai ukuran kebenaran, pusat arti. Realisme menjadikan benda itu dari real
dan ide itu penampakkan benda yang benar atau yang keliru.
Realisme menegaskan bahwa sikap common sense yang diterima orang
secara luas adalah benar, artinya, bahwa bidang aam atau obyek fisik itu ada,
tak bersandar kepada kita, dan bahwa pengalaman kita tidak mengubah watak benda
yang kita rasakan.
·
Filsafat
Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang
berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan
pada data empiris.
Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai
suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum
idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu
sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan
pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat
menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:
1. Tempat utama dalam
positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga
diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika
yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P.
Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
2. Munculnya tahap kedua
dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun 1870-1890-an dan
berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal
tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal.
Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang
psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
3. Perkembangan
positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan
tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok
yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat
Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran
seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan
positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis,
struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
·
Filsafat
Materialisme
Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana
asal atau hakikat dari segala sesuatu ialah materi. Karena itu materialisme
mempersoalkan metafisika, namun metafisikanya adalah metafisika materialisme.
Materialisme adalah merupakan istilah dalam filsafat ontology yang
menekankan keunggulan faktor-faktor material atas spiritual dalam metafisika,
teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau penjelasan historis. Maksudnya,
suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu selain materi yang sedang
bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah sebuah pernyataan
yang menyatakan bahwa pikiran ( roh, kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi yang
sedang bergerak.
Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki
karakteristik-karakteristik pikiran dan tidak ada entitas-entitas nonmaterial.
Realitas satu-satunya adalah materi. Setiap perubahan bersebab materi atau
natura dan dunia fisik
Macam-Macam Materialisme
:
·
Materialisme
rasionalistik. Materialisme rasionalistik menyatakan bahwa seluruh realitas
dapat dimengeti seluruhnya berdasarkan ukuran dan bilangan (jumlah);
·
Materialisme
mitis atau biologis. Materialisme mitis atau biologis ini menyatakan bahwa
peristiwa-peristiwa material terdapat misteri yang mengungguli manusia. Misteri
itu tidak berkaitan dengan prinsip immaterial.
·
Materialisme
parsial Materialisme parsial ini menyatakan bahwa pada sesuatu yang material
tidak tedapat karakteristik khusus unsur immaterial atau formal;
·
Materialisme
antropologis. Materialisme antropologis ini menyatakan bahwa jiwa itu tidak ada
karena yang dinamakan jiwa pada dasarnya hanyalah materi atau
perubahan-perubahan fisik-kimiawi materi;
·
Materialisme
dialektik. Materialisme dialektik ini menyatakan bahwa realitas seluruhnya
terdiri dari materi. Berarti bahwa tiap-tiap benda atau atau kejadian dapat
dijabarkan kepada materi atau salah satu proses material. Salah satu prinsif di
materialisme dialektik adalah bahwa perubahan dalam kuantitas. Oleh karena itu,
perubahan dalam materi dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan, atau dengan
kata lain kehidupan berasal dari materi yang mati. Semua makhluk hidup termasuk
manusia berasal dari materi yang mati, dengan proses perkembangan yang
terus-menerus ia menjadi materi yang memiliki kehidupan. Oleh karena itu kalau
manusia mati, ia akan kembali kepada materi, tidak ada yang disebut dengan ke
hidupan rohaniah. Ciri-ciri materialisme dialektik mempunyai asas-asas, yaitu :
·
Asas gerak;
·
Asas saling
berhubungan;
·
Asas
perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif;
·
Asas
kontradiksi intern.
0.
Materialisme
historis. Materialisme histories ini menyatakan bahwa hakikat sejarah terjadi
karena proses-proses ekonomis. Materialisme dialektik dan materialisme
histories secar bersamaan menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang menyangkut
sejarah rohani dan perkembangan manusia hanya merupakan dampak dan
refleksi-refleksi aktivitas ekonomis manusia. Materialisme historis ini
berdasarkan dialektik, maka semua asas materialisme dialektik berlaku sepenuhnya
dalam materialisme histories.
Materialisme sebagai teori menyangkal realitas yang bersifat
ruhaniah, sedangkan materialisme metode mencoba membuat abstraksi hal-hal yang
bersifat imaterial.
·
Filsafat
Pragmatisme
Pandangan ini dapat dianggap sebagai kreasi filsafat yang berasal
dari amerika. Pragmatisme dipengaruhi oleh pandangan empirisme, utilitarianisme
dan positivisme. Para ahli yang mendukung timbulnya pragmatisme di Amerika
adalah Charles Sanders Piere (1839–1914) yang mengembangkan kriteria pragmatisme
yakni tidak menemukan kebenaran tetapi menemukan arti/kegunaan. William James
(Sadulloh, 2003: 53) memperkenalkan bahwa pengetahuan yang bermanfaat adalah
yang didasari oleh eksperimen (instrumentalisme). John Dewey (Sadulloh, 2003:
54) mengarahkan pragmatisme sebagai filsafat sistematis Amerika dengan
menyebarluaskan filsafat pada masyarakat amerika yang terdidik. Menurut Dewey
misi filsafat adalah Kritis, konstruktif dan rekonstruktif.
Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar
apabila teori itu bekerja. Menurut James (Edwar, 2012: 1) kebenaran
adalah sesuatu yang terjadi pada ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang
tidak statis dan tidak mutlak.
Adapun implikasi pragmatisme dalam pendidikan (Sadulloh: 2003: 56)
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikannya
menggunakan pengalaman sebagai alat menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan
pribadi maupun kehidupan masyarakat.
2. Kurikulum dirancang
dengan menggunakan pengalaman yang telah diuji namun dapat diubah kalau diperlukan.
Adapun minat dan kebutuhan peserta didik diperhitungkan dalam penyusunan
kurikulum.
3. Fungsi guru adalah
mengarahkan pengalaman belajar perserta didik tanpa terlalu mencampuri minat
dan kebutuhannya.
Sedangkan implikasi pragmatisme dalam pendidikan (Edwar, 2012: 1)
adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan Pendidikan
Filsuf paragmatisme
berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaimana
berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi:
.
Kesehatan
yang baik
a.
Keterapilan-keterampian
dan kejujuran dalam bekerja.
b.
Minat dan
hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
c.
Persiapan
untuk menjadi orang tua
d.
Kemampuan
untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah social
2.
Kurikulum
Menurut para filsuf
paragmatisme, tradisis demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri sendiri (a
self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang baik pada
masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan pragmatisme
“berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan
kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah”
3.
Metode Pendidikan
Ajaran pragmatisme lebih
mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta
metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam
praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi
kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif,
sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh
agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang
dicita-citakan dapat tercapai.
4.
Peranan Guru dan Siswa
Dalam pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya
kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan
kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa
dalam menghadapi suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan
untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.
·
Filsafat
Eksistensialisme
Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, bahkan kaum
eksistensialis sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya
eksistensialisme itu. Sekalipun demikian, ada sesuatu yang disepakati, baik
filsafat eksistensi maupun filsafat eksistensialisme sama-sama menempatkan cara
wujud manusia sebagai tema sentral Namun tidak ada salahnya, untuk memberikan
sedikit gambaran tentang eksistensialisme ini, berikut akan dipaparkan
pengertiannya.
Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari
bahasa Latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi,
eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan
keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri
sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut
dasein (da artinya di sana, sein artinya berada).
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada
manusia itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia
satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi
ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan
membelum; ia selalu sedang ini atau sedang itu.
Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat eksistensialisme
ini, perlu kiranya dibedakan dengan filsafat eksistensi. Yang dimaksud dengan
filsafat eksistensi adalah benar-benar seperti arti katanya, yaitu filsafat
yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Sedangkan filsafat
eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada
manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; sapi dan pohon
juga. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia berada di dalam dunia; ia
mengalami beradanya di dunia itu; manusia menyadari dirinya berada di dunia.
Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti yang dihadapinya itu.
Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di antaranya ialah ia mengerti
bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai subyek. Subyek
artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarinya disebut
obyek.
BAB XII
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT BARAT
·
RASIONALISME
Rasionalisme adalah paham yangmengajarkan bahwa sumber pengetahuan
satu-satunya yang benar adalah rasio (akal budi).
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal
(resen) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam
mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan
diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan
bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir alat dalam berfikir itu ialah
kaidah-kaidah llogis atau kaidah-kaidah logika.
Tokoh-tokoh Rasionalisme
Tokoh-tokoh terpenting aliran rasionalisme adalah:
·
Blaise Pascal
·
Cristian Wolf
·
Rene
Descartes
·
Baruch
Spinoza
·
G.W Leibnitz
Pemikiran pokok Descartes, Spinoza, dan Leibniz
Mereka adalah tokoh besar filsafat rasionalisme sebelum itu,
pengertian rasionalisme diuraikan lebih dahulu. Rasionalisme ada dua macam
dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan
otoritas, dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme.
0.
EMPIRISME
Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empiria yang berarti
coba-coba atau pengalaman. Sebagai doktrin, empirisme adalah lawan
rasionalisme. Empirisme adalah salah satu aliran yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan serta pengalaman itu sendiri, dan mengecilkan
peranan akal.
Empirime, berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh lewat
indera. Indera memperoleh kesan-kesan dari alam nyata, untuk kemudian
kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman.
Untuk memahami inti filsafat empirime perlu memahami dulu dua ciri
pokok empirime yaitu mengenai makna dan teori tentang pengetahuan.
·
Filsafat
empiris tentang teori makna, teori makna danempirisme selalu harus dipahami
lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang orang empiris jiwa
dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola
jumlah yang dapat di indra dan dihubungkan kualitas sebagai urutan peristiwa
yang sama
·
Filsafat
teorisme tentang teori pengetahuan, menurut orang rasionalisme ada beberapa
kebenaran umum seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dasar-dasar
matematika, dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar
dengan sendirinya.
Tokoh-tokoh dalam aliran empirisme
Diantara tokohdan pengikut aliran empirisme adalah Francis Bacon,
Thomas Hobbles, David Home dan Jhon Lock.
0.
KRITISISME
Isi utama dalam kritisme yaitu gagasan Immanuel kant tentang teori
pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan tersebut muncul karena ada
pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant.
Tokoh kritisisme Jerman-Immanuel kant(1724-1804)
0.
Fenomenologi
Fenomenologi adalah studi tentang phenomenon. Kata ini berasal
dari bahasa yunani phainein berarti menunjukan. Dari kata ini timbul kata
pheinomenon berarti yang muncul dalam kesadaran manusia.
Fenomenologi merupakan kajian tentang bagaimana manusia sebagai
subyek memaknai obyek-obyek di sekitarnya.
Fenomenologi mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita
ketahui sekarang ini merupakan pengethuan yang kita ketahuisebelumnya melalui
hal-hal yang pernah kita lihat, rasa, dengar oleh alat indera kita.
Fenomenologo merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami
manusia.
Dari uraian diatas maka dapat kitafahami bahwa fenomenologi
berarti ilmu tentang fenomena-fenomena apa saja yang nampak. Sebuah pendekatan
filsafat yang berpusat pada analisis terhadap gejala yang menampakkan diri pada
kesadaran kita.
Tokoh-tokoh filsafat fenomenologi
Edmund Husserl, Max Scheller, Martin Heidegger,
0.
Neo-Thomisme
Merupakan aliran filsafat yang muncul sebagai penerus dari aliran
Thomisme yang telah lama hilang, aliran ini muncul kembali dikarenakan pada
zaman sebelum Neothomisme yang telah lama hilang, aliran ini muncul kembali
dikarenakan pada zaman sebelum Neothomisme atau zaman filsafat modern
orang-orang telahmendewakan rasio sehingga mereka merindukan kembali dengan
adanyakepercayaan kristen, maka muncullah Neothomisme yang berusaha
menggabungkan antara rasio dengan agama, seperti apa yang dibangun oleh
Thomisme pada zaman dahulu
Thomisme adalah aliran filsafat yang muncul sebagai warisan dari
pemikiran St Thomas Aquinas.
Tokoh-tokoh neothomosme
Desire Mercier, Antonin Gilbert Sertilanges, Reginald Gerriou
Lagrange, Joseph Marechal
0.
Neo-Kantianisme
Neo-kantianisme adalah faham filosofis yang mengalir dari
pemikiran immanuel Kant. Aliran ini lahir sebagai tanggapan atas ketidak
mampuan paham idialisme yang berusaha menanggapi tantangan ilmu empiris dan
positivme dalam bidang agama. Ketidak mampuan ini dikarenakan argumen-argumen
Idialisme tetap berada dalam tataran teoritis, dengan kata lain, argumen atau
pemikiran mereka sulit untuk diterapkan dalam tataran praktis.
Tokohnya adalah Immanuel Kant.
BAB XIII
AKTUALISASI FILSAFAT
.
AKTUALISASI
FILSAFAT
Zaman sekarang merupakan zamannya berpikir praktis-realistik,
sehingga belajar filsafat dianggap hal yang tidak berguna dan membuang-buang waktu.
Sekarang, belajar filsafat telah sampai pada paradigma baru. Belajar filsafat
tidak hanya menghafal pemikiran-pemikiran para tokoh filsafat/filsuf, akan
tetapi belajar filsafat dimaksudkan untuk membangun kesadaran, semangat, dan
kepedulian agar hidup kita lebih bermakna. Yang penting dalam belajar filsafat
adalah aktualisasinya.
Dalam Bab I dikemukakan tentang kegunaan mempelajari filsafat,
antara lain: menambah wawasan keilmuan, menggugah kesadaran dan kepedulian, dan
strategi menghadapi tantangan zaman mendatang.
Kegunaan di atas masih memperlihatkan hal-hal yang sifatnya
teoretik, artinya kegunaan filsafat belum dapat dimanfaatkan dan dirasakan
secara langsung. Ibarat seseorang akan membuat sayer lodeh kebutuhan santannya
harus menanam pohon kelapa dahulu dan untuk berbuahnya menunggu lima tahunan.
Demikian juga, agar para mahasiswa dapat memanfaatkan sekaligus
merasakan kegunaan filsafat, maka harus menunggu beberapa tahun bahkan belasan
tahun. Karena, pemanfaatan filsafat ini kadang masih terkait dengan kematangan
berpikir, kematangan usia, dan pengalaman akademiknya.
·
Aktualisasi
Filsafat Sebelum Ilmu
Dalam masyarakat hingga saat ini masih menganggap ilmu filsafat
adalah ilmu `ngawang-ngawang' yaitu ilmu yang sulit untuk dimengerti atau ilmu
yang membingungkan orang. Memang, setiap ilmu tentu memiliki sisi
negatif/sinisme. Seperti ilmu filsafat sisi negatifnya dengan mempelajari
filsafat akan mencetak pengangguran. Seperti ilmu ekonomi sisi negatifnya
dengan mempelajari ilmu ekonomi orang akan bersifat materialistik. Sisi negatif
ilmu agama dengan mempelajari ilmu agama orang akan terhindar dari neraka. Sisi
negatif ilmu kedokteran dengan mempelajari ilmu kedokteran pikirannya akan
buruk karma mendoakan orang lain sakit.
Sisi-sisi negatif pada setiap ilmu ini hendaknya dibuang
jauh-jauh, dan kita seharusnya lebih berpikir positif terhadap setiap ilmu.
Jadi, syarat agar orang dapat mengaktualisasikan ilmu filsafat pertama-tama
harus berpikiran positif.
Dengan berpikir positif pikiran kita akan berkembang dan
konstruktif dan edukatif. Dengan berpikir positif pikiran kita akan lebih
bersemangat dan realistik, yaitu bersemangat untuk meningkatkan kepedulian
terhadap sesama. Dengan berpikir positif kita akan lebih banyak melihat hal-hal
yang realistik dan pragmatik.
Sebagai ilmu, filsafat juga seperti ilmu-ilmu yang lain seperti:
antropologi, sosiologi, atau ilmu ekonomi. Akan tetapi, kelebihan ilmu filsafat
adalah memiliki objek formal dan material lebih lugs, clan setiap ilmu memuat
unsur filsafat. Misalnya, sosiologi memiliki filsafat sosial, ilmu hukum
memiliki filsafat hukum, ilmu kedokteran memiliki filsafat kedokteran, ilmu
agama memiliki filsafat agama, clan sebagainya. Sehingga, setiap ilmu tentu
memiliki bidang yang sulit untuk ditembus oleh ilmu tersebut, maka untuk
menembusnya hanya dengan ilmu filsafat.
Bagi orang yang belajar ilmu filsafat hendaknya dapat 'berdialog'
dengan ilmu lain. Artinya, mempelajari ilmu filsafat tidaklah cukup dan untuk
berdialog dengan ilmu lain, maka orang harus mempelajari (misalnya) ilmu
kependudukan/demografi. Sehingga, orang tersebut pikirannya tidak selalu
'ngawang-ngawang' dalam filsafat, tetapi pikiran orang tersebut diperkenalkan
dengan pikiran yang realistik/praktis. Karena, dalam ilmu kependudukan
diajarkan tentang migrasi/perpindahan penduduk, program keluarga berencana,
kelahiran, kematian, kualitas sumber daya manusia, mengatasi pengangguran
semakin banyak.
Jadi, ilmu filsafat harus berdialog dengan ilmu-ilmu lain, karena
ilmu-ilmu (selain filsafat) dapat dipakai untuk membantu dalam kerangka
berpikir kita.
·
Aktualisasi
Filsafat Sebagai Cara Berpikir
Dalam Bab I dikemukakan bahwa berpikir secara filsafat salah
satunya: sinoptif, yaitu berpikir secara menyeluruh dan bersama-sama. Artinya,
berpikir menyeluruh sama dengan berpikir secara komprehensif.
Misalnya, apabila kita menghadapi masalah seperti "kenakalan
anak". Kenakalan anak akan terns menjadi masalah sepanjang masa khususnya
para orang tua. Untuk menanggulangi kenakalan anak, maka masalah tersebut harus
dilihat secara filsafat, yaitu kenakalan anak harus dilihat dari semua aspek
ilmu yang terkait.
Misalnya, kenakalan anak dilihat dari sudut ilmu agama, ilmu
ekonomi, ilmu jiwa/psikologi, sosiologi, dan lain-lain. Menurut ilmu ekonomi,
kenakalan anak disebabkan oleh faktor ekonomi, biasanya kenakalan berasal dari
anak-anak yang tingkat ekonominya rendah. Jarang kita temui anak-anak dari
orang kaya yang nakal, mungkin pola kenakalannya berbeda.
Menurut ilmu agama, kenakalan anak lebih disebabkan karena faktor keberagamaan
kurang, antara kehidupan lahir dan batin tidak seimbang, sehingga tidak mampu
membedakan antara teman yang baik clan buruk kemudian terpengaruh lingkungan
buruk.
Menurut ilmu jiwa, kenakalan anak
dianggapnya 'lumrah' asal tidak merusak (destruktio, karena anak yang
nakal (konstruktio sebetulnya anak yang semangat, kreatif dan energik, dan
sebagainya. Jadi, cara berpikir filsafat itu adalah berpikir kritis, analisis,
clan dilihat dari berbagai aspek. Begitu juga kenakalan orang tua juga harus dilihat
dari berbagai aspek. Kenakalan orang tua seperti: perselingkuhan, korupsi,
emosional, dan lain-lain.
Bagaimana cara filsafat menghadapi hal-hal yang mistis dan gaib.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada hal-hal yang mistis,
gaib, atau di luar jangkauan akal, maka dalam filsafat pun dikenal dengan
metafisika. Bagi orang yang mempelajari metafisika, menghadapi hal-hal yang
mistis dan gaib tidak masalah. Sebab, dalam dunia mistis dan gaib memiliki
ruang dan penalaran tersendiri.
Berpikir secara filsafat tidak hanya berpikir secara komprehensif,
rasional, konsepsional saja, tetapi inter disipliner. Di era global saat ini
pemikiran dituntut untuk lebih lugs dan satu sama lain saling terkait. Misal,
keadaan pasar modal di New York akan berpengaruh (positif/negati) pada pasar
modal seluruh dunia. Penegakan hukum Indonesia akan memengaruhi investasi asing
di Indonesia.
Berpikir secara inter disipliner adalah berpikir dengan
menggunakan ilmu-ilmu terkait yang dapat mendukung solusi suatu permasalahan.
Misalnya, untuk membangun anak berkualitas diperlukan pandangan dari berbagai
ilmu, seperti: ilmu pendidikan, ilmu agama, ilmu gizi, ilmu sosial, dan
lain-lain.
Ilmu pendidikan diperlukan untuk mengarahkan dan membimbing anak
dalam mencerdaskan intelektualnya/IQ Ilmu agama diperlukan untuk membangun anak
dalam mencerdaskan emosi/EQ Ilmu gizi diperlukan untuk membangun anak agar
memiliki kemampuan berpikir lebih (IQ tinggi) yaitu dengan memberikan asupan
makanan sesuai kualitas dan kuantitas gizi yang diperlukan. Ilmu sosial
diperlukan untuk memberikan lingkungan sosial yang edukatif, karena memilih
lingkungan sosial harus selektif dan mendidik/edukatif.
Jadi, aktualisasi filsafat sebagai cara berpikir adalah kemampuan
berpikir sendiri, mampu melihat mana yang negatif dan yang positif dan mampu
membedakan mana yang baik dan yang buruk.
·
Filsafat
Sebagai Pandangan Hidup
Perlu diketahui bahwa filsafat (dalam artian) pandangan hidup
banyak sekali ragamnya. Berawal dari pembagian filsafat secara garis besar
terdapat dua kutub filsafat besar: filsafat barat dan filsafat timur. Filsafat
barat meliputi: filsafat Yunani, filsafat abad pertengahan, filsafat modern
(pragmatisme, materialisme, eksistensialisme, humanisme, ateisme, liberalisme,
dan lain-lain).
Filsafat timur meliputi: filsafat Cina/Tiongkok, filsafat Jepang,
filsafat India, filsafat Islam, filsafat Indonesia/Nusantara (filsafat Jawa,
filsafat Sunda, filsafat Minangkabau, filsafat Dayak, filsafat Bugis, filsafat
Madura, filsafat Aceh, dan lain-lain).
Di samping itu, sekarang banyak aliran pemikiran dari luar maupun
dalam negeri yang muncul justru meresahkan masyarakat, seperti mengaku nabi
utusan Tuhan, mengaku mendapat wangsit dari malaikat, mengaku sebagai murid Nyi
Roro Kidul, dan lain-lain.
Dari berbagai ragam filsafat atau ideologi atau doktrin ini ada
yang cocok dan tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Karena, paham
filsafat yang berasal dari luar lasing) yang tidak cocok dengan kepribadian
bangsa Indonesia justru akan berpengaruh negatif dan bisa merusak kepribadian
bangsa Indonesia. Sehingga, untuk menghadapi berbagai ragam paham filsafat
tersebut harus tetap kritis, mencari asalusulnya (epistemologi), bagaimana
paham tersebut diajarkan apakahsesat atau menguntungkan (metodologi), bagaimana
riwayat pembawapaham tersebut, apakah paham tersebut bertentangan dengan
akidahagama atau menyuburkan keimanan (aksiologi), dan lain-lain.
Jadi, dalam menghadapi berbagai ragam paham filsafat/pemikiran
hendaknya kira harus kritis, jell, dan memiliki pendirian/tidak
mudahterprovokasi, mampu mengadakan penilaian apakah pemikiran tersebut balk
atau tidak, apakah pemikiran tersebut menguntungkan dan memberikan makna lebih
dalam kehidupan kita atau tidak. Matra, dalam mempelajari filsafat jangan lupa
mempelajari filsafat nilai.
·
Aktualisasi
Filsafat Sebagai Pemikiran yang Reflektif
Berpikir reflektif berarti berpikir yang dipantulkan kepada
dirinyasendiri. Berfilsafat berarti refleksi terhadap dirinya sendiri.
Berfilsafatpada hakikatnya adalah menonton dirinya sendiri ketika dirinya
sedangberada di atas panggung. Semua ragam pemikiran filsafat tentunyadapat
direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Berpikir reflektif mendorong kita akan mampu berpikir ke
arahpemikiran yang lebih berkualitas (quality thinking) dan pemikiran
kemasa depan (future thinking).Misalnya, pemikiran filsafat yang reflektif
tidak hanya sebataspada memperbaiki kualitas diri sendiri, akan tetapi juga
bagaimana memperbaiki kualitas generasi mendatang (anak-anak kita), sehingga
kita akan terhindar dari degradasi keturunan.
Di zaman sekarang (era global) membuat/melahirkan anak mudah, akan
tetapi membuat agar anak-anak kita lebih berkualitas dari diri kita, maka
diperlukan berbagai pemikiran (inter disipliner). Hal ini sejalan
dengan keberadaan konsep-konsep pemikiran filsafat tentang: manusia unggul
menurut pemikiran barat, menurut pemikiran Indonesia, menurut pemikiran Jawa,
dan lain-lain.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran barat yang
dikemukakan oleh Nietzsche yaitu pemikirannya tentang manusia pemberani,
superman, manusia cerdas, manusia yang tidak pernah bersalah, manusia berkuasa.
Manusia unggul menurut pemikiran Jepang adalah manusia yangmemiliki
jiwa 'samurai' yaitu semangat tidak pernah kenal lelah, pan-tang
menyerah, tahan menderita yang dilambangkan dengan semangat ksatria (boshido).
Manusia unggul
(berkualitas) menurut pemikiran Indonesia yang tertuang dalam GBHN 1999
dikemukakan bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, cerdas, berkepribadian, bersemangat, rajin bekerja, dan
lain-lain.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Islam yaitu`insan
kamil', Insan kamil adalah manusia yang telah mencapai
derajatimuttaqiin' yaitu manusia yang benar-benar aktivitas hidupnya hanya
untuk mencari keridhaan Allah. Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran
Jawa yaitu`manungsa utomo' (manusia utama). Manusia utama adalah
manusiayang dapat memenuhi hakikat kodratnya sebagai makhluk individu, makhluk
sosial, dan makhluk Tuhan. Manusia utama adalah manusiayang memiliki kemampuan
untuk: memayu hayuning seliro (berperilaku baik menjaga dirinya dari
perbuatan vista), memayu hayuning bebrayan/ sesami (berperilaku baik
terhadap sesama), memayu hayuning bawono (berperilaku untuk
kepentingan bangsa/negara).
Dari berbagai konsep manusia berkualitas (unggul) tersebut kita
akan dapat memperoleh inspirasi bahwa melahirkan dan membangun anak berkualitas
di era global ini sangat penting. Karma, di era globalisasi saat ini diperlukan
anak-anak yang memiliki kemampuan daya saing tinggi.
-rekan sekalian.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmadi Asmoro.2014.Filsafat Umum.Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Arifin, syamsul. 1996. Fenomenologi Agama. Pasuruan. PT.GBI
Achmadi, Asmoro. 2010. Filsafat
Umum. Jakarta. PT.RAJAGRAFINDO PERSADA
Budiyono, Kabul, M. Si. (2012). Pendidikan
Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Alfabeta
Brouwer. et. al. 1986. Sejarah Filsafat Modern dan
Sezamannya. Alumni. Bandung.
Drs. Usiono,M.A,
pengantar filsafat pendidikan , 2006. Hijri Pustaka Utama Jakarta
Driyarkara. 1969. Filsafat
Manusia. Yogyakarta: Kanisius. Pancasila dan Religi. Rizal
Mustansyir dan Misnal Munir. (2001). Drs.Rizal Mustansyiar M.Hum dan Drs.Misnal
Munir M.Hum.2007 Filsafat ilmu.yogyakarta:pustaka.pelajar.Endang
Daruni. et. al. 1982. Filsuf Filsuf Dunia dalam Gambar. Yogyakarta:
Karya Kencana.
Filsafat Ilmu.
Yogyakarta: Pustaka pelajar Offset.
Hamzah, Abbas. 1981. Pengantar Filsafat Alam. Surabaya:Al-Ikhlas.
Ikbar.blogspot.com/2012/05/makalah-filsafat-rasionalisme.html
Suhar. 2009. Filsafat
Umum. Jambi:Sulthan thaha press IAIN STS JAMBI.
Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu:Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologisme, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta:PT Bumi Aksara.
Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu:Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologisme, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta:PT Bumi Aksara.
Maksum,Ali. 2011, pengantar filsafat dari masa klasik hingga
posmoderisme. Yogyakarta. ARRUZZ MEDIA.
Muhammad Iqbal. Drs., “Rekonstruksi Pemikran Islam”, Kalam
Mulia, 1994.
Muzairi, M. Ag. (2009). Filsafat Umum.
Yogyakarta: Teras
Ruhcitra. (2008, Desember 16). Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat [online]. Tersedia:
Ruhcitra. (2008, Desember 16). Pancasila
Sebagai Sistem Filsafat [online]. Tersedia
ruhcitra.wordpress.com/2008/12/16/pancasila-sebagai-sistem-filsafat. [16 Maret
2015]
Suparyanto, Yudi dkk. (2013). Pendidikan
Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas XII. Klaten: Intan Pariwar
Tafsir Ahmad.1990.Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak Thales
Sampai Capra.Bandung: Remaja Rosdakarya
Zar Sirajuddin, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004