Kamis, 15 Maret 2018

BAHAN BELAJAR FILSAFAT UMUM LENGKAP (Materi Pembahasan Filsafat Umum Lengkap) Selamat Ariga



FILSAFAT UMUM
(LENGKAP)

DI SUSUN
O
L
E
H

SELAMAT ARIGA
HUKUM PIDANA ISLAM


DOSEN PENGASUH:
Dra.CUT NYA DHIN M.Pd
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI AR-RANIRY BANDA ACEH
2017 M/ 1438 H



































BAB IV
BEBERAPA MASALAH FILSAFAT
A. Masalah tetap dan berubah
·         Masalah tetap
Jika yang ada itu tetap melahirkan paham permenides, dimana lebih banyak terjadi didalam pikiran. Filsafat yang terjadi di dalam fikiran melahirkan filsafat idealism, dengan tokohnya adalah plato. Contoh yang ada itu tetap adalah manusia tetap manusia, sekali merah maka tetap merah, tidak bisa berubah. Paham ini menganggap bahwa saya=saya, yaitu menurut hukum identitas, namun hanya terjadi dalam pikiran dan yang bisa hanya tuhan.
Yang tetap itu bersifat analitik, dalam matematika disebut dengan tautology, hanya mencari kalimat yang equivalen atau identik . analitik bersifat apriori. Di dalam pikiran itu artinya menggunakan rasio maka muncul lah rasionalisme tokohnya adalah Rene Descartes, yang mengatakan tiada ilmu tanpa rasio. Aspek dari analitik adalah ragu-ragu, sehingga muncul Scepticims. Analitik itu bersifat konsisten, sehingga muncul sifat filsafat Koherentims. A priori artinya dapat memikirkan walaupun belum mengetahui karena terlalu meninggi-ninggikan pikiran.
·         Masalah berubah
Aliran filsafat yang menganggap bahwa yang ada itu berubah disebut Hireartikism. Obyek tersebut berada diluar pikiran manusia, yang melahirkan filsafat realism. Tokoh yang memiliki pemikiran itu adalah Aristoteles. Menurut paham ini semua yang ada di dunia ini berubah, sesuai dengan hukumnya karena saya tidak bisa menyebutkan diri saya yaitu hukum kontradiksi.
            Yang berubah itu bersifat sintetik Karena terikat oleh ruang dan waktu.  Sintestik bersifat aprostiorism. Yang berubah adalah pengalaman, maka munculah empirisme, dengan tokohnya adalah David Hume, yang mengatakan bahwa tidak ada ilmu jika tanpa ada pengalaman. Baginya, pengalaman (empiris) lebih dari pada resio sebgai sumber pengetahuan, baik pengalaman intern maupun ekstern. A prostiorism artinya bisa memikirkan setelah melihat. Contohnya ekor kucing itu bergerak setelah melihat tikus.



·         Masalah Badan dan Jiwa
             Badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang membentuk pribadi manusia, dan keutuhan pribadi manusia. Ada 2 aliran berbeda dalam filsafat manusia tentang jiwa dan badan yaitu Monisme dan Dualisme.
·         Monisme
    Merupakan aliran yang menolak pandangan dualisme. Badan dan jiwa merupakan satu substansi. Monisme memiliki tiga bentuk :
·         Materialisme
   Materi sebagai dasar bagi segala hal yang ada,disebut juga fisikalisme. Termasuk jiwa, bersumber dari materi.
·         Teori Identitas
    Perbedaan jiwa dan badan hanya pada arti, bukan referensi mengakui aktivitas mental manusia. Badan dan jiwa merupakan elemen yang sama.
·         Idealisme
    Mengatakan bahwa ada hal yang tidak dapat diterangkan berdasarkan materi. Seperti pengalaman, nilai dan makna. Rene Descartes dengan “cogito ergo sumnya “ merupakan peletak dasar bentuk idealisme.

0.      Dualisme
    Mengatakan bahwa badan dan jiwa adalah 2 elemen berbeda dan terpisah, dalam pengertian dan objek. Dualisme memiliki 4 bentuk :
·         Interaksionalisme
     Fokus pada timbal balik antara badan dan jiwa
·         Okkasionalisme
      Memasukkan dimensi ilahi. Hubungan peristiwa mental dan fisik bisa terjadi dengan campur tangan ilahi.
·         Paralelisme
      Ada 2 peristiwa yang berjalan beriringan, yaitu peristiwa mental dan fisik, namun satu tidak menjadi sumber bagi yang lainnya.
·         Epifenomenalisme
      Melihat hubungan jiwa dan badan melalui syaraf. Satu-satunya unsur untuk menyelidiki proses kejiwaan adalah syaraf.


Penjelasan singkat :
·         Pandangan monisme bertentangan dengan hakikat manusia. Plato berkata bahwa badan dan jiwa memiliki sifat yang berbeda. Badan bersifat sementara, dan jiwa bersifat abadi. Kelemahan monisme yaitu tidak bisa melihat bahwa pengalaman bersifat personal.
·         Pandangan dualisme, khususnya paralelisme sulit diterima. Perbuatan baik muncul dari niat yang baik. Manusia adalah makhluk rohani dan jasmani sekaligus.

·         Badan Manusia
  Adalah elemen mendasar dalam membentuk pribadi manusia. Hakikat badan bukan pertama-tama terletak pada dimensi materialnya, tapi dalam seluruh aktivitas entitas yang terjadi dalam badan.

·         Jiwa Manusia
     Jiwa harus dipahami sebagai kompleksitas kegiatan mental manusia. Jiwa manusia bukanlah makhluk halus. Jiwa menyadarkan manusia siapa dirinya.
    James P.Pratt mengatakan ada 4 kemampuan dasar jiwa manusia :
·         Menghasilkan kualitas penginderaan
·         Menghasilkan makna dari penginderaan khusus
·         Memberi tanggapan terhadap hasil penginderaan
·         Memberi tanggapan pada proses dalam pikiran demi kebaikan

St. Augustinus mengatakan, manusia hanya bisa melakukan penilaian terhadap tindakannya karena dorongan dari jiwa. Kemampuan jiwa menunjukkan bahwa kegiatan manusia bukan kegiatan mekanistik.




·         Masalah Kebebasan Manusia

·         Pengertian
·         Umum
  Kebebasan adalah kebebasan negatif, tidak ada hambatan (paksaan,halangan,aturan)
·         Khusus
·         Kebebasan adalah penyempurnaan diri (filsafat proses whitehead)
·         Kesanggupan memilih dan memutuskan
·         Kebebasan eksistensial, manusia bebas memilih demi dirinya sendiri, dalam arti kemampuan untuk mengungkapkan berbagai dimensi kemanusiaan.
0.      Kebebasan sebagai eksistensi manusia , apa argumennya ?
·         Manusia hidup dalam “kemungkinan dapat” dan selalu berhadapan dengan pilihan berbeda yang memiliki bobot masing-masing
·         Adanya tanggung jawab. Bagaimana bila semua orang melakukan semaunya sendiri ? hanya mereka yang bebaslah yang dapat bertanggung jawab
·         Makna perbuatan moral ada pada kebebasan
1.      Jenis-jenis kebebasan :
·         Horizontal : kesenangan, kesukaan, spontan, pertimbangan intelektual
·         Vertikal : pilihan moral, pertimbangan tujuan, tingkatan nilai
·         Eksistensial : posistif, lambang martabat manusia
·         Sosial : terkait dengan orang lain

Nilai humanistik dalam kebebasan eksistensial :
·         Melibatkan pertimbangan
·         Mengedepankan nilai kebaikan
·         Menghidupkan otonomi, terutama bagi diri sendiri
·         Menyertakan tanggung jawab

0.      Jiwa dan kebebasan
   Eksistensi jiwa dalam tubuh memampukan manusia untuk menghadirkan diri secara penuh di dunia dan memampukan manusia menentukan perbuatannya. Dalam fungsi menentukan perbuatan, jiwa berhubungan dengan kehendak bebas. Karena jiwalah manusia menjadi makhluk bebas. Kebebasan merupakan kebutuhan mendasar manusia.

      Menurut pandangan determinisme
Determinisme adalah aliran yang menolak kebebasan sebagai kenyataan hidup bagi manusia. Seluruh kegiatan manusia di dunia berjalan menurut keharusan yang bersifat deterministik.

0.      Sejarah perkembangan masalah kebebasan
·         Filsafat Yunani tidak memberikan jawaban yang memuaskan karena :
 .        Ada pandangan bahwa semua hal ditentukan oleh nasib
a.       Masih kental dengan mitos tentang para dewa
b.      Menurut pemikiran Yunani, manusia adalah bagian dari alam, maka manusia harus mengikuti hukum umum yang mengaturnya
c.       Manusia terpengaruh oleh sejarah yang bergerak secara siklis

·         Zaman abad pertengahan
 Kebebasan dilihat dalam prospektif  Teosentrik (ke-Tuhanan)
·         Zaman modern
Teosentrik digantikan oleh Antroposentrik (kemanusiaan)

·         Zaman komtemporer (zaman kini atau postmodernisme)
 Kebebasan dipermasalahkan dari sudut pandang sosial
·         Kebebasan dalam pemikiran timur
Membebaskan diri dari kendala keinginan egoistik dan dari kecemasan untuk mencapai kesatuan dan pengendalian diri.















BAB V
HUBUNGAN FILSAFAT, ILMU DAN AGAMA

A. Pengertian Ilmu
Ilmu adalah pengetahuan yang pasti, sistematis, metodik, ilmiah dan mencangkup kebenaran umum mengenai objek studi.  Menurut Endang Saifudin Anshari (1987:49-50) ilmu pengetahuan atau ilmu adalah usaha pemahaman manusia mengenai kegiatan, stuktur, pembagian, hukum tentang ihwal yang diselidiki melalui pengindraan dan dibuktian kebenarannya melalui riset. Ilmu memiliki dua objek yaitu objek materi dan objek formal.
Tidak semua pengetahun dapat dikatakan ilmu, sebab kalau semua pengetahuan dikatakan ilmu tentu banyak yang bisa dikatakan ilmu, karena pengetahuan itu sifatnya baru sebatas tahu, akan tetapi sebaliknya semua ilmu adalah pengetahuan
Dikalangan masyarakat umum Indonesia, dipahami bahwa ilmu itu adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan itu, dan yang lebih awam lagi mengartikan ilmu itu dengan pengetahuan dan kepandaian tentang sesuatu persoalan, baik itu persoalan sosial kemasyarakatan maupun persoalan ekonomi, persoalan agama dan lain-lain sebagainya, seperti soal pergaulan, soal pertukangan, soal duniawi, soal akhirat, soal lahir, soal batin, soal dagang, soal adat istiadat, soal pertanian, soal gali sumur dan lain-lain sebagainya.
Pengertian Filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan segala sesuatu secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat yang sebenarnya. Kata filsafat yang terambil dari Bahasa Yunani, yaitu philosophia yang berarti kebijaksanaan atau mencintai kebijaksanaan.   Objek filsafat terdiri dari dua objek yaitu objek materi dan objek formal. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa yang menjadi objek filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. 

Menurut Poedjawijatna, filsafat itu juga dapat dikatakan adalah
suatu ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Selanjutnya beliau mengkategorikan filasafat itu kedalam golongan ilmu, maka oleh karena itu filsafat harus bersifat ilmiah, yaitu menuntut kebenaran, memilki metode, bersistem dan harus berlaku umum.  


Pengertian Agama
Kata agama berasal dari Bahasa Sansekerta berasal dari kata a dan gama. A berarti “tidak” dan gama berarti “kacau”. Jadi kata agama diartikan tidak kacau, tidak semrawut hidup menjadi lurus dan benar.
Pengertian agama menunjukkan kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk mencari keridhoan Allah.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut
Agama pada umumnya dipahami sebagai :
·         Satu sistem credo ( tata keimanan atau tata keyakinan ) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia.
·         Satu sistem siyus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu.
·         Satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan  manusia dan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaksud diatas.
Hubungan antara Ilmu, Filsafat, dan Agama
Anshari (dalam Kompasiana 2012) menyatakan, baik ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan. Masih menurutnya, baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia.
Sebenarnya hakikat manusia itu adalah mahkluk pencari kebenaran, karena ia dibekalikan oleh Allah Swt dengan akal pikiran, akan tetapi akal pikiran yang suci yang tidak terkontaminasi dengan yang lain, yang dibimbing oleh nilai-nilai agama, karena dengan akal pikiran yang dibimbing oleh nilai-nilai agama itulah yang bisa mencapai kebenaran.
Paling tidak ada tiga sarana atau jalan untuk mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu, yaitu: melalui filsafat, melalui ilmu pengetahuan dan melalui agama, yaitu melalui wahyu dari Sang Pencipta Kebenaran yang Mutlak dan Abadi. Ketiga sarana atau jalan itu masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri di dalam mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu. Ketiga sarana tersebut juga mempunyai titik persamaan, titik perbedaan dan titik singgung (hubungan) antara yang satu dengan yang lainnya
Jalinan Fisafat dengan Agama
·         Agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan, sedangkan filsafat adalah salah satu unsur kebudayaan.
·         Agama adalah ciptaannya Tuhan, sedangkan filsafat hasil spekulasi manusia.
·         Agama adalah sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan (science), dengan filsafat menguji asumsi-asumsi science.
·         Agama mendahulukan kepercayaan dari pada pemikiran,sedangkan filsafat mempercayakan sepenuhnya kekuatan daya pikiran.
·         Agama mempercayai akan adanya kebenaran dan yang kenyataan dogma-dogma agama, sedangkan filsafat tidak mengakui dogma-dogma sebagai kenyataan tentang kebenaran.
 Dengan demikian,  terlihat jelas bahwa peran agama terhadap filsafat ialah meluruskan filsafat yang spekulatif kepada kebenaran mutlak yang ada pada agama. Sedangkan peran filsafat terhadap agama ialah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaran mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis. Hal ini di dukung pernyataan yang menyatakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan agama, malahan filsafat yang sejati itu adalah terkandugdalamagama(HamzahAbbas,1981:29).

Jalinan Filsafat dengan Ilmu
Filsafat berbicara tentang ilmu, begitulah Kattsoff (1996:1905) mengutarakan jalinan filsafat dengan ilmu. Bahasa yang dipakai dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu dan bukannya di dalamnya ilmu. Antara filsafat dan ilmu memiliki persamaan, dalam hal bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berpikir filosofis, spekulatif, dan empiris ilmiah. Perbedaaan antara keduanya, terutama untuk filsafat menentukan tujuan hidup dan ilmu menentukan sarana untuk hidup. Karenanya, filsafat inilah kemudian disebut sebagai induknya ilmu pengetahuan.

Persamaan Ilmu, Filsafat, dan Agama
Yang paling pokok persamaan dari ketiga bagian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mencari kebenaran.  Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri, mencari kebenaran tentang alam dan termasuk di dalamnya manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula, menghampiri kebenaran, baik tentang alam, maupun tentang manusia, yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar atau diatas jangkauannya, ataupun tentang Tuhan. Agama dengan karakteristiknya sendiri pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia, atau tentang Tuhan.

Perbedaan Ilmu, Filsafat, dan Agama
Terdapat perbedaan yang mencolok antara ketiga aspek tersebut, dimana ilmu dan filsafat bersumber dari akal budi atau rasio manusia. Sedangkan agama bersumber wahyu dari Tuhan. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan cara penyelidikan (riset), pengalaman (empiri), dan percobaan (eksperimen). Filsafat menemukan kebenaran atau kebijakan dengan cara penggunaan akal budi atau rasio yang dilakukan dengan cara mendalam, menyeluruh, dan universal. Kebenaran yang diperoleh atau ditemukan oleh filsafat adalah murni hasil pemikiran (logika) manusia, dengan cara perenungan (berpikir) yang mendalam (radikal) tentang hakikat segala seuatu (metafisika). Sedangkan agama mengajarkankebenaran atau memberi  jawaban tentang berbagai masalah asasi melalui wahyu atau kitab suci yang berupa firman Tuhan.
Kebenaran yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif yaitu kebenaran yang masih berlaku sampai dengan ditemukan kebenaran atau teori yang lebih kuat dalilnya atau alasannya. Kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif, berupa dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, riset, dan eksperimen. Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat keduanya nisbi (relatif). Sedangkan kebenaran agamabersifat mutlak (absolut), karena ajaran agama adalah wahyu yang diturunkan oleh yang Maha Benar, yang Maha Mutlak




BAB VI
SEJARAH FILSAFAT BARAT

 .        FILSAFAT ZAMAN KLASIK

Filsafat, terutama filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaannya. Fenomena ini menimbulkan suatu perubahan dalam proses berfikir dari mempercayai mitos-mitos yang berkembang ditengah masyarakat menjadi pemikiran yang lebih masuk akal.

Orang Yunani pertama yang diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta. Para filsuf Miletus mempermasalahkan alam, bukan manusia yang dipermasalahkan. Menurut Thales azas pemula ini ialah air, yang dalam sifatnya yang bergerak-gerak merupakan azas kehidupan segala sesuatu. Inilah pemikiran filsuf pada masa itu dan dilanjutkan dengan filsuf-filsuf yang lain seperti Phytagoras, Anaximander, Demokritus, Parmenides dan Heraklitus. Mereka itu biasanya disebut filsuf pra Socrates.

Kemudian zaman Socrates (469-399 SM) ditandai dengan kemunculan kaum sofis yang berarti cendikiawan, atau diartikan dengan orang bayaran. Karena mereka mengajar dengan mengambil upah dan ini merupakan pekerjaan yang hina pada zaman itu.
Tokoh-tokoh filsuf yang terkenal pada masa klasik antara lain :
 .        Socrates
Menurut Socrates, pengetahuan dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan terhadap hal-hal yang konkrit dan beragam corak, namun masih termasuk dalam jenis yang sama. Unsur-unsur yang berbeda kemudian dihilangkan, sehingga tinggal unsur yang sama dan bersifat umum sebagai pengetahuan yang sejati. Dengan demikian, Socrates mengemukakan : “Barangsiapa yang memiliki pengertian sejati, akan memiliki kebajikan (arête) atau keutamaan moral, sehingga dapat menjadi manusia yang sempurna”
·         Plato (427 – 347 SM)
Plato merupakan murid setia Socrates. Titik tolak pemikiran filsafatnya adalah menentukan mana yang paling benar, pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman atau pengetahuan indra yang berubah-ubah (Heracleitos) atau pengetahuan yang didapatkan dari akal yang tetap (Parmenides). Di bidang politik, Plato memperkenalkan konsep penting, yang menyebutkan di dalam negara ideal terdapat tiga golongan sebagai berikut:
·         Pemerintah sebagai golongan tertinggi (para penjaga, para filsuf).
·         Prajurit sebagai golongan pembantu, yang menjaga keamanan negara dan ketaatan warganya.
·         Polis atau golongan rakyat biasa yang bertugas memikul ekonomi negara (petani, pedagang, tukang).

·         Aristoteles (348 – 322 SM)
Aristoteles merupakam filsuf yang mengembangkan konsep logika yang disebutnya sebagai analitika dan etika. Di bidang ilmu pengetahuan, Aristoteles membagi ilmu pengetahuan menjadi:
·         Ilmu pengetahuan praktis (etika dan politik).
·         Ilmu pengetahuan produktif (teknik dan kesenian).
·         Ilmu pengetahuan teoretis(fisika, matematika, dan metafisika).

Dari pemikiran-pemikiran filsuf diatas bisa diambil ciri-ciri filsafat barat zaman klasik antara lain :
·         Ilmu pengetahuan masih bersifat umum.
·         Kebanyakan masih memikirkan asal usul kehidupan.
·         Masih ada perbedaan pemikiran antara filsuf satu dengan yang lain.
·         Pembagian ilmu pengetahuan masih terbatas.

·         FILSAFAT BARAT ABAD PERTENGAHAN
Filsafat yunani mengalami kemegahan dan kejayaannya dengan hasil yang sangat gemilang,yaitu melahirkan peradaban yunani. menurut pandangan sejarah filsafat ,dikemukakan bahwa peradaban yunani merupakan titik tolak peradaban manusia didunia.maka sejarah pandanagan sejarah filsafat dikemukakan didunia.giliran selanjutnya adalah warisan peradaban yunani jatuh ke tangan kekuasaan Romawi.kekuasaan romawi memperlihatkan kebesaran dan kekuasaannya hingga daratan Eropa (Britania), tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat yunani juga ikut terbawa.hal ini berkat peran caesar augustus yang mencipta masa keemasan kesusastraan latin ,kesenian, dan arsitektur Romawi.
Setelah filsafat yunani sampai kedaratan Eropa, di sana mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya. Karena bersamaan dengan agama kristen, filsafat yunani berintergrasi dengan agama kristen, sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka, munculah filsafat Eropa yang sesungguhnya sebagai penjelmaan filsafat yunani setelah berintegrasi dengan agama kristen.
Didalam masa pertumbuhannya dan perkembangannya filsafat eropa (kira-kira selama 5 abad) belum munculkan ahli pikir (filosof), akan tetapi setelah abad ke 6 M, barulah muncul para ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat eropa yang mengawali kelahiran filsafat barat abad pertengahan.
Kekuatan pengaruh antara filsafat yunani dengan agama kristen dikatakan seimbang. Apabila tidak seimbang pengaruhnya, maka tidak mungkin berintegrasi membentuk suatu formula baru. Walaupun agama kristen relatif masih baru keberadaannya, tetapi pada saat itu muncul anggapan yang sama terhadap filsafat yunani ataupun agama kristen.
Filsafat barat abad pertengahan (476-1492) juga dapat dikatakan sebagai abad gelap.pendapat ini didasarkan pada pendekatakan sejarah gereja. Memang pada saat itu tindakan gereja sangat membeleggu kehidupan manusia sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. para ahli pikir pada saat itu pun tidak memiliki kebebasan berpikir.apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakan akan mendapatkan hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama.karena itu,kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapat larangan yang ketat.yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak  gereja. Walaupun demikian,ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang yang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknya pada saat Paus Innocentius III di akhir abad XII, dan yang paling berhasil dalam pengejaran orang-orang murtad ini di Spanyol.
Ciri-ciri pemikiran barat abad Pertengahan adalah :
·         Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja
·         Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles
·         Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.
Masa abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya mengiring manusia ke dalam kehidupan/sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan terhambat.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang saleh. Namun, di sisi lain,dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Masa abad pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu : masa patristik dan masa skolastik.
·         Masa Patristik
Istilah patristik berasal dari kata latin pater atau bapak,yang artinya para pemimpin gereja.para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. dari golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya.mereka ada yang menolak filsafat yunani dan ada yang menerimanya.
Bagi mereka yang menolak,alasannya karena beragapan bahwa sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, dan tidak dibenarkan apabila mencari sumber kebenaran yang lain seperti dari filsafat Yunani. bagi mereka yang menerima sebagai alasannya beranggapan bahwa walaupun telah ada sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya menggunakan filsafat yunani hanya diambil metodenya saja (tata cara berfikir). juga, walaupun filsafat yunani sebagi kebenaran manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. Jadi, memakai atau menerima filsafat yunani diperbolehkan selama dalam hal-hal tertentu tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang-orang yang menerima filsafat yunani menuduh bahwa mereka (orang-orang kristen yang menolak filsafat yunani) itu munafik kemudian, orang yang dituduh  munafik tersebut menyangkal, bahwa tuduhan tersebt dianggap fitnah.dan pembelaan dari orang-orang yang menolak filsafat yunani mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan dengan Tuhan.
Akibatnya, muncul upaya untuk membela agama kristen, yaitu para apologis (pembela agama kristen) dengan kesadarannya membela iman kristen dari serangan filsafat yunani.para pembela iman kristen tersebut adalah justinus martir, klemenspembela iman kristen tersebut adalah Justinus Martir, Irenaeus,  Klemens, Origenes, Gregorius, Nissa, Tertullianus, Diosios Arepagos, Au-Relius Augustinus.
0.      Masa Skolastik
                       Istilah skolastik adalah kata sifatbyang berasal dari kata school, yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
                       Filsafat skolastik ini berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor berikut.
 .        Faktor Religius
                       Faktor religious dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya.yang dimaksud dengan faktor religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berkehidupan religius. Mereka beranggapan bahwa hidup didunia ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussallem, dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia yangt menjadi tanah airnya adalah surga. Manusia tidak dapat sampai ke tanah airnya (surga) dengan kemampuannya sendiri, sehingga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat kodratnya  mempunyai cela atau kelemahhan yang dilakukan (diwariskan) oleh adam, mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka, hanya deengan jalan pengampunan inilah manusia dapat tertolong agar dapat mencapai tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar pemikiran filsafatnya.
·         Faktor Ilmu Pengetauhan
                        Pada saat itu telsh banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja, ataupun dari keluarga istana. Kepustakaannya di ambil dari para penulis latin, arab (islam), dan yunani.
                        Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
·         Skolastik Awal, berlangsung dari tahun 800-1200
·         Skolastik Puncak, berlangsung dari tahun 1200-1300
·         Skolastik Akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450

C. FILSAFAT ZAMAN MODERN

Para filosof zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Filsafat Barat modern dengan demikian memiliki corak yang berbeda dengan filsafat Abad Pertengahan. Letak perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman Modern otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang mengikat itu adalah agama dengan gerejanya serta Raja dengan kekuasaan politiknya yang bersifat absolut.
     A.   Macam – Macam Filsafat Era Modern
     1.   Renaisanse     
Dalam menentukan kapan peralihan dari zaman pertengahan ke zaman modern itu sangatlah sulit  sekali, karena banyak ahli yang berbeda pendapat tentang masalah ini, ada yang mengatakan pada masa keruntuhan Konstatinofel yang ditaklukan oleh Turki Usmani pada tahun 1453, ada juga yang mengatakan ketika Colombus menemukan Benua Amerika itu menjadi awal dari zaman modern, ada lagi pada gerakan reformasi keagamaan yang dilakukan oleh Martin Luther pada tahun 1517. Tapi pendapat yang mayoritas dari para ahli adalah gerakan renaisans pada abad 15 dan 16, kemudian pada abad ke 17 itu menjadi awal mula dari filsafat modern.
Renaisanse berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang berarti kelahiran kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh para ahli sejarah untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual yang terjadi di Eropa, khususnya di Italia sepanjang abad ke 15 dan ke 16. Istilah ini mula-mula digunakan oleh seorang ahli sejarah terkenal yang bernama Michelet, kemudian dikembangkan oleh J. Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai periode yang dilawankan dengan periode Abad Pertengahan.
Pada zaman ini juga banyak ditemukan berbagai keilmuan yang terkenal sampai sekarang, dengan tokoh sebagai berikut :
 .        Nicolaus Copernicus (1473-1543) penemu di bidang astronomi.
a.       Galileo Galilei (1564-1642) penemu teleskop.
b.      Francis Bacon (1561-1626) seorang filosof dan politikus Inggris.
      
     2. Rasionalisme
Usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah dirintis oleh para pemikir renaisans, masih berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17 adalah era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal, bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan.
Keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal telah berimplikasi kepada perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya, terhadap kepercayaan yang bersifat dogmatis seperti yang terjadi pada abad pertengahan, terhadap norma-norma yang bersifat tradisi dan terhadap apa saja yang tidak masuk akal termasuk keyakinan-keyakinan dan serta semua anggapan yang tidak rasional.
Dengan kekuasaan akal tersebut, orang berharap akan lahir suatu dunia baru yang lebih sempurna, dipimpin dan dikendalikan oleh akal sehat manusia. Kepercayaan terhadap akal ini sangat jelas terlihat dalam bidang filsafat, yaitu dalam bentuk suatu keinginan untuk menyusun secara apriori suatu sistem keputusan akal yang luas dan tingkat tinggi. Corak berpikir yang sangat mendewakan kemampuan akal dalam filsafat dikenal dengan nama aliran rasionalisme.
Pemikiran yang mengatas namakan rasionalisme ini banyak didukung oleh para ahli pada bidang filsafat, diantaranya adalah :
 .        Rene Descartes (1595-1650).
a.       Baruch Spinoza (1632-1677)
b.      Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716)
Yang dianggap sebagai bapak filsafat modern itu adalah tokoh yang pertama pada filsafat modern yaitu Rene Descartes yang lebih akrab dipanggil Descartes. Dengan adanya filsafat yang menjorok pada modern ini, kita mampu mengeluarkan pemikiran - pemikiran kita tentang apa yang sedang dibutuhkan di ranah filsafat.
3. Empirisme
Para pemikir di Inggris bergerak ke arah yang berbeda dengan tema yang telah dirintis oleh Descartes. Mereka lebih mengikuti Jejak Francis Bacon, yaitu aliran empirisme. Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peran akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan rasionalisme. Akan tetapi tidak berarti bahwa rasionalisme ditolak sama sekali. Dapat dikatakan bahwa rasionalisme dipergunakan dalam kerangka empirisme, atau rasionalisme dilihat dalam bingkai empirisme.
Jadi selebihnya penjelasan dari empirisme adalah sebuah aliran filsafat modern yang sangat berlawanan dengan rasionalisme, karena aliran ini banyak menekankan pada pengalaman yang terjadi pada diri dari ahli yang mengalaminya itu. Karena sebagian dari teori yang ada pada aliran ini adalah pengalaman yang benar – benar dialami oleh para ahli yang kemudian membuat aliran filsafat empirisme ini.
Orang pertama pada abad ke-17 yang mengikuti aliran empirisme di Inggris adalah Thomas Hobbes (1588-1679). Jika Bacon lebih berarti dalam bidang metode penelitian, maka Hobbes dalam bidang doktrin atau ajaran. Hobbes telah menyusun suatu sistem yang lengkap berdasar kepada empirisme secara konsekuen. Meskipun ia bertolak pada dasar-dasar empiris, namun ia menerima juga metode yang dipakai dalam ilmu alam yang bersifat matematis.Ia telah mempersatukan empirisme dengan rasionalisme matematis. Ia mempersatukan empirisme dengan rasionalisme dalam bentuk suatu filsafat materialistis yang konsekuen pada zaman modern.
Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat, atau tentang penampakan-panampakan yang kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau asalnya. Sasaran filsafat adalah fakta-fakta yang diamati untuk mencari sebab-sebabnya. Adapun alatnya adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan dengan kata-kata yang menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam pengamatan disajikan fakta-fakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam kesadaran kita. Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan pengertian-pengertian; ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada benda-benda yang bergerak.  Menurut Hobbes, tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata, tetapi yang benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-benda itu. Segala gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya perasaan yang ada pada si pengamat saja. Segala yang ada ditentukan oleh sebab yang hukumnya sesuai dengan hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan sebab akibat termasuk situasi kesadaran kita.
Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian.





BAB VII
Filsafat Ilmu Pengetahuan ( Epistemologi )
A. Pengertian Epistemologi
                       Epistemologi berasal dari Bahasa Yunani Episteme dan Logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan Logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Secara etimologi Epistemologi dapat diartikan, teori pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi Theory of Knowledge.
Epistemologi (ma’rifah) dalam bahasa Arab mempunyai banyak penggunaan, tetapi lazimnya berarti pengetahuan (knowledge), kesadaran (awareness), dan informasi. Adakalanya digunakan dalam arti pencerahan khusus (idrak juz’i/ particular perception), kadang-kadang juga dipakai dalam arti ilmu yang sesuai dengan kenyataan dan melahirkan kepastian dan keyakinan. Pengetahuan yang menjadi pokok bahasan epistemologi boleh jadi mempunyai salah satu pengertian tersebut atau pengertian lainnya. Pembahasan mengenai epistemologis tidak terbatas pada satu jenis pengetahuan. Konsep pengetahuan merupakan salah satu konsep paling jelas dan nyata (badihi/ self-evident). Epistemologis dapat didefinisikan sebagai “bidang ilmu yang membahas pengetahuan manusia, dalam berbagai jenis dan ukuran kebenaran.”
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat  dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu dapat  diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Dan karena epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan Tentang “bagaimana kita mendapatkan pengetahuan?” sehingga untuk memperoleh jawabannya, kita harus terlebih dahulu mengetahui sumber pengetahuannya dan tentang terjadinya pengetahuan maupun asal mulanya pengetahuan. Dan harus menggunakan metode ilmiah sehingga pengetahuan itu dapat dipastikan kebenarannya.
B.Teori Pengetahuan
1.Teori Plato tentang pengingatan kembali
Teori Plato tentang pengingatan kembali adalah teori yang berpendapat bahwa pengetahuan  adalah fungsi mengingat kemabli informasi-informasi yang telah lebih dulu diperoleh. Ia mendasarkan nya pada filsafat tertentunya tentang alam ide dan keazalian jiwa. Plato yakin bahwa jiwa manusia ada dalam bentuk berdiri sendiri, terlepas dari badan, sebelum badan itu ada.
Teori ini berdasarkan atas dua proposisi berikut : pertama, bahwa jiwa sudah ada sebelum adanya badan di alam yang lebih tinggi dari pada alam materi. Kedua, bahwa pengetahuan rasional tidak lain adalah pengetahuan tentang realitas-realitas yang tetap dialam yang lebih tinggi, yang oleh plato disebut dengan archetypes.
2.Teori Rasional
Teori rasional adalah teori para filosof eropa seperti Descrates (1596-1650) dan Immanuel Kant (1724-1804), dan lain-lain. Teori-teori tersebut terangkum dalam kepercayaan adanya dua sumber bagi konsepsi. Pertama, penginderaan (sensasi). Kedua, adalah fithrah, dalam arti bahwa akal manusia memiliki pengertian-pengertian dan konsepsi-konsepsi yang tidak muncul dari indera. Tetapi ia sudah ada (tetap) dalam lubuk fitrah.
Para kaum rasionalis tidak dapat dapat menjelaskan alasanya munculnya sejumlah gagasan dan konsepsi dari indera, karena memang ia bukan konsepsi-konsepsi indrawi. Maka ia harus digali secara esensial dari lubuk jiwa. Untuk itu, kita dapat membantah teori itu melalui dua cara.
Pertama, menganalisa pengetahuan sedemikian sehingga dapat menisbahkan semuanya itu kepada indera dan merumuskan pemahaman mengenai cara munculnya konsepsi-konsepsi dari indera. Analisis seperti ini akan membuat teori tentang ide fitri tak beralasan sama sekali, karena ia berdasarkan pemisahan total beberapa ide dari wilayah alam indera. 
Cara kedua, adalah metode filosofis untuk menolak (pandangan mengenai) konsepsi-konsepsi fitri. Ia berdasarkan atas kaidah yang menyatakan bahwa suatu kebergandaan efek tidak mungkin efek tidak mungkin keluar dari sesuatu yang sederhana.
3.Teori Empirikal
Teori emperikal mengatakan bahwa penginderaan adalah satu-satunya yang membekali akal manusia dengan konsepsi-konsepsi dan gagasan, dan (bahwa potensi mental akal budi) adalah potensi yang mencerminkan dalam berbagai persepsi inderawi. Akal budi, berdasarkan teori adalah, hanyalah mengelola konsepsi-konsepsi gagasan-gagasan inderawi.
4.Teori Disposesi
Teori ini, secara umum, adalah teori para filosof muslim. Ia terangkum dalam pembagian konsepsi-konsepsi  mental menjadi dua bagian : Konsepsi-konsepsi primer dan konsepsi sekunder.
Konsepsi-konsepsi primer adalah dasar konseptual bagi akal manusia. Ini lahir dari persepsi  secara langsung terhadap kandungan-kandungannya. Kita mengkonsepsi panas karena kita mempersepsinya dengan perabaan, mengkonsepsi warna karena kita mempersepsikannya dengan penglihatan. Dari ide-ide itu, terbentuklah kaidah pertama (primer) bagi konsepsi. Dan berdasarkan kaidah itu, akal memunculkan konsepsi-konsepsi sekunder (turunan)
C.Pengetahuan Dan Kebenaran
Jika seseorang mempermasalahkan dan ingin membuktikan apakah pengetahuanitu bernilai benar, menurut para ahli epostemologi dan ahli filsafat, pada umumnya untuk membuktikan bahwa pengetahuan bernilai benar, seseorang menganalisis terlebih dahulu cara, sikap dan sarana yang digunakan untuk membangun suatu pengetahuan.Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran (Surajiyo, 2005) antara lain sebagaiberikut :
1. The correspondence theory of truth (Teori Kebenaran Saling Berkesesuian). Berdasarkan teori pengetahun Aristoteles yang menyatakan bahwa kebenaran itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya atau faktanya..
2. The Semantic Theory of Truth (Teori Kebenaran berdasarkan Arti). Berdasarkan Teori Kebenaran Semantiknya Bertrand Russell, bahwa kebenaran (proposisi) itu ditinjau dari segi arti atau maknanya.
3. The consistence theory of truth (Teori Kebenaran berdasarkan Konsisten). Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
4. The pragmatic theory of truth (Teori Kebenaran berdasarkan Pragmatik). Yang dimaksud dengan teori ini ialah bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya. Tugas filsafat ilmu 3
5. The Coherence Theory of Truth(Teori Kebenaran berdasarkan Koheren). Berdasarkan teori Koherennya Kattsoff (1986) dalam bukunya Element of Philosophy, bahwa suatu proosisi itu benar, apabila berhubungan dengan ide-ide dari proposisi terdahulu yang telah dan benar.
6. The Logical Superfluity of Truth (Teori Kebenaran Logis yang berlebihan). Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Ayer, bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibatkan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupi.
7. Teori Skeptivisme, suatu kebenaran dicari ilmiah dab tidak ada kebenaran yang lengkap.
8. Teori Kebenaran Nondeskripsi. Teori yang dikembang oleh penganut filsafat fungsionalisme, yang menyatakan bahwa suatu statemen atau pernyataan mempunyai nilai benar amat tergantung peran dan fungsi dari pada pernyataan itu.
D. Dasar-Dasar Pengetahuan
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapat melalui kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Penalaran mempunyai ciri, yaitu: merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu dan sifat analitik dari proses berpikirnya, menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut aalah logika penalaran yang bersangkutan, artinya kegiatan berpikir analisis adalah berdasarkan langkah-langka tertentu. Tidak semua kegiatan berpikir mendasarkan pada penalaran seperti perasaan dan intuisi.
Ditinjau dari hakikat usahanya, maka dalam rangka menemukan kebenaran, kita dapat bedakan jenis pengetahuan. Pertama, pengetahuan yang didapatkan melalui usaha aktif dari manusia untuk menemukan kebenaran, baik secara nalar maupun lewat kegiatan lain seperti perasaan dan intusi. Kedua, pengetahuan yang didapat tidak dari kegiatan aktif menusia melainkan ditawarkan atau diberikan seperti ajaran agama. Untuk melakukan kagiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari sumber kebenaran yaitu dari rasio (paham rasionalisme) dan fakta (paham empirisme). Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan penalaran deduktif (terkait dengan rasionalisme) dan induktif (terkait dengan empirisme).
. Penalaran merupakan proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu. Penarikan kesimpulan dianggap benar jika penarikan kseimpulan dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut dengan logika.









BAB VIII
FILSAFAT MANUSIA
 PENGERTIAN FILSAFAT MANUSIA

Filsafat Manusia adalah cabang filsafat yang hendak secara khusus merefleksikan hakekat atau esensi dari manusia. Filsafat Manusia sering juga disebut sebagai Antropologi Filosofis. Filsafat Manusia memiliki kedudukan yang setara dengan cabang-cabang filsafat lainnya, seperti etika, epistemologi, kosmologi, dll. Akan tetapi Filsafat Manusia juga memiliki kedudukan yang istimewa, karena semua persoalan filsafat itu berawal dan berakhir tentang pertanyaan mengenai esensi dari manusia, yang merupakan tema utama refleksi Filsafat Manusia.
Manusia secara bahasa disebut juga insan, yang dalam bahasa arabnya berasal dari kata ‘nasiya’ yang berarti lupa. Dan jika dilihat dari kata dasar ‘al-uns’ yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya. Manusia memiliki cara keberadaan yang sekaligus membedakannya secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam kenyataan mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir, dan berfikir tersebut yang menentukan manusia pada hakekat manusia.



PANDANGAN FILSAFAT MANUSIA MENURUT BEBERAPA AHLI

Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan mahluk yang lain. Manusia dalam memiliki karya dapat dilihat dalam seting sejarah dan seting psikologis situasi emosional an intelektual yang melatarbelakangi karyanya. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah. Manusia juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi sisi trasendensi dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya.

Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam perfektif. Ada yang mengatakan manusia adalah hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini diyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal simbolik, pernyataan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut.

·         ONTOLOGI

           Secara terminologi Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos yang berarti “ada” dan logos yang berarti “ilmu”. Sedangkan secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (The theory of being qua being).
Sementara itu, Mulyadi Kartanegara menyatakan bahwa Ontology diartikan sebagai ilmu tentang wujud sebagai wujud, terkadang disebut sebagai ilmu metafisiska. Metafisika disebut sebagai “induk semua ilmu” karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni berkenaan dengan hakikat wujud.
           Mulla Shadra berpendapat ‘Tuhan sebagai wujud murni’. Hal ini dibenarkan oleh Suhrawardi bahwa alam merupakan emanasi. Alam merupakan manifestasi (tajalli). Sedang Plato berpendapat bahwa cunia yang sebenarnya adalah dunia ide. Dunia ide adalah sebuah dunia atau pikiran univewrsal (the universal mind). Aristoteles tidak menyangsikan pendapat gurunya (Plato), hanya saja dia lebih percaya bahwa yang kita lihat adalah riil. Sedangkan Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh kehidupan berasal dari air dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah berakhir.
           Yang termasuk dalam pembahasan ontologi adalah fisika, matematika dan Metafisika. Fisika sebagai tingkatan yang paling rendah, matematika sebagai tingkatan tengah-tengah sedangkan teologi sebagai tingkatan yang paling tinggi. Alasan pembagian tersebut adalah karena ilmu itu ada kalanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindera, yaitu sesuatu yang berbenda, yaitu fisika. Ada kalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud tersendiri, yaitu matematika. Dan ada yang tidak berhubungan dengan suatu benda yaitu metafisika.
           Ontologi juga sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan. Pembahasannya meliputi hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, substansi dan aksiden, yang tetap dan yang berubah, eksistensi dan esensi, keniscayaan dan kerelatifan, kemungkinan dan ketidakmungkinan, realita, malaikat, pahala, surga, neraka dan dosa.
           Dengan kata lain, pembahasan ontologi biasanya diarahkan pada pendeskripsian tentang sifat dasar dari wujud, sebagai kategori paling umum yang meliputi bukan hanya wujud Tuhan, tetapi juga pembagian wujud. Wujud dibagi ke dalam beberapa kategori, yakni wajib (wajib al-wujud), yaitu wujud yang niscaya ada dan selalu aktual, mustahil (mumtani’al wujud) yaitu wujud yang mustahil akan ada baik dalam potensi maupun aktualitas, dan mungkin (mumkin al-wujud), yaitu wujud yang mungkin ada, baik dalam potensi maupun aktualitas ketika diaktualkan ke dalam realitas nyata.
          
 


0.      MATERIALISME
Materialisme merupakan paham filsfat yang meyakini bahwa esensi kenyataan, termasuk esensi manusia bersifat material atau besifat fisik. Ciri utaman dari kenyataan material atau fisik yaitu manempati ruang dan waktu, memiliki keluasan dan bersifat objektif. Alam spiritual atau jiwa, yang tidak mempunyai ruang, tidak bisa disebut dengan esensi kenyataan, dan oleh karena itu ditolak keberadaannya.
Para materialis percaya bahwa tidak ada kekuatan apapun yang besifat spiritual dibalik gejala atau peristiwa yang bersifat material. Seandainya ada peristiwa atau gejala yang masih belum diketahui, atau belum bisa dipecahkan oleh manusia, maka hal itu berarti ada kekuatan yang bersifat spiritual dibelakang peristiwa tersebut, melainkan karena pengetahuan dan akal manusia yang belum memahaminya apa yang dimaksudkan tersebut. Jenis lain dari materealisme adalah naturalisme. Disebut naturalisme, karena karena istilah materi diganti dengan istilah alam (nature) atau organisme. Materialisme atau naturalisme percaya bahwa setiap gejala, setiap gerak, bisa dijelaskan menurut hukum kausalitas, hukum sebab akibat, atau hukum stimulus-respons.
Karena sangat percaya dengan hukum kausalitas , maka para materealis pada umumnya sangat diterministik. Mereka tidak mengakui adanya kebebasan atau independensi manusia. Soerang materealis sangat yakin bahwa tidak ada gerak atau perilaku yang ditimbulkan oleh dirinya sendiri. Gerak selalu bersifat mekanis, digerakan oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya (eksternal).

0.      IDEALISME
Idealisme merupakan kebalikan atau lawan dari materealisme. Menurut aliran ini, kenyataan sejati adalah berfilsafat, spiritual (oleh sebab itu, aliran ini sering disebut juga spiritualisme). Para idealisme percaya bahwa ada kekuatan atau kenyataan spiritual di belakang setiap penampakan atau kejadian. Esensi dari kenyataan spiritual ini adalah berfikir (res cigitans). Karena kekuatan atau kenyataan spiritual tidak bisa diukur atau dijelaskan berdasarkan pada Fusngsi metafor kesadaran manusia untuk menjelaskan kenyataan sejati oleh para idealis, sama halnya dengan fusngsi metafor hewan (tikus atau anjing) dan komputer untuk menjelaskan perilaku manusia oleh para behavioris dan oleh para psikolog kognitif dalam ilmu psikologi.
Demikian juga para idealis mengalami kesulitan dalam mejelaskan kenyataan sejati yang ada dibalik  penampakan lahiriah, sehingga perlu metafor kesederhanaan manusia untuk menjelaskannya. Dengan diakuinya kenyataan sejati sebagai bersifat spiritual, bukan berarti para idealis menolak kekuatan-kekuatan yang bersifat fisik (material) dan menolak adanya hukum alam.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hegel (1770-1831) kekuatan fisik dan hukum alam memang ada, tetapi keberadaannya merupakan manifestasi dari kekuatan atau kenyataan yang sejati dan lebih tinggi, yaitu roh Absolut. Jika kenyataan pada dasarnya bersifat spiritual dan nonfisik, maka hal-hal yang bersifat ideal dan normatif, seperti agama, hukum, nilai, cita-cita tau ide, memegang peran penting dalam kehidupan. Hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, serta agama, dan nilai dalam kehidupan sosial dan pribadi, merupakan norma-norma yang menggerakkan perilaku manusia dan masyarakat manusia. Di antara para idealis banyak juga yang yang menekankan kebebsan manusia.

0.      EKSISTENSIALISME
Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar metodologinya berasal dari metoda fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel (1859-1938). Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”. Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan individualitasnya). Kiergaard menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan.
Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul”. Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani
Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi fenomenologi, atau cara manusia berada. Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan idealisme. Pendapat materialisme bahwa manusia adalah benda dunia, manusia itu adalah materi , manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek. Pandangan manusia menurut idealisme adalah manusia hanya sebagai subjek atau hanya sebagai suatu kesadaran. Eksistensialisme berkayakinan bahwa paparan manusia harus berpangkalkan eksistensi, sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-lukisan yang kongkrit. Eksistensi oleh kaum eksistensialis disebut Eks bearti keluar, sintesi bearti berdiri. Jadi ektensi berarti berdiri sebagai diri sendiri.
Gerakan eksistensialis dalam pendidikan berangkat dari aliran filsafat yang menamakan dirinya eksistensialisme, yang para tokohnya antara lain Kierkegaard (1813 – 1915), Nietzsche (1811 – 1900) dan Jean Paul Sartre. Inti ajaran ini adalah respek terhadap individu yang unik pada setiap orang. Eksistensi mendahului esensi. Kita lahir dan eksis lalu menentukan dengan bebas esensi kita masing-masing. Setiap individu menentukan untuk dirinya sendiri apa itu yang benar, salah, indah dan jelek. Tidak ada bentuk universal, setiap orang memiliki keinginan untuk bebas (free will) dan berkembang. Pendidikan seyogyanya menekankan refleksi yang mendalam terhadap komitmen dan pilihan sendiri.
Manusia adalah pencipta esensi dirinya. Dalam kelas guru berperan sebagai fasilitator untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya dengan membiarkan berbagai bentuk pajanan (exposure) dan jalan untuk dilalui. Karena perasaan tidak terlepas dari nalar, maka kaum eksistensialis menganjurkan pendidikan sebagai cara membentuk manusia secara utuh, bukan hanya sebagai pembangunan nalar. Sejalan dengan tujuan itu, kurikulum menjadi fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan untuk dipilih siswa. Kelas mesti kaya dengan materi ajar yang memungkinkan siswa melakukan ekspresi diri, antara lain dalam bentuk karya sastra film, dan drama. Semua itu merupakan alat untuk memungkinkan siswa ‘berfilsafat’ ihwal makna dari pengalaman hidup, cinta dan kematian.
Eksistensialisme biasa dialamatkan sebagai salah satu reaksi dari sebagian terbesar reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir punah akibat perang dunia kedua.Dengan demikian Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya.
Sebagai aliran filsafat, eksistensialisme berbeda dengan filsafat eksistensi. Paham Eksistensialisme secara radikal menghadapkan manusia pada dirinya sendiri, sedangkan filsafat eksistensi adalah benar-benar sebagai arti katanya, yaitu: “filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.”
Secara singkat Kierkegaard memberikan pengertian eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutkan rasional. Dengan demikian aliran ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan situasi sejarah yang ia alami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak serta spekulatif. Baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan hidupnya.
Atas dasar pandangannya itu, sikap di kalangan kaum Eksistensialisme atau penganut aliran ini seringkali Nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum. Kebebasan untuk freedom to[4] adalah lebih banyak menjadi ukuran dalam sikap dan perbuatannya.
Pandangannya tentang prendidikan, disimpulkan oleh Van Cleve Morris dalam Existentialism and Education, bahwa “Eksistensialisme tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk.” Oleh sebab itu Eksistensialisme dalam hal ini menolak bentuk-bentuk pendidikan sebagaimana yang ada sekarang. Namun bagaimana konsep pendidikan eksistensialisme yang diajukan oleh Morris sebagai “Eksistensialisme’s concept of freedom in education”, menurut Bruce F. Baker, tidak memberikan kejelasan. Barangkali Ivan Illich dengan Deschooling Society, yang banyak mengundang reaksi di kalangan ahli pendidikan, merupakan salah satu model pendidikan yang dikehendikan aliran Eksistensialisme tidak banyak dibicarakan dalam filsafat pendidikan.
Pandangan eksistensialisme adalah:
Menurut metafisika: (hakekat kenyataan) pribadi manusia tak sempurna, dapat diperbaiki melalui penyadaran diri dengan menerapkan prinsip & standar pengembangan ke pribadian
Epistimologi: (hakekat pengetahuan), data-internal–pribadi, acuannya kebebasan individu memilih
Logika: (hakekat penalaran), mencari pemahaman tentang kebutuhan & dorongan internal melaui analis & introfeksi diri \
Aksiologi (hakekat nilai), Standar dan prinsip yang bervariasi pada tiap individu bebas untuk dipilih-diambil
Etika (hakekat kebaikan), tuntutan moral bagi kepentingan pribadi tanpa menyakiti yang lain
Estetika (hakekat keindahan), keindahan ditentukan secara individual pada tiap orang oleh dirinya
Tujuan hidup menyempurnakan diri melalui pilihan standar secara bebas oleh tiap individu, mencari kesempurnaan hidup
0.      VITALISME

Vitalisme adalah paham didalam filsafat yang beranggapan bahwa kenyataan sejati pada dasarnya adalah energi, daya, kekuatan atau nafsu yang bersifat irrasional (tidak rasional). Vitalisme percaya bahwa seluruh aktivitas atau perilaku manusia pada dasarnya merupakan perwujudan dari energy-energi atau kekuatan yang tidak rasional atau instingtif. Acuan utama vitalisme adalah ilmu biologi dan sejarah. Biologi mengajarkan bagaimana kehidupan ditentukan bukan oleh rasio, melainkan oleh kekuatan untuk bertahan hidup (survive) yang sifatnya tidak rasional dan instingtif.
Agar organisme tetap bisa bertahan hidup, maka tidak ada dan tidak diperlukan pertimbangan rasional, melainkan naluri untuk mempertahankan hidup. Tingkah laku hewan dan semua jenis organism termasuk manusia, menunjukkan bagaimana energy yang bersifat instingtif tersebut sangat menentukan tingkah lakunya.  Hewan dan manusia melalui kehendaknya yang tidak rasional dan liar , justru lebih bisa mempertahankan hidupnya daripada menggunakan pikiran yang rasional.


KEDUDUKAN DAN PERAN MANUSIA
Manusia sebagai mahluk yang berdimensional memiliki peran dan kedudukan yang sangat mulia. Tetapi sebelum membahas tentang peran dan kedudukan, pengulangan kembali tentang esensi dan eksistensi manusia. Manusia yang memiliki eksistensi dalam hidupnya sebagai abdullah (kedudukan ketuhanan), an-nas (kedudukan antar manusia), al insan (kedudukan antar alam), al basyar (peran sebagai manusia biasa) dan khalifah (peran sebagai pemimpin).
Kedudukan dan peran manusia adalah memerankan ia dalam kelima eksistensi tersebut. Misalkan sebagai khalifah di muka bumi sebagai pengganti Tuhan manusia disini harus bersentuhan dengan sejarah dan membuat sejarah dengan mengembangkan esensi ingin tahu menjadikan ia bersifat kreatif dan dengan di semangati nilai-nilai trasendensi.
Manusia dengan Tuhan memiliki kedudukan sebagai hamba, yang memiliki inspirasi nilai-nilai ke-Tuhan-an yang tertanam sebagai penganti Tuhan dalam muka bumi. Manusia dengan manusia yang lain memiliki korelasi yang seimbang dan saling berkerjasama dala rangka memakmurkan bumi. Manusia dengan alam sekitar merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan rasa syukur kita terhadap Tuhan dan bertugas menjadikan alam sebagai subjek dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Setiap apa yang dilakukan oleh manusia dalam pelaksana pengganti Tuhan sesuai dengan maqasid asy-syari’ah. Maqasid asy-syari’ah merupakan tujuan utama diciptanya sebuah hukum atau mungkin nilai-esensi dari hukum, di mana harus menjaga agama, jiwa, keturunan, harta, akal dan, ekologi. Manusia yang memegang amanah sebagai khalifah dalam melakukan keputusan dan tindakannya sesuai dengan maqasid asy-syari’ah.


TIGA RANTAI KEHIDUPAN
Kedudulan manusia selain ditinjau dari diri manusia sebagai abdullah, an-nas, al insan, al basyar dan khalifah, juga ditinjau dari tiga aspek simbiolis atau hubungan. Hubungan itu berdasar kepada hubungan kepada Tuhan, kepada manusia dan juga alam. Ketiga hubungan ini harus mampu diperankan dengan baik oleh seorang manusia agar mampu menjadi seorang manusia ‘sempurna’.

 .        Hubungan kepada Tuhan (Manusia sebagai Hamba)
Dalam kondisi sosial tertentu, tidak sedikit manusia yang melupakan faktor ketuhanan sehingga mereka menjadi ateis. Utamanya bagi penganut materialisme yang mempercayai bahwa segala sesuatu berasal dari benda. Tidak ada unsur spiritual yang membuat benda itu tercipta. Hal ini bertolak belakang dengan ajaran agama-agama di dunia yang mengatakan sumber segala sumber ialah Tuhan.
Gagasan yang dilontarkan Al-Kindi itu sangat sama dengan apa yang diungkapkan Einstein dalam teori relativitas umum.  "Sebelum  teori relativitas dicetuskan, fisika klasik selalu menganggap bahwa waktu adalah absolute,” papar Einstein dalam La Relativite. Menurut Einstein, kenyataannya pendapat yang dilontarkan oleh Galileo, Descartes dan Newton itu  tak sesuai dengan definisi waktu yang sebenarnya.
Menurut Al-Kindi,  benda, waktu, gerakan dan ruang tak hanya relatif terhadap satu sama lain, namun juga  ke obyek lainnya dan pengamat yang memantau mereka. Pendapat Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein.
Dalam  Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi mencontohkan seseorang yang melihat sebuah obyek yang ukurannya lebih kecil atau lebih besar menurut pergerakan vertikal antara bumi dan langit. Jika orang itu naik ke atas langit , dia  melihat pohon-pohon lebih kecil, jika dia  bergerak ke bumi, dia melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar.
“Kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu itu kecil atau besar secara absolut. Tetapi kita dapat mengatakan itu lebih kecil atau lebih besar dalam hubungan kepada obyek yang lain,”  tutur Al-Kindi.  
Tuhan diwujudkan sebagai objek pengabdian makhluk di dalam agama. Sebagai orang yang percaya adanya Tuhan, mansia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan-Nya melalui ajaran spiritual kepercayaan masing-masing yang dianut. Antara satu agama dengan yang lain ternyata mempunyai kesamaan di tiga tititk simbiolis tersebut di atas. Islam, Kristen, Katolik. Hindu, Budha dan Konghucu sebagai agama yang dibenarkan di dalam Indonesia masing-masing memiliki metode tersendiri. Dalam hal ketuhanan setiap agama memiliki penyembahan yang berbeda-beda.
Agama, apapun itu pasti mengajarkan hubungan kepada Tuhan sebagai hubungan yang dinomor-satukan. Ini tidak berarti mengutamakan hubungan ketuhanan dan memandang remeh hubungan-hubungan yang lain. Namun ketiga hubungan sebagai manusia perlu dijalankan secara bersamaan. Hanya saja hubungan kepada Tuhan hendaknya dijadikan patokan untuk berhubungan dengan dua yang lain. Dengan cara selalu ingat bahwa manusia dan alam merupakan ciptaan Tuhan. Sebagai manusia perlu adanya interaksi kepada semua makhluk agar kearifan kehidupan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

·         Hubungan Antar Manusia. (Manusia sebagai makhluk sosial)
Hubungan lain yang harus dijalankan manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial ialah hubungan antarmanusia itu sendiri. Setelah membahas mengenai hubungan kepada Tuhan, pasti menimbulkan perbedaan pendapat antar satu golongan dengan golongan yang lain. Tuhan yang dibahasakan secara berbeda oleh masing-masing keyakinan bisa menjadi sumber perpecahan apabila tidak dipahami secara kemanusiaan. Bahwa setiap manusia itu berbeda-beda, pilihan keagamaan merupakan jalan pribadi yang tidak dapat diganggu gugat keabsahannya.
Munculnya gerakan sparatis menggunakan atribut agama menjadi contoh bagaimana oknum manusia mengedepankan ego pribadi dibanding kepentingan masyarakat luas. Hal ini menjadi ironi apabila pergerakan itu semakin melebarkan sayapnya dan semakin disalahpahami oleh masyarakat luas. Pengatasnamaan negara merupakan wujud dari mispersepsi kehidupan keberagaman yang menjadi simbol perpecahan umat.
Perlu dibangun sebuah peradaban manusia yang benar-benar memahami nilai-nilai keberagaman. Manusia kepada manusia tidak diartikan dengan monoisme teologi yang tidak mungkin dicapai kesepakatan apabila benar-benar digencarkan. Apakah oknum-oknum tersebut melupakan satu hal bahwa ada faktor lain yang bisa merubah jalan hidup manusia? Faktor itulah yang dijadikan oleh Tuhan sebagai ujian kepada makhluk-Nya dan benar-benar menjadi rahasia serta hak preogratifnya.
Semua orang boleh mengklaim dirinya lebih baik dibanding yang lain. Namun itu terbatas pada tataran keyakinan yang tidak harus diungkapkan dengan gerakan-gerakan yang justru membuat hubungan antarmanusia menjadi terhalang. Merasa lebih baik merupakan sifat manusiawi yang tidak dapat dihilangkan, namun dapat dikendalikan dengan pemahaman-pemahaman asas ketuhanan.



·         Hubungan kepada Alam (manusia sebagai makhluk)
Hubungan terpenting lainnya ialah hubungan kepada alam. Alam tidak terjustifikasi sebagai bentuk dari pepohonan, tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Namun alam mencakup semua hal, baik alam yang terlihat maupun yang tidak terlihat.
Spiritualisme menjadi aliran yang dominan apabila pembahasan merambah ke alam yang tidak terlihat (ghaib). Di alam ini terdapat makhluk-makhluk lain yang secara penciptaan sejajar dengan manusia dan partikel alam lain, namun memiliki keistimewaan yang berbeda dengan material yang tampak. Perlu pemahaman khusus mengenai alam ini untuk dapat mempercayai dan meneliti keberadaannya. Kepercayaan terhadap hal ghaib ini berpengaruh terdapat hubungan ketuhanan sebab beberapa aliran keagamaan tidak menggambarkan secara detail bagaimana wujud Tuhan sesungguhnya. Dapat disimpulkan hal ini sangat berkaitan dengan keyakinan.
Untuk objek material mungkin tidak perlu menggali lebih dalam. Hanya saja nilai-nilai keberagaman perlu dipupuk agar manusia bisa memahami sisi kehidupan lain selain kehidupan bangsanya. Ada hewan, tumbuh-tumbuhan dan partikel lain yang butuh sentuhan tangan bijak manusia yang berperan sebagai pemimpin. Fungsi manusia sebagai khalifah terlihat menonjol peranannya dalam kehidupan kompleks di dunia antara manusia dan alam.


·         Peran manusia sebagai manusia biasa
Tujuan hidup manusia dari penciptaan hingga kembali kepada dzat yang menciptakan menapaki beberapa tahap. Keterhubungan dan ketersaling-ketergantungan menjadi sistem kehidupan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Konsekuensinya manusia disebut sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Satu orang membutuhkan orang lain. Satu desa membutuhkan desa yang lain. Hingga satu negara membutuhkan negara yang lain untuk merotasi sistem kehidupan sebagai manusia.
Jika ada segolong atau sekelompok manusia yang menyatakan dirinya paling benar, berarti ia mengabaikan prinsip manusia yang saling bergantung. Dalam tiga konsep besar yang melibatkan Tuhan, manusia dan alam di atas, peran manusia tidaklah serta merta menjadi komunitas yang terbaik tanpa dorongan fasilitas dari faktor-faktor lain.
Maka klasifikasi makhluk dititikberatkan pada data, bukan semerta-merta menjadikan manusia sebagai komunitas terbaik yang boleh melakukan seenaknya kepada bagian makhluk yang lain. Karena kesewenang-wenangan ini menjadikan gagalnya manusia dalam menjalai perannya sebagai khalifah (pemimpin).








BAB IX
FILSAFAT ISLAM

2. 1         Pengertian Filsafat Islam
Al-Farabi mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Adapun filsafat Islam adalah pemikiran-pemikiran filsafat yang memberikan kontribusi pada Islam dan sebaliknya Islam menggunakan filsafat untuk memperkuat prinsip-prinsip agama. Salah satu prinsip dalam filsafat adalah berpikir radikal, yang berujung pada pengakuan bahwa alam ini disebabkan oleh suatu zat yang tidak tergantung siapapun. Dalam bahasa agama zat tersebut adalah Tuhan.

0.      Tokoh-Tokoh Filsafat Islam

Tokoh filosof Islam yang terkenal di dunia sangatlah banyak, namun beberapa tokoh yang sudah banyak dikenal antara lain :

·         AL-KINDI
Filsafat baginya adalah pengetahuan tentang yang benar. Tuhan dalam filsafatnya tidak mempunyai hakikat dalam arti aniyah maupun hamiyah. Tidak aniyah karena Tuhan tidak masuk dalam benda-benda yang ada dalam alam. Tidak hamiyah karena Tuhan tidak merupakan genus atau species. Sesuai paham dalam Islam, Tuhan bagi Al-Kindi adalah pencipta.

0.      AL-FARABI
Berkeyakinan bahwa filsafat tak boleh dibocorkan dan sampai ke tangan orang awam. Oleh karena itu, para filosof harus menuliskan pendapat-pendapat dalam gaya bahasa yang gelap agar jangan diketahui oleh sembarang orang. Ia mengatakan bahwa agama dan falsafat tidak bertentangan, keduanya sama-sama membawa kepada kebenaran.


0.      IBNU SINA
Berkeyakinan bahwa untuk membuktikan adanya Tuhan tidak perlu mencari dalil dengan salah satu makhluk-Nya, tetapi cukup dengan dalil adanya wujud Pertama, yakni wajib al-wujud. Jagad raya ini mumkin al-wujud yang memerlukan suatu sebab (‘illat) yang mengeluarkannya menjadi wujud karena wujudnya tidak dari zatnya sendiri.

0.      AL-GHAZALI
Untuk pertama kalinya Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli filsafat terutama karangan Ibnu Sina. Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia itu berasal dari iradat (kehendak) tuhan semat-mata, tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Iradat tuhan itulah yang diartikan penciptaan.

0.      MUHAMMAD IQBAL
Dalam pemikiran filsafat, Iqbal mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Dalam filsafat tentang etika Iqbal menghimbau masyarakat timur (umat Islam), untuk kembali kepada ajaran Islam yang agung serta menjauhi peradaban Barat (Eropa) yang merusak. Iqbal memandang bahwasanya sebab kemunduran umat Islam adalah kecendrungan yang membabibuta terhadap kebudayaan Barat yang telah membunuh karakter mereka dengan terus mengadopsi budaya-budaya Barat tanpa proses filterisasi.










3. Penutup
3.1            Kesimpulan
Filsafat Islam adalah pemikiran-pemikiran filsafat yang memberikan kontribusi pada Islam dan sebaliknya Islam menggunakan filsafat untuk memperkuat prinsip-prinsip agama. Salah satu prinsip dalam filsafat adalah berpikir radikal, yang berujung pada pengakuan bahwa alam ini disebabkan oleh suatu zat yang tidak tergantung siapapun. Dalam bahasa agama zat tersebut adalah Tuhan.
Tokoh-tokonya diantaranya : Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan Muhammad Iqbal.

3.2            Kritik dan Saran
Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari.

















BAB X
FILSAFAT PANCASILA
A. Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa filsafat adalah cara mencari kebenaran, maka pancasila sebagai sistem filsafat memiliki nilai-nilai yang mengandung kepribadian bangsa Indonesia dan diyakini paling benar, paling adil, paling bijaksana bagi kehidupan warga negara Republik Indonesia. Falsafah pancasila sebagai pedoman hidup harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, beribadah sesuai keyakinan yang dianut, berteman tanpa membeda-bedakan, menghargai pendapat orang lain, dll.
Berhubungan dengan itu, suatu dasar negara tidaklah sama antara yang satu dengan yang lainnya. Mungkin bagi negara Indonesia pancasila adalah dasar negara yang baik dan adil, namun bagi orang atheis tentu pancasila tidaklah sesuai. Tiap negara memiliki keistimewaan masing-masing sesuai dengan adat, corak masyarakat serta pengalaman dalam perjuangan. Karenanya tiap negaRA memiliki dasar filsafat masing-masing.  
1.    Pancasila sebagai Jati diri bangsa Indonesia
Pancasila pada hakikatnya merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsut-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses yang disebut kausa materialisme karena nilai-nilai Pancasila sudah ada dan hidup sejak zaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila diungkapkan dan dirumuskan dari sumber nilai utamanya yaitu:
Nlai-nilai yang bersifat fundamental, unicersal, mutlak dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab suci.Nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari dari nilai-nilai yang luhur budaya mastarakat
 2.  Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian dari sistem itu sebdiri yaitu suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling kerjasama untuk sati tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
3.  Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat Organis
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu keratuan peradaban, dalam arti setiap sila meruapakan unsur dari kesatuan Pancasila. Ileh karena itu, Pancasila meruapak suatu ksatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri senrdiri, terlepas dari saila-sila lainnya. Disamping itu, diantara sila satu dengan yang lain tidak saling bertentangan.
 4.   Susunan Kesatuan Yang Bersifat Hirarki Dan Berbentuk Piramida
Hirarki dan Poramidal mempunyai pengertian yang sangat matematis yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal urut-urutan luas dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sidarnya dari sila-sila sebelumnya. Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada landasan, yaitu: Tuhan, Manusia, satu, Rakyat, Adil. Oleh karena itu, hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat bangsa Indonesia. Dengan demikianlah sila pertama adalah sifat dan keadaan negra harus sesuai dengan hakikat Tuhan: sila dedua bersifat dan keadaan negera harus sesuai dengan hakikat manusia, sila keriga sifat dan keadaan negara harus satu, sila keempat adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat, dan sila kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakiat adil.
Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan Saling Mengkualifikasi.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkis Piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal tersebut dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasikan oleh keempai sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut: “SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA ADALAH BERKEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB, BERPERSATUAN INDONESIA, BERKERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN /PERWAKITAN DAN BERKEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA.
B.    Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
Istilah ideologi berasal dari bahasa Yunani yang pertama kali digunakan oleh Antoine Desult de Tracy seorang filsuf Perancis. Menurutnya ideologi berasal dari kata ideos atau idein dan logos. Ideos atau idein berarti bentuk atau melihat, sedangkan logos adalah ilmu atau ajaran. Antoine Desult de Tracy kemudian mengartikan ideologi adalah ilmu tentang terjadinya cita-cita, gagasan atau buah pikiran.
Pancasila adalah ideologi negara Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998, bahwa pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia memiliki dua kedudukan sekaligus, yaitu sebagai dasar negara dan sebagai ideologi nasional. Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung makna sebagai ideologi yang memuat cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Puspowardoyo (1992 menyebutkan bahwa ideologi dapat dirumuskan sebagai komplek pengetahuan dan nilai secara keseluruhan menjadi landasan seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya seseorang dapat menangkap apa yang dilihat benar dan tidak benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak baik.
Bila kita terapkan rumusan ini pada Pancasila dengan definisi-definisi filsafat dapat kita simpulkan, maka Pancasila itu ialah usaha pemikiran manusia Indonesia untuk mencari kebenaran, kemudian sampai mendekati atau menanggap sebagai suatu kesanggupan yang digenggamnya seirama dengan ruang dan waktu.
Hasil pemikiran manusia yang sungguh-sungguh secara sistematis radikal itu kemuduian dituangkan dalam suatu rumusan rangkaian kalimat yang mengandung suatu pemikiran yang bermakna bulat dan utuh untuk dijadikan dasar, asas, pedoman atau norma hidup dan kehidupan bersama dalam rangka perumusan satu negara Indonesia merdeka, yang diberi nama Pancasila.
Jadi, jelaslah bagi kita bahwa mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia mempunyai sifat imperatif memaksa. Sedangkan pengamalan atau pelaksanaan Pancasila sebagai pandangan hidup dalam hidup sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai sifat mengikat.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara dihubungkan fungsinya sebagai dasar Negara, yang merupakan landasan idiil bangsa Indonesia dan Negara Republik Indonesia dapatlah disebut pula sebagai ideologi nasional atau ideologi Negara  Artinya pancasila merupakan satu ideologi yang dianut oleh Negara atau pemerintah dan rakyat Indonesia secara keseluruhan, bukan milik atau monopoli seseorang ataupun sesuatu golongan tertentu.
Sebagai filsafat atau dasar kerohanian Negara, yang meruapakn cita-cita bangsa, Pancasila harus dilaksanakan atau diamalkan, yang mewujudkan kenyataan dalam penyelenggaraan hidup kenegaraan kebangsaan dan kemasyarakatan kita.
Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut :
 a.   Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
 b.  Oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandanagn dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara diamalkan dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.

1. Fungsi Ideologi :
·         Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual.
·         Sebagai jembatan pergeseran kendali kekuasaan dari generasi tua (founding fathers) dengan generasi muda.
·         Sebagai kekuatan yang mampu member semangat dan motivasi individu, masyarakat, dan bangsa untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan.
2. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa
Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah Pancasila sebagai cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, serta menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia.
3. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Makna dari ideologi terbuka adalah sebagai suatu sistem pemikiran terbuka.
Ciri-ciri ideologi terbuka dan ideologi tertutup adalah :
Ideologi Terbuka:
·         merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
·         Berupa nilai-nilai dan cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri.
·         Hasil musyawarah dan konsensus masyarakat.
·         Bersifat dinamis dan reformis.
Ideologi Tetutup:
·         Bukan merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
·         Bukan berupa nilai dan cita-cita.
·         Kepercayaan dan kesetiaan ideologis yang kaku.
·         Terdiri atas tuntutan konkret dan operasional yang diajukan secara mutlak.

C.  Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila sebagai dasar negara memiliki maksud bahwa pancasila harus bisa dijadikan sebagai dasar atau fondasi negara Indonesia agar terbentuklah Indonesia sebagai negara yang kuat layaknya sebuah bangunan. Selanjutnya mengenai pancasila sebagai dasar negara dapat dijelaskan sebagai berikut:
·         Pancasila sebagai dasar negara berarti pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.
·         Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum memiliki sanksi bagi para pelanggarnya.
·         Pancasila sebagai dasar negara tercantum dalam pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundametal atau tidak dapat diubah.
Dasar negara adalah fondasi atau landasan yang kuat dan kokoh serta tahan terhadap segala gangguan, hambatan maupun rintangan dari dalam maupun dari luar, sehingga bangunan gedung di atasnya dapat berdiri dengan kokoh dan kuat. Bangunan itu ialah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ingin mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.
Tujuan dirumuskannya Pancasila oleh para pendiri negara adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Hal ini sesuai apa yang dikatakan oleh Radjiman Widyodiningrat bahwa hakikat Pancasila adalah sebagai dasar negara. Demikian pula Muhammad Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno juga menyebutkan perlu adanya dasar negara Indonesia yang merdeka yaitu Pancasila. Dengan demikian, para pelaku sejarah memang berniat merumuskan Pancasila sebagai landasan negara, sebagai falsafah negara dan ideologi negara dan tidak ada niatan lainnya.
Pancasila sebagai dasar negara berarti Pancasila menjadi dasar atau pedoman dalam penyelenggaraan negara. Seandainya negara adalah sebuah bangunan, maka Pancasila sebagai fondasi yang nantinya akan dijadikan tempat berpijak bangunan-bangunan berikutnya. Dengan demikian, Pancasila dijadikan dasar dan tonggak dalam pembuatan segala peraturan perundang-undangan negara serta berbagai peraturan lainnya yang mengatur di berbagai bidang kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, maupun pertahanan dan keamanan.
Di samping Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila juga sebagai sumber hukum yang paling utama bagi segala perundang-undangan yang akan dibuat dan digali. Oleh sebab itu, Pancasila di samping memerankan diri sebagai dasar negara juga memerankan diri sebagai sumber tertib hukum bagi Republik Indonesia. Adapun yang dimaksud Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila selalu dijunjung tinggi oleh setiap warga masyarakat,karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat Indonesia.

















BAB XI
SISTEMATIKA FILSAFAT PANCASILA
 .        Filsafat Idealisme
Di dalam filsafat, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil dari kata “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.Kata idealisme dalam filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda dari arti yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari. Kata idealis itu dapat mengandung beberapa pengertian, antara lain:Seorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada.
Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan lebih banyak oleh arti dari kata ide daripada kata ideal. W.E. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata idea-ism lebih tepat digunakan daripada idealism. Secara ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer) daripada materi.
Alam, bagi orang idealis, mempunyai arti dan maksud, yang diantara aspek-aspeknya adalah perkembangan manusia. Oleh karena itulah seorang idealis akan berpendapat bahwa, terdapat suatu harmoni yang dalam arti manusia dengan alam. Apa yang “tertinggi dalam jiwa” juga merupakan “yang terdalam dalam alam”. Manusia merasa ada rumahnya dengan alam; ia bukanlah orang atau makhluk ciptaan nasib, oleh karena alam ini suatu sistem yang logis dan spiritual; dan hal ini tercermin dalam usaha manusia untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Jiwa (self) bukannya satuan yang terasing atau tidak rill, jiwa adalah bagian yang sebenarnya dari proses alam. Proses ini dalam tingkat yang tinggi menunjukkan dirinya sebagai aktivis, akal, jiwa, atau perorangan. Manusia sebagai satuan bagian dari alam menunjukkan struktur alam dalam kehidupan sendiri.
Pokok utama yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan yang utama dalam alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak mengingkari materi. Namun, materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat. Sebab, seseorangakanmemikirkan materi dalam hakikatnya yang terdalam, dia harus memikirkan roh atau akal. Jika seseorang ingin mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus meneliti apakah pikiran itu, apakah nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu.
Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya. Manusia ada karena ada unsur yang tidak terlihat yang mengandung sikap dan tindakan manusia. Manusia lebih dipandang sebagai makhluk kejiwaan/kerohanian. Untuk menjadi manusia maka peralatan yang digunakannya bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang mencakup hanya peralatan panca indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup akal dan budi. Justru akal dan budilah yang menentukan kualitas manusia.
·         Filsafat Realisme
Real berarti yang aktual atau yang ada,kata tersebut menunjuk kepada bendabenda atau kejadian-kejadian yang sungguhsungguh,artinya yang bukan sekadar khayalan atau apa yang ada dalam pikiran. Real menunjukkan apa yang ada. Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada,yakni bertentangan dengan yang tampak. Dalam arti umum, realisme berarti kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada yang diharapkan atau yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realisme dipakai dalam arti yang lebih teknis.
Dalam arti filsafat yang sempit, realisme berarti anggapan bahwa obyek indera kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita. Bagi kelompok realis, alam itu, dan satusatunya hal yang dapat kita lakukan adalah: menjalin hubungan yang baik dengannya. Kelompok realis berusaha untuk melakukan hal ini, bukan untuk menafsirkannya menurut keinginan atau kepercayaan yang belum dicoba kebenarannya. Seorang realis bangsa Inggris, John Macmurray mengatakan:
Kita tidak bisa melpaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan antara benda dan ide. Bagi common sense biasa, ide adalah ide tentang sesuatu benda, suatu fikiran dalam akal kita yang menunjuk suatu benda. Dalam hal ini benda dalah realitas dan ide adalah 'bagaimana benda itu nampak pada kita'. Oleh karena itu, maka fikiran kita harus menyesuaikan diri dengan benda-benda , jika mau menjadi benar, yakni jika kita ingin agar ide kita menjadi benar, jika ide kita cocok dengan bendanya, maka ide itu salah dan tidak berfaedah. Benda tidak menyesuaikan dengan ide kita tentang benda tersebut. Kita harus mengganti ide-ide kita dan terus selalu menggantinya sampai kita mendapatkan ide yang benar. Cara berpikir  common sense semacam itu adalah cara yang realis; cara tersebut adalah realis karena ia menjadikan 'benda' adalah bukan 'ide' sebagai ukuran kebenaran, pusat arti. Realisme menjadikan benda itu dari real dan ide itu penampakkan benda yang benar atau yang keliru.
Realisme menegaskan bahwa sikap common sense yang diterima orang secara luas adalah benar, artinya, bahwa bidang aam atau obyek fisik itu ada, tak bersandar kepada kita, dan bahwa pengalaman kita tidak mengubah watak benda yang kita rasakan.
·         Filsafat Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:
1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
·         Filsafat Materialisme
Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau hakikat dari segala sesuatu ialah materi. Karena itu materialisme mempersoalkan metafisika, namun metafisikanya adalah metafisika materialisme.
Materialisme adalah merupakan istilah dalam filsafat ontology yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau penjelasan historis. Maksudnya, suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa pikiran ( roh, kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi yang sedang bergerak.
Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik-karakteristik pikiran dan tidak ada entitas-entitas nonmaterial. Realitas satu-satunya adalah materi. Setiap perubahan bersebab materi atau natura dan dunia fisik
Macam-Macam Materialisme :
·         Materialisme rasionalistik. Materialisme rasionalistik menyatakan bahwa seluruh realitas dapat dimengeti seluruhnya berdasarkan ukuran dan bilangan (jumlah);
·         Materialisme mitis atau biologis. Materialisme mitis atau biologis ini menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa material terdapat misteri yang mengungguli manusia. Misteri itu tidak berkaitan dengan prinsip immaterial.
·         Materialisme parsial Materialisme parsial ini menyatakan bahwa pada sesuatu yang material tidak tedapat karakteristik khusus unsur immaterial atau formal;
·         Materialisme antropologis. Materialisme antropologis ini menyatakan bahwa jiwa itu tidak ada karena yang dinamakan jiwa pada dasarnya hanyalah materi atau perubahan-perubahan fisik-kimiawi materi;
·         Materialisme dialektik. Materialisme dialektik ini menyatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari materi. Berarti bahwa tiap-tiap benda atau atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses material. Salah satu prinsif di materialisme dialektik adalah bahwa perubahan dalam kuantitas. Oleh karena itu, perubahan dalam materi dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan, atau dengan kata lain kehidupan berasal dari materi yang mati. Semua makhluk hidup termasuk manusia berasal dari materi yang mati, dengan proses perkembangan yang terus-menerus ia menjadi materi yang memiliki kehidupan. Oleh karena itu kalau manusia mati, ia akan kembali kepada materi, tidak ada yang disebut dengan ke hidupan rohaniah. Ciri-ciri materialisme dialektik mempunyai asas-asas, yaitu :
·         Asas gerak;
·         Asas saling berhubungan;
·         Asas perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif;
·         Asas kontradiksi intern.
0.      Materialisme historis. Materialisme histories ini menyatakan bahwa hakikat sejarah terjadi karena proses-proses ekonomis. Materialisme dialektik dan materialisme histories secar bersamaan menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang menyangkut sejarah rohani dan perkembangan manusia hanya merupakan dampak dan refleksi-refleksi aktivitas ekonomis manusia. Materialisme historis ini berdasarkan dialektik, maka semua asas materialisme dialektik berlaku sepenuhnya dalam materialisme histories.
Materialisme sebagai teori menyangkal realitas yang bersifat ruhaniah, sedangkan materialisme metode mencoba membuat abstraksi hal-hal yang bersifat imaterial.
·         Filsafat Pragmatisme
Pandangan ini dapat dianggap sebagai kreasi filsafat yang berasal dari amerika. Pragmatisme dipengaruhi oleh pandangan empirisme, utilitarianisme dan positivisme. Para ahli yang mendukung timbulnya pragmatisme di Amerika adalah Charles Sanders Piere (1839–1914) yang mengembangkan kriteria pragmatisme yakni tidak menemukan kebenaran tetapi menemukan arti/kegunaan. William James (Sadulloh, 2003: 53) memperkenalkan bahwa pengetahuan yang bermanfaat adalah yang didasari oleh eksperimen (instrumentalisme). John Dewey (Sadulloh, 2003: 54)  mengarahkan pragmatisme sebagai filsafat sistematis Amerika dengan menyebarluaskan filsafat pada masyarakat amerika yang terdidik. Menurut Dewey misi filsafat adalah Kritis,  konstruktif dan rekonstruktif.
Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori itu bekerja. Menurut James  (Edwar, 2012: 1) kebenaran adalah sesuatu yang terjadi pada ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang tidak statis dan tidak mutlak.
Adapun implikasi pragmatisme dalam pendidikan (Sadulloh: 2003: 56) adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikannya menggunakan pengalaman sebagai alat menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat.
2. Kurikulum dirancang dengan menggunakan pengalaman yang telah diuji namun dapat diubah kalau diperlukan. Adapun minat dan kebutuhan peserta didik diperhitungkan dalam penyusunan kurikulum.
3. Fungsi guru adalah mengarahkan pengalaman belajar perserta didik tanpa terlalu mencampuri minat dan kebutuhannya.
Sedangkan implikasi pragmatisme dalam pendidikan (Edwar, 2012: 1) adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan Pendidikan
Filsuf paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi:
 .        Kesehatan yang baik
a.      Keterapilan-keterampian dan kejujuran dalam bekerja.
b.      Minat dan hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
c.       Persiapan untuk menjadi orang tua
d.      Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah social
2.      Kurikulum
Menurut para filsuf paragmatisme, tradisis demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri sendiri (a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang baik pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah”
3.      Metode Pendidikan
Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
4.      Peranan Guru dan Siswa
Dalam pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.
·         Filsafat Eksistensialisme
Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, bahkan kaum eksistensialis sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya eksistensialisme itu. Sekalipun demikian, ada sesuatu yang disepakati, baik filsafat eksistensi maupun filsafat eksistensialisme sama-sama menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral Namun tidak ada salahnya, untuk memberikan sedikit gambaran tentang eksistensialisme ini, berikut akan dipaparkan pengertiannya.
Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada).
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan membelum; ia selalu sedang ini atau sedang itu.
Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat eksistensialisme ini, perlu kiranya dibedakan dengan filsafat eksistensi. Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benar-benar seperti arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; sapi dan pohon juga. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia berada di dalam dunia; ia mengalami beradanya di dunia itu; manusia menyadari dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarinya disebut obyek.







BAB XII
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT BARAT

·         RASIONALISME
Rasionalisme adalah paham yangmengajarkan bahwa sumber pengetahuan satu-satunya yang benar adalah rasio (akal budi).
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (resen) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir alat dalam berfikir itu ialah kaidah-kaidah llogis atau kaidah-kaidah logika.

Tokoh-tokoh Rasionalisme
Tokoh-tokoh terpenting aliran rasionalisme adalah:
·         Blaise Pascal
·         Cristian Wolf
·         Rene Descartes
·         Baruch Spinoza
·         G.W Leibnitz
Pemikiran pokok Descartes, Spinoza, dan Leibniz
Mereka adalah tokoh besar filsafat rasionalisme sebelum itu, pengertian rasionalisme diuraikan lebih dahulu. Rasionalisme ada dua macam dalam bidang agama dan  dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan otoritas, dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme.

0.      EMPIRISME
Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Empirisme adalah salah satu aliran yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengalaman itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal.
Empirime, berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh lewat indera. Indera memperoleh kesan-kesan dari alam nyata, untuk kemudian kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman.
Untuk memahami inti filsafat empirime perlu memahami dulu dua ciri pokok empirime yaitu mengenai makna dan teori tentang pengetahuan.
·         Filsafat empiris tentang teori makna, teori makna danempirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang orang empiris jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola jumlah yang dapat di indra dan dihubungkan kualitas sebagai urutan peristiwa yang sama
·         Filsafat teorisme tentang teori pengetahuan, menurut orang rasionalisme ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya.

Tokoh-tokoh dalam aliran empirisme
Diantara tokohdan pengikut aliran empirisme adalah Francis Bacon, Thomas Hobbles, David Home dan Jhon Lock.


0.      KRITISISME
Isi utama dalam kritisme yaitu gagasan Immanuel kant tentang teori pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan tersebut muncul karena ada pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant.

Tokoh kritisisme Jerman-Immanuel kant(1724-1804)


0.      Fenomenologi
Fenomenologi adalah studi tentang phenomenon. Kata ini berasal dari bahasa yunani phainein berarti menunjukan. Dari kata ini timbul kata pheinomenon berarti yang muncul dalam kesadaran manusia.
Fenomenologi merupakan kajian tentang bagaimana manusia sebagai subyek memaknai obyek-obyek di sekitarnya.
Fenomenologi mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita ketahui sekarang ini merupakan pengethuan yang kita ketahuisebelumnya melalui hal-hal yang pernah kita lihat, rasa, dengar oleh alat indera kita. Fenomenologo merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami manusia.

Dari uraian diatas maka dapat kitafahami bahwa fenomenologi berarti ilmu tentang fenomena-fenomena apa saja yang nampak. Sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisis terhadap gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita.

Tokoh-tokoh filsafat fenomenologi
Edmund Husserl, Max Scheller, Martin Heidegger,


0.      Neo-Thomisme
Merupakan aliran filsafat yang muncul sebagai penerus dari aliran Thomisme yang telah lama hilang, aliran ini muncul kembali dikarenakan pada zaman sebelum Neothomisme yang telah lama hilang, aliran ini muncul kembali dikarenakan pada zaman sebelum Neothomisme atau zaman filsafat modern orang-orang telahmendewakan rasio sehingga mereka merindukan kembali dengan adanyakepercayaan kristen, maka muncullah Neothomisme yang berusaha menggabungkan antara rasio dengan agama, seperti apa yang dibangun oleh Thomisme pada zaman dahulu
Thomisme adalah aliran filsafat yang muncul sebagai warisan dari pemikiran St Thomas Aquinas.

Tokoh-tokoh neothomosme
Desire Mercier, Antonin Gilbert Sertilanges, Reginald Gerriou Lagrange, Joseph Marechal


0.      Neo-Kantianisme
Neo-kantianisme adalah faham filosofis yang mengalir dari pemikiran immanuel Kant. Aliran ini lahir sebagai tanggapan atas ketidak mampuan paham idialisme yang berusaha menanggapi tantangan ilmu empiris dan positivme dalam bidang agama. Ketidak mampuan ini dikarenakan argumen-argumen Idialisme tetap berada dalam tataran teoritis, dengan kata lain, argumen atau pemikiran mereka sulit untuk diterapkan dalam tataran praktis.

Tokohnya adalah Immanuel Kant.
















BAB XIII
AKTUALISASI FILSAFAT
 .        AKTUALISASI FILSAFAT
Zaman sekarang merupakan zamannya berpikir praktis-realistik, sehingga belajar filsafat dianggap hal yang tidak berguna dan membuang-buang waktu. Sekarang, belajar filsafat telah sampai pada paradigma baru. Belajar filsafat tidak hanya menghafal pemikiran-pemikiran para tokoh filsafat/filsuf, akan tetapi belajar filsafat dimaksudkan untuk membangun kesadaran, semangat, dan kepedulian agar hidup kita lebih bermakna. Yang penting dalam belajar filsafat adalah aktualisasinya.
Dalam Bab I dikemukakan tentang kegunaan mempelajari filsafat, antara lain: menambah wawasan keilmuan, menggugah kesadaran dan kepedulian, dan strategi menghadapi tantangan zaman mendatang.
Kegunaan di atas masih memperlihatkan hal-hal yang sifatnya teoretik, artinya kegunaan filsafat belum dapat dimanfaatkan dan dirasakan secara langsung. Ibarat seseorang akan membuat sayer lodeh kebutuhan santannya harus menanam pohon kelapa dahulu dan untuk berbuahnya menunggu lima tahunan.
Demikian juga, agar para mahasiswa dapat memanfaatkan sekaligus merasakan kegunaan filsafat, maka harus menunggu beberapa tahun bahkan belasan tahun. Karena, pemanfaatan filsafat ini kadang masih terkait dengan kematangan berpikir, kematangan usia, dan pengalaman akademiknya.
·         Aktualisasi Filsafat Sebelum Ilmu
Dalam masyarakat hingga saat ini masih menganggap ilmu filsafat adalah ilmu `ngawang-ngawang' yaitu ilmu yang sulit untuk dimengerti atau ilmu yang membingungkan orang. Memang, setiap ilmu tentu memiliki sisi negatif/sinisme. Seperti ilmu filsafat sisi negatifnya dengan mempelajari filsafat akan mencetak pengangguran. Seperti ilmu ekonomi sisi negatifnya dengan mempelajari ilmu ekonomi orang akan bersifat materialistik. Sisi negatif ilmu agama dengan mempelajari ilmu agama orang akan terhindar dari neraka. Sisi negatif ilmu kedokteran dengan mempelajari ilmu kedokteran pikirannya akan buruk karma mendoakan orang lain sakit.
Sisi-sisi negatif pada setiap ilmu ini hendaknya dibuang jauh-jauh, dan kita seharusnya lebih berpikir positif terhadap setiap ilmu. Jadi, syarat agar orang dapat mengaktualisasikan ilmu filsafat pertama-tama harus berpikiran positif.
Dengan berpikir positif pikiran kita akan berkembang dan konstruktif dan edukatif. Dengan berpikir positif pikiran kita akan lebih bersemangat dan realistik, yaitu bersemangat untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama. Dengan berpikir positif kita akan lebih banyak melihat hal-hal yang realistik dan pragmatik.
Sebagai ilmu, filsafat juga seperti ilmu-ilmu yang lain seperti: antropologi, sosiologi, atau ilmu ekonomi. Akan tetapi, kelebihan ilmu filsafat adalah memiliki objek formal dan material lebih lugs, clan setiap ilmu memuat unsur filsafat. Misalnya, sosiologi memiliki filsafat sosial, ilmu hukum memiliki filsafat hukum, ilmu kedokteran memiliki filsafat kedokteran, ilmu agama memiliki filsafat agama, clan sebagainya. Sehingga, setiap ilmu tentu memiliki bidang yang sulit untuk ditembus oleh ilmu tersebut, maka untuk menembusnya hanya dengan ilmu filsafat.
Bagi orang yang belajar ilmu filsafat hendaknya dapat 'berdialog' dengan ilmu lain. Artinya, mempelajari ilmu filsafat tidaklah cukup dan untuk berdialog dengan ilmu lain, maka orang harus mempelajari (misalnya) ilmu kependudukan/demografi. Sehingga, orang tersebut pikirannya tidak selalu 'ngawang-ngawang' dalam filsafat, tetapi pikiran orang tersebut diperkenalkan dengan pikiran yang realistik/praktis. Karena, dalam ilmu kependudukan diajarkan tentang migrasi/perpindahan penduduk, program keluarga berencana, kelahiran, kematian, kualitas sumber daya manusia, mengatasi pengangguran semakin banyak.
Jadi, ilmu filsafat harus berdialog dengan ilmu-ilmu lain, karena ilmu-ilmu (selain filsafat) dapat dipakai untuk membantu dalam kerangka berpikir kita.
·         Aktualisasi Filsafat Sebagai Cara Berpikir
Dalam Bab I dikemukakan bahwa berpikir secara filsafat salah satunya: sinoptif, yaitu berpikir secara menyeluruh dan bersama-sama. Artinya, berpikir menyeluruh sama dengan berpikir secara komprehensif.
Misalnya, apabila kita menghadapi masalah seperti "kenakalan anak". Kenakalan anak akan terns menjadi masalah sepanjang masa khususnya para orang tua. Untuk menanggulangi kenakalan anak, maka masalah tersebut harus dilihat secara filsafat, yaitu kenakalan anak harus dilihat dari semua aspek ilmu yang terkait.
Misalnya, kenakalan anak dilihat dari sudut ilmu agama, ilmu ekonomi, ilmu jiwa/psikologi, sosiologi, dan lain-lain. Menurut ilmu ekonomi, kenakalan anak disebabkan oleh faktor ekonomi, biasanya kenakalan berasal dari anak-anak yang tingkat ekonominya rendah. Jarang kita temui anak-anak dari orang kaya yang nakal, mungkin pola kenakalannya berbeda.
Menurut ilmu agama, kenakalan anak lebih disebabkan karena faktor keberagamaan kurang, antara kehidupan lahir dan batin tidak seimbang, sehingga tidak mampu membedakan antara teman yang baik clan buruk kemudian terpengaruh lingkungan buruk.
Menurut ilmu jiwa, kenakalan anak dianggapnya 'lumrah' asal tidak merusak (destruktio, karena anak yang nakal (konstruktio sebetulnya anak yang semangat, kreatif dan energik, dan sebagainya. Jadi, cara berpikir filsafat itu adalah berpikir kritis, analisis, clan dilihat dari berbagai aspek. Begitu juga kenakalan orang tua juga harus dilihat dari berbagai aspek. Kenakalan orang tua seperti: perselingkuhan, korupsi, emosional, dan lain-lain.
Bagaimana cara filsafat menghadapi hal-hal yang mistis dan gaib. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada hal-hal yang mistis, gaib, atau di luar jangkauan akal, maka dalam filsafat pun dikenal dengan metafisika. Bagi orang yang mempelajari metafisika, menghadapi hal-hal yang mistis dan gaib tidak masalah. Sebab, dalam dunia mistis dan gaib memiliki ruang dan penalaran tersendiri.
Berpikir secara filsafat tidak hanya berpikir secara komprehensif, rasional, konsepsional saja, tetapi inter disipliner. Di era global saat ini pemikiran dituntut untuk lebih lugs dan satu sama lain saling terkait. Misal, keadaan pasar modal di New York akan berpengaruh (positif/negati) pada pasar modal seluruh dunia. Penegakan hukum Indonesia akan memengaruhi investasi asing di Indonesia.
Berpikir secara inter disipliner adalah berpikir dengan menggunakan ilmu-ilmu terkait yang dapat mendukung solusi suatu permasalahan. Misalnya, untuk membangun anak berkualitas diperlukan pandangan dari berbagai ilmu, seperti: ilmu pendidikan, ilmu agama, ilmu gizi, ilmu sosial, dan lain-lain.
Ilmu pendidikan diperlukan untuk mengarahkan dan membimbing anak dalam mencerdaskan intelektualnya/IQ Ilmu agama diperlukan untuk membangun anak dalam mencerdaskan emosi/EQ Ilmu gizi diperlukan untuk membangun anak agar memiliki kemampuan berpikir lebih (IQ tinggi) yaitu dengan memberikan asupan makanan sesuai kualitas dan kuantitas gizi yang diperlukan. Ilmu sosial diperlukan untuk memberikan lingkungan sosial yang edukatif, karena memilih lingkungan sosial harus selektif dan mendidik/edukatif.
Jadi, aktualisasi filsafat sebagai cara berpikir adalah kemampuan berpikir sendiri, mampu melihat mana yang negatif dan yang positif dan mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk.
·         Filsafat Sebagai Pandangan Hidup
Perlu diketahui bahwa filsafat (dalam artian) pandangan hidup banyak sekali ragamnya. Berawal dari pembagian filsafat secara garis besar terdapat dua kutub filsafat besar: filsafat barat dan filsafat timur. Filsafat barat meliputi: filsafat Yunani, filsafat abad pertengahan, filsafat modern (pragmatisme, materialisme, eksistensialisme, humanisme, ateisme, liberalisme, dan lain-lain).
Filsafat timur meliputi: filsafat Cina/Tiongkok, filsafat Jepang, filsafat India, filsafat Islam, filsafat Indonesia/Nusantara (filsafat Jawa, filsafat Sunda, filsafat Minangkabau, filsafat Dayak, filsafat Bugis, filsafat Madura, filsafat Aceh, dan lain-lain).
Di samping itu, sekarang banyak aliran pemikiran dari luar maupun dalam negeri yang muncul justru meresahkan masyarakat, seperti mengaku nabi utusan Tuhan, mengaku mendapat wangsit dari malaikat, mengaku sebagai murid Nyi Roro Kidul, dan lain-lain.
Dari berbagai ragam filsafat atau ideologi atau doktrin ini ada yang cocok dan tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Karena, paham filsafat yang berasal dari luar lasing) yang tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia justru akan berpengaruh negatif dan bisa merusak kepribadian bangsa Indonesia. Sehingga, untuk menghadapi berbagai ragam paham filsafat tersebut harus tetap kritis, mencari asalusulnya (epistemologi), bagaimana paham tersebut diajarkan apakahsesat atau menguntungkan (metodologi), bagaimana riwayat pembawapaham tersebut, apakah paham tersebut bertentangan dengan akidahagama atau menyuburkan keimanan (aksiologi), dan lain-lain.
Jadi, dalam menghadapi berbagai ragam paham filsafat/pemikiran hendaknya kira harus kritis, jell, dan memiliki pendirian/tidak mudahterprovokasi, mampu mengadakan penilaian apakah pemikiran tersebut balk atau tidak, apakah pemikiran tersebut menguntungkan dan memberikan makna lebih dalam kehidupan kita atau tidak. Matra, dalam mempelajari filsafat jangan lupa mempelajari filsafat nilai.
·         Aktualisasi Filsafat Sebagai Pemikiran yang Reflektif
Berpikir reflektif berarti berpikir yang dipantulkan kepada dirinyasendiri. Berfilsafat berarti refleksi terhadap dirinya sendiri. Berfilsafatpada hakikatnya adalah menonton dirinya sendiri ketika dirinya sedangberada di atas panggung. Semua ragam pemikiran filsafat tentunyadapat direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Berpikir reflektif mendorong kita akan mampu berpikir ke arahpemikiran yang lebih berkualitas (quality thinking) dan pemikiran kemasa depan (future thinking).Misalnya, pemikiran filsafat yang reflektif tidak hanya sebataspada memperbaiki kualitas diri sendiri, akan tetapi juga bagaimana memperbaiki kualitas generasi mendatang (anak-anak kita), sehingga kita akan terhindar dari degradasi keturunan.
Di zaman sekarang (era global) membuat/melahirkan anak mudah, akan tetapi membuat agar anak-anak kita lebih berkualitas dari diri kita, maka diperlukan berbagai pemikiran (inter disipliner). Hal ini sejalan dengan keberadaan konsep-konsep pemikiran filsafat tentang: manusia unggul menurut pemikiran barat, menurut pemikiran Indonesia, menurut pemikiran Jawa, dan lain-lain.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran barat yang dikemukakan oleh Nietzsche yaitu pemikirannya tentang manusia pemberani, superman, manusia cerdas, manusia yang tidak pernah bersalah, manusia berkuasa. Manusia unggul menurut pemikiran Jepang adalah manusia yangmemiliki jiwa 'samurai' yaitu semangat tidak pernah kenal lelah, pan-tang menyerah, tahan menderita yang dilambangkan dengan semangat ksatria (boshido).
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Indonesia yang tertuang dalam GBHN 1999 dikemukakan bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, berkepribadian, bersemangat, rajin bekerja, dan lain-lain.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Islam yaitu`insan kamil', Insan kamil adalah manusia yang telah mencapai derajatimuttaqiin' yaitu manusia yang benar-benar aktivitas hidupnya hanya untuk mencari keridhaan Allah. Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Jawa yaitu`manungsa utomo' (manusia utama). Manusia utama adalah manusiayang dapat memenuhi hakikat kodratnya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Manusia utama adalah manusiayang memiliki kemampuan untuk: memayu hayuning seliro (berperilaku baik menjaga dirinya dari perbuatan vista), memayu hayuning bebrayan/ sesami (berperilaku baik terhadap sesama), memayu hayuning bawono (berperilaku untuk kepentingan bangsa/negara).
Dari berbagai konsep manusia berkualitas (unggul) tersebut kita akan dapat memperoleh inspirasi bahwa melahirkan dan membangun anak berkualitas di era global ini sangat penting. Karma, di era globalisasi saat ini diperlukan anak-anak yang memiliki kemampuan daya saing tinggi.








-rekan sekalian. 
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi Asmoro.2014.Filsafat Umum.Jakarta: Raja Grafindo Persada
Arifin, syamsul. 1996. Fenomenologi Agama. Pasuruan. PT.GBI
Achmadi, Asmoro. 2010. Filsafat Umum. Jakarta. PT.RAJAGRAFINDO PERSADA
Budiyono, Kabul, M. Si. (2012). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Alfabeta
Brouwer. et. al. 1986. Sejarah Filsafat Modern dan Sezamannya. Alumni. Bandung.
Drs. Usiono,M.A, pengantar filsafat pendidikan , 2006. Hijri Pustaka Utama Jakarta
Driyarkara. 1969. Filsafat Manusia. Yogyakarta: Kanisius. Pancasila dan Religi. Rizal Mustansyir dan Misnal Munir. (2001). Drs.Rizal Mustansyiar M.Hum dan Drs.Misnal Munir M.Hum.2007 Filsafat ilmu.yogyakarta:pustaka.pelajar.Endang Daruni. et. al. 1982. Filsuf Filsuf Dunia dalam Gambar. Yogyakarta: Karya Kencana.
Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka pelajar Offset.
Hamzah, Abbas. 1981. Pengantar Filsafat Alam. Surabaya:Al-Ikhlas.

Ikbar.blogspot.com/2012/05/makalah-filsafat-rasionalisme.html
Suhar. 2009. Filsafat Umum. Jambi:Sulthan thaha press IAIN STS JAMBI.

Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu:Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologisme, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta:PT Bumi Aksara.
Maksum,Ali. 2011, pengantar filsafat dari masa klasik hingga posmoderisme. Yogyakarta. ARRUZZ MEDIA.

 Muhammad Iqbal. Drs., “Rekonstruksi Pemikran Islam”, Kalam Mulia, 1994.
Muzairi, M. Ag. (2009). Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras
Ruhcitra. (2008, Desember 16). Pancasila Sebagai Sistem Filsafat [online]. Tersedia:
Ruhcitra. (2008, Desember 16). Pancasila Sebagai Sistem Filsafat [online]. Tersedia ruhcitra.wordpress.com/2008/12/16/pancasila-sebagai-sistem-filsafat. [16 Maret 2015]
Suparyanto, Yudi dkk. (2013). Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas XII. Klaten: Intan Pariwar
Tafsir Ahmad.1990.Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra.Bandung: Remaja Rosdakarya
Zar Sirajuddin, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004