Kamis, 27 Oktober 2016

Makalah Na’at-Man’ut dan Mudaf-Mudafun Ilaih ( kiraatul qutub )



Makalah

Na’at-Man’ut dan Mudaf-Mudafun Ilaih
 
DI SUSUN

O
L
E
H

SELAMAT ARIGA
NIM; 150104030
MK : QIRAATUL QUTUB

HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI AR-RANIRY BANDA ACEH
2016





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sesungguhnya bahasa arab dan nahwu adalah suatu sarana untuh mengetahui alqur’an dan sunnah Rasulullah s.a.w. keduanya bukanlah termasuk  dari ilmu-ilmu syar’i akan tetapi wajib hukumnya mendalami ilmu tersebut karena syari’ah ini datang dengan bahasa arab dan setiap syari’ah tidak akan nampak kecuali dengan suatu bahasa. (Imam Al-Ghazali) 
Nah dengan melihat ulasan perkataan diatas, maka nampaklah bahwa bahasa arab sangatlaah urgen untuk dipelajari, dipahami dan diamalkan. Dan untuk dapat memahami bahasa arab, kita perlu mendalami ilmu nahwu, sharaf serta ilmu balagha.
Tetapi yang menjadi tantangan global para pelajar sekarang. Mereka ingin dengan mudahnya dapat berbahasa tanpa mengetahui seluk-beluk dari ilmu tersebut terutama pada nahwu dan sharafnya. Sehingga saat mereka menemukan keganjalan-keganjalan dalam al-qur’an, mereka akan heran. Dan akhirnya timbullah argumen-argumen dan bahkan laris terpasarkan buku-buku mengenai kejanggalan-kejanggalan bahasa dalam al-qur’an. Dan mereka yang harus membaca meresapi tanpa menganalisa, akan memahami bahwa terdapat beberapa kaidah-kaidah bahkan bahasa-bahasa dalam al-qur’an yang salah.
Dengan inilah kami membuat makalah untuk tuntunan para mahasiswa yang bertemakan “ Na’at-Man’ut dan Mudaf-Mudafun Ilaih”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan na’at dan man’ut ?
2.      Apakah yang dimaksud dengan Mudaf-Mudafun Ilaih?
3.      Untuk apakah Na’at-Man’ut dan Mudaf-Mudafun Ilaih dalam Bahasa Arab ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Apakah yang dimaksud dengan na’at dan man’ut
2.      Untuk mengetahui Apakah yang dimaksud dengan Mudaf-Mudafun Ilaih
3.      Untuk mengetahui Untuk apakah Na’at-Man’ut dan Mudaf-Mudafun Ilaih dalam Bahasa Arab



BAB II
PEMBAHASAN
A.     NA’AT DAN MAN’UT (Sifat dan yang disifati)
         Na’at dan man’ut adalah isim beserta sifatnya. Telah dijelaskan pada pelajaran-pelajaran sebelumnya bahwa kata-kata sifat dalam bahasa Arab termasuk isim. Secara umum, na’at (sifat) mengikuti man’ut-nya (isim yang diberi sifat) dalam hal jenis (mudzakkar/muannats), dalam hal jumlah (mufrad/mutsanna/jamak), dalam hal ma’rifah/nakirah, dan dalam hal i’rab­ (rafa’/ nashab/jar).
Na’at adalah isim yang mengikuti isim yang sebelumnya atau man’ut, dalam hal rafa’ nashab dan jarrnya, serta ma’rifah dan nakirohnya. Man’ut artinya kata-kata benda yang disipati. Yakni na’at itu  mengikuti man’ut dalam hal:
1.      Rafa’ jika man’ut itu marfu’
2.      Nashab jika man’utnya manshub
3.      Khafad jika man’utnya makhfud (majrur)
4.      Ma’rifah jika man’utnya ma’rifah
5.      Nakirah jika man’utnya nakiroh.[1]
     I.            Ketentuan-Ketentuan Na’at:
1)      Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi ta’yin (kejelasan) nya.
Contoh:
رَجَعَ طَالِبٌ مَاهِرٌ  = (Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
رَجَعَ الطَّالِبُ الْمَاهِرُ  = (Seorang mahasiswa yang pandai itu telah kembali)
2)      Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi ‘adad (jumlah) nya.
Contoh:
رَجَعَ طَالِبٌ مَاهِرٌ (Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
رَجَعَ طَالِبَانِ مَاهِرَانِ (Dua orang mahasiswa yang pandai telah kembali)
رَجَعَ طُلاَّبٌ مَاهِرُوْنَ (Para mahasiswa yang pandai telah kembali)
3)      Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi nau’ (jenis) nya.
Contoh:
رَجَعَ طَالِبٌ مَاهِرٌ (Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
رَجَعَ طَالِبَةٌ مَاهِرَةٌ (Seorang mahasiswi yang pandai telah kembali)
  II.            Pembahagian na’at
Na’at terbagi kepada dua yaitu:
a)      Na’at hakiki
Yaitu isim yang menunjukkan kata sifat pada diri kalimat sebelumya atau kalimat yang diikutinya.
مِثْلُ : اللهُ نَظِيْفٌ وَيُهِبُّ النَّظَافَةَ :Allah itu bersih dan menyukai kebersihan
Dalam contoh tersebut, نَظِيْفٌ merupakan Na’at (sifat), dimana اللهُ adalah man’ut atau yang disifati (yang mempunyai sifat).
Na’at hakiki harus sesuai dengan kalimat yang diikutinya dalam hal ma’rifah, nakirohnya, bilangannya dan jenisnya. Jika yang mempunyai sifat itu jamak yang tujuannya selain manusia maka boleh sifatnya dalam bentuk mufrad muannats atau jamak muannats.
مِثْلُ : كِتَابٌ جَدِيْد   #    كِتَابَانِ جَدِيْدَانِ  #   كُتُبٌ جَدِيْدَةٌ / جَدِيْدَاةٌ
Dari segi tinjauan yang lain na’at hakiki terbagi kepada tiga jenis yaitu:
1)      Isim dzahir
مِثْلُ : اَلْمَكَّةُ مَدِيْنَةٌ كَرِيْمَةٌ  = Makkah adalah  kota yang mulia
2)      Sibhul jumlah
مِثْلُ : الْجَنَّةُ تَحْتَ اَقْدَامِ الْاُمَّهَا تِ   surga dibawah telapak kaki ibu =
3)      Jumlatul isimiyah wal fi’iliyah
ü  jumlah isimiyah:
مَضَ يَوْمٌ بَرْدُهُ فَارِصٌtelah berlalu hari yang dinginnya menusuk tulang =
ü  jumlah fi’liyah:
اَلصَّبَرُ يُعِيْنُ عَلَى كُلِّ عَمَلِ = Kesabar membantu segala pekerjaan
b)      Na’at sababi
Na’at sahabi yaitu kalimat yang menunjukkan sifat pada isim yang mempunyai hubungan atau ikatan dengan isim yang didikutinya. Atau na’at sababi adalah na’at yang menunjukkan sifat bagi isim-isim yang ada hubungannya dengan matbu’nya.
مِثْلُ  :دَخَلْتُ الحَدِيْقَةَ الْحَسَنَ شَكْلُهَا: Aku masuk kebun yang bagus bentuknya
Dalam contoh ini, الْحَسَنَ merupakan Na’at (sifat), sedangkan yang menjadi Man’ut (yang disifati) adalah  شَكْلُهَا
Dalam na’at sababi meskipun yang mempunyai sifat itu dalam bentuk jamak, maka kata sifatnya tetap dalam bentuk mufrad.
مِثْلُ:  رَجَعَ الطَّالِبُ الْمَاهِرُ أَبُهُ
      رَجَعَ الطُّلَّا بُ الْمَاهِرَةُ أَبَاتُهُمْ

ü  CONTOH NA’AT DAN MAN’UT DALAM KALIMAT
Arti
Contoh dalam jumlah
Arti
منعوت + نعت
موصوف + صفة
Dia seorang gadis yang kecil
هِيَ بِنْتٌ صَغِيْرَةٌ
Seorang gadis yang kecil
بِنْتٌ صَغِيْرَةٌ
Dua orang gadis yang kecil datang
جَائتْ البِنْتَانِ الصَّغِيْرَتَانِ
Dua orang gadis yang kecil
البِنْتَانِ الصَّغِيْرَتَانِ
Mereka gadis- gadis yang kecil
هُنَّ بَنَاتٌ صَغِيْرَاتٌ
Gadis- gadis yang kecil
بَنَاتٌ صَغِيْرَاتٌ
Zaid adalah seorang laki- laki yang dewasa
كَانَ زَيْذٌ رَجُلاً كَبِيْرًا
Seorang laki-laki yang dewasa
رَجُلٌ كَبِيْرٌ
Saya berjalan dengan dua orang laki-laki yang dewasa
مَرَرْتُ بِالرَّجُلَيْنِ الكَبِيْرَيْنِ
Dua orang laki-laki yang dewasa
الرَّجُلاَنِ الكَبِيْرَانِ



ü  CONTOH KATA SIFAT     الصفـــــــــــات
مَرِيْضٌ
Sakit
جَوْعَانٌ
Lapar
عَطْشَانٌ
Haus
أعْمَى
Buta
جَمِيْلٌ
Bagus
مُنَاسِبٌ
Sesuai
تَعْبَانٌ
Letih
بَعِيْدٌ
Jauh
جَمِيْلَةٌ
Cantik
سَعِيْدٌ
Bahagia
مَشْغُوْلٌ
Sibuk
حُلْوٌ
Manis
نَقِيٌّ
Jernih
ذَكِيٌّ
Cerdas
حَسَنٌ,طَيَّبٌ
Baik
صَعْبٌ
Sulit
غَضْبَانٌ
Marah
غَنِيٌّ
Kaya
بَارِدٌ
Dingin
كَثِيْرٌ
Banyak


حَامِضٌ
Masam
صَغِيْرٌ
Kecil
لَذِيْذٌ
Enak
جَدِيْدٌ
Baru


نَــاضِجٌ
Matang
وَسِخٌ
Kotor
سَمِيْنٌ
Gemuk
صَحِيْحٌ
Benar


نَيِّئٌ
Mentah
نَحِيْفٌ
Kurus
مَجْنُوْنٌ
Gila
نَظِيْفٌ
Bersih


نَعْسَانُ
Ngantuk
قَدِيْمٌ
Lama
دَافِئٌ
Hangat
كَبِيْرٌ
Besar
















B.     MUDAF DAN MUDAFFUN ILLAIH (IDHAFAH)
Idhafah menurut bahasa adalah penyandaran sesuatu pada sesuatu yang lain, sedangkan menurut istilah adalah  nisbat taqyidiyyah antara dua isim yang menyebabkan jernya isim yang kedua selama-lamanya. Atau menyandarkan isim satu pada yang lain dengan menempatkan isim yang kedua dari isim yang awal seperti tempatnya tanwin atau yang menggantinya seperti nun tasniyyah dan nun jamak, bahwa ikrabnya adalah pada lafadz yang pertama, sedangkan isim yang kedua adalah menetapi tingkah yang satu yaitu di baca jer, kemudian isim yang awal di namakan mudhaf dan isim yang kedua di namakan mudhaf ilaih.[2]
Idhafah mempunyai makna 3 (tiga) :
1.      Menyimpan makna laam (اللام) yang memiliki arti al-milk (kepemilikan), seperti : غلام زيد (pembantu (yang dimiliki oleh zaid), atau al-ikhtishoh(kekhususan), seperti باب دار (pintu (yang di khususkan untuk) rumah).
2.      Menyimpan makna minمن  yang mempunyai arti al-bayaniyah(menjelaskan lafadz sebelumnya) dengan syarat mudhaf ilaih merupakan satu jenisdari mudhaf, seperti : حاتم حديد (cincin (yang terbuat dari) besi).
3.      Menyimpan makna fii (فى) yang mempunyai arti dharfiyah (keterangan waktu) dengan syarat mudhaf ilaih merupakan dharaf dari mudhaf, seperti بل مكر الليل (tapi tipu daya (di waktu) malam hari).[3]

1.      Pengertian Mudhaf dan Mudhaf ilaih
Mudhaf adalah isim yang berada di awal dalam keadaan nakirah (tapi tanpa tanwin), sedang yang di sebut Mudhaf ilaih adalah isim yang kedua yang terletak setelah mudhaf. Yang lebih gampang nya kalau mudhaf itu yang di sandarkan atau yang di gabungkan, sedangkan mudhaf ilaih yaitu yang kena sandaran.
Contoh nya : كتاب زيد
Lafadz kitabu(كتا ب) : Mudhaf, Lafadz zaidun (زيد ) ; Mudhaf ilaih
Isim yang awal atau Mudhaf ikrab nya adalah mengikuti amil yang jatuh sebelumnya, dan isim yang kedua atau mudhaf ilaih adalah irab nya wajib di baca jar.
Para ulama’ nahwu berselisih pendapat tentang yang mengejerkan mudhaf ilaih. Menurut sebagian di antara mereka ada yang mengatakan bahwa mudhaf ilaih di jar kan oleh huruf yang di perkirakan keberadaan nya, yaitu lam atau min, atau fii, ada juga yang mengatakan bahwa mudhaf ilaih di jar kan oleh mudhaf, pendapat ini adal pendapat yang shahih di antara pendapat – pendapat yang lainnya.
Idhafah adalah hubungan antara dua isim dengan menyembunyikan makna huruf jar tertentu di antara keduanya, isim yamg pertama disebut dengan Mudhaf dan dibarisi sesuai dengan posisinya, sedangkan isim yang kedua dinamakan dengan Mudhafun Ilaih dan wajib dibarisi dengan jar.

2.      Pembagian Idhafah
A.    Dari segi makna idhafah terbagi kepada empat, yaitu:
1.      Idhafah lamiyah
Yaitu idhafah yang menyembunyikan makna huruf jar lam diantara Mudhaf dan Mudhafun Ilaih yang bermakna memiliki atau khusus.
 مِثْلُ : رَكِبْتُ سَيَّارَةُ زَيْدُ =saya mengendarai mobil milik Zaid
2.      Idhafah bayaniyah
Yaitu idhafah yang menyembunyikan huruf jar min diantara mudhaf dan mudhaf ilaih, dengan ketentuan bahwa mudhafun ilaih merupakan jenis atau sebahagian dari mudhaf-nya.
اَلْإِسْلَامُ دِيْنُ = Islam adalah agama
3.      Idhafah dzarfiyah
Yaitu idhafah yang menyembunyikan huruf jar fi diantara mudhaf dan mudhaf ilaih, dan mudhaf ilaih merupakan zorob bagi mudhaf.
مِثْلُ : الْجَنَّةُ تَحْتَ اَقْدَامِ الْاُمَّهَا تِ    surga dibawah telapak kaki ibu =
4.      Idhafah tasybihiyah
Yaitu idhafah yang menyembunyikan huruf jar kaf diantara mudhaf dan mudhaf ilaih, yang bertujuan menyerupakan mudhaf dengan mudhafun ilaih dengan sifat-sifat tertentu dan sifat-sifat tersebut telah diketahui oleh banyak orang (umum).
مِثْلُ : اِحْمَرَ وَجْهُهَا الْوَرْدَةِ =memerah wajahnya (perempuan) seperti bunga mawar

B.     Dari sudut pandang yang lain idhafah juga terbagi kepada dua, yaitu:
1.      Idhafah ma’nawiyah
Yaitu idhafah yang bertujuan mengkhususkan makna mudhaf-nya.
مِثْلُ : هَذَا كِتَابُ عَلِىُّ = ini buku milik si Ali
2.      Idhafah lafdziah
Yaitu idhafah yang bukan bermakna khusus dan tidak terdapat padanya makna-makna huruf jar tujuannya hanya mempersingkat kalimat saja.
مِثْلُ : نَحْنُ نَتَعَلَّمُ الْإِقْتِصَادُ الْإِسْلَامِىُّKami belajar ekonomi dalam Islam =

3.Macam – macam bentuk Mudhaf Ilaih
a.       Mu’rob
Mudhof ilaihi yang berbentuk isim mu’rab harus selalu majrur.
Contoh:كِتَابُ الْمُسْلِمِ, كِتَابُ الْمُسْلِمَيْن, كِتَابُ الْمُسْلِمِيْنَ, حَدِيْثُ عَائِشَةَ
b.      Mabni
Mudhof ilaihi yang berbentuk isim mabni tidak mengalami perubahan harokat akhir (sesuai bentuk aslinya).
Contoh: كِتَابُكِ  (Kitabmu wanita).

4.Macam-macam jenis Idhafah
Idhafah ada (2) macam: lafdziyyah dan maknawiyah.
1.      Al-idhafah al-lafdiyyah adalah susunan mudhaf dan mudhaf ilaih, di mana mudhaf berupa isim sifat dan mudhaf ilaih berupa ma’mulnya. Seperti ضارب زيد (orang yang memukul zaid).Idhafah lafdziyyah tidak memberikan faidah ma’rifat maupun takhshis. Fungsinya hanya untuk meringankan pelafalan.
2.      Al-idhafah al-ma’nawiyyah adalah susunan mudhaf dan mudhaf ilaih yang tidak berupa isim sifatdan makmulnya. Seperti: غلام زيد (pembantu-nya zaid).[4]
Idhafah maknawiyyah memberikan faidah ma’rifat (jelas), jika mudhafnya berupa isim makrifat (jelas), jika mudhafnya berupa isim makrifat dan memberikan faidah takhshish (khusus), jika mudhaf nya berupa isim nakirah.

5.Hukum Mudhaf dan Mudhaf Ilaih
1.Hukum Mudhaf
a.Mudhof tidak didahului alif lam (ال).
Contoh:Mudhof= البَابُ,  Mudhof ilahi= الْمَسْجِدُ, Susunan idhofahnya adalah, بَابُ الْمَسْجِد  (Pintu Masjid)
b.Akhiran pada mudhof dalam idhofah tidak boleh tanwin.
Contoh:Mudhof: حَقِيْبِةٌ, Mudhof ilaihi=  مُحَمَّدٌ ,  Susunan idhofahnya adalahحَقِيْبَةُ مُحَمَّدٍ  (Tas Muhammad).
c.Membuang nun mutsanna atau jamak pada mudhof dalam idhofah.
Contoh: Mudhof= كِتَابَانِ ,  Mudhof ilaihi= مُحَمَّدٌ,  Susunan idhofahnya adalah كِتَابَامُحَمَّد (kitab muhammad).
2. Sedangkan aturan mudhof ilaih yaitu:
        i.            Diawali dengan alif lam (ال).Selalu menempati status majrur (yaitu menggunakan tanda kasrah)
Contoh: الجَامِعَةِ, (kampus) ,المَكْتَبِ (kantor)  diawali dengan alif lam dan berharokat kasroh.
      ii.            Tidak diawali alif lam (ال) tetapi harokat kasroh tanwin.
Contoh : مُحَمَّدٍ (Muhammad), بَيْت (rumah) tidak boleh menggunakan alif lam.
iii. Tidak berupa kata sifat, sebab apabila berupa kata sifat, susunannya berupa menjadi bukan lagi idhofah.




















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø  Na’at adalah isim yang mengikuti isim yang sebelumnya atau man’ut, dalam hal rafa’ nashab dan jarrnya, serta ma’rifah dan nakirohnya.
Ø  Idhafah adalah hubungan antara dua isim dengan menyembunyikan makna huruf jar tertentu di antara keduanya, isim yamg pertama disebut dengan Mudhaf dan dibarisi sesuai dengan posisinya, sedangkan isim yang kedua dinamakan dengan Mudhafun Ilaih dan wajib dibarisi dengan jar.
B. Saran
Kami mengharapkan agar apa yang telah dijelaskan diatas dapat dipahami oleh pembaca sekalian dan pendengar sekalian, sekaligus semoga bermanfaat bagi kita semua. Selanjutnya, kritik dan saran dari pembaca dan pendengar sangatlah kami harapkan guna memperbaiki dalam membuat makalah berikutnya.







  











DAFTAR PUSTAKA
Anwar.,Moch dan Anwar Abu Bakar. Ilmu Nahwu, Terjemahan Mutammimah Ajurumiyyah.Bandung: Sinar Baru Algesindo.2007
Fahmi.,Ahmad,Akrom.Ilmu Nahwu dan Sharaf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.1999
Umam.,Chatibul dkk. Pedoman Dasar Ilmu Nahwu, Terjemah Muktasyar Jiddan.Jakarta: Darul Ulum Press.2002


[1] Chatibul Umam dkk,Pedoman Dasar Ilmu Nahwu, Terjemah Muktasyar Jiddan.(Jakarta: Darul Ulum Press.2002). Hal. 157*
[2] Ahmad Akrom Fahmi,Ilmu Nahwu dan Sharaf.(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.1999). Hal. 83
[3] Moch Anwar dan Anwar Abu Bakar, Ilmu Nahwu, Terjemahan Mutammimah Ajurumiyyah.(bandung: Sinar Baru Algesindo.2007). hal. 80-81
[4] Chatibul Umam dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, Terjemah Qowaidu Lillughatil Arabiyah.(Jakarta: Darul Ulum Press.1986). Hal. 299

4 komentar: